E P I L O G

102 10 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.

"Bundaa~~ mamah kemana? Kok aku ga pernah liat."

Jino menoleh, pandangan nya mendapati anak perempuan manis berusia 5 tahun yang sedang menggandeng adik laki lakinya.

"Mamah? Dia lagi pergi sayang," ucap Jino lembut, lalu mengusap rambut anak itu.

"Tapi.. Niela ga pernah liat mamah, apa mamah pergi lama? Kata papah, mamah ga pernah pergi."

Jino bangkit dari duduk nya lalu membawa 2 anak itu menuju kamarnya, tempat dimana mereka akan bercerita.

"Sini sayang, Defan sama bunda dulu sini, Niela kamu duduk di depan bunda."

Seperkira nya nyaman, mereka diam, sampai akhirnya Jino buka suara.

"Mamah, ga pernah jauh dari kamu, mamah selalu jagain kamu, seperti apa yang di kata papah, Niela ga boleh sedih, memang kamu kenapa nanya tentang mamah?"

Niela menunduk, memilin ujung dress berwarna putihnya. "Kata kak Jina, semua orang punya sosok malaikat perempuan bun, contoh nya mamah... tapi, Niela ga pernah Ngerasa pelukan seorang mamah."

Jino menatap Niela sendu, matanya mulai berair. Tapi cepat cepat di hapus agar tak di curigai oleh dua anak nya ini.

"Jangan gitu sayang, kan ada bunda."

"Beda bunda rasanya," lirihnya.

Defan yang tak mengerti langsung memeluk erat Niela, seakan akan menyalurkan kekuatan.

"Ka ela nda oyeh nanid ya? Ata ayah kawo nanid ati eyek!"

Niela tentu saja tertawa, karena ocehan Defan itu yang belum jelas.

"Yaudah, Ela mau ketemu kan sama mamah? Mandi gih, nanti kita ketemu mamah." Ucap Jino.

Mata Niela berbinar, akhirnya selama 5 tahun lamanya, Niela akan melihat sosok malaikat tanpa sayapnya.

"Owkayy bundaa!!"

Chu~

Niela mengecup pipi Jino cepat lalu melesat ke kamarnya untuk bersiap diri, Sedangkan Jino tersenyum kelu, Defan memeluk Bundanya.

"Buna.. ayo ke emu ayah."

Jino terkekeh gemas, ia langsung menggendong anak laki lakinya menuju ruang kerja sang ayah.

"Ayahhh,"

Sang ayah menoleh, lalu tersenyum hangat ke arah sang anak dan merentangkan tangan ya, tak segan Defan langsung menghambur menuju pelukan hangat sang ayah.

Jino mengambil bangku, lalu duduk di hadapan suaminya yang tengah memangku Defan.

"Niel, aku bawa Ela ke temu mamahnya ya.. dia pasti kangen banget, aku juga kangen sama..." Jino menunduk, lalu tersenyum getir.

Sang suami, Daniel. Yang mengerti lalu menarik bangku Jino agar lebih dekat darinya, dan mengecup setiap inci wajahnya.

"Gapapa, jangan nangis ya... nanti aku Kabarin Guanlin."

Jino mengangguk lalu ikut masuk ke dalam dekapan hangat dari Daniel dengan sang anak di tengah mereka.

"Haha.. buna engeng!"

"Liat niel, anak kamu tuh!"

"Anak kamu juga,"


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Terdengar suara senandung kecil yang keluar dari mulut Niela, mulutnya tiada henti untuk tersenyum. Ia terlalu bahagia.

Jino benar benar membawa Niela menemui sang Malaikat nya, Ingin Jino menangis saja rasanya.

||Coulrophobia|| [E N D ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang