Enam

13 1 0
                                    

Kantin tidak seramai jam makan siang. Lumayan bersahabat untuk orang yang tidak menyukai keramaian seperti Dyra. Ia duduk di kursi paling ujung, membaca novel bersampul hitam pekat dari penulis favoritnya, ditemani satu cup Thai tea matcha dan sebungkus Oreo.

Dyra memasang headset dan memutar lagu diplaylistnya. Lagu John Mayer mengalun lembut ditelinganya. 

"Dyra?" Seseorang dengan kaos hitam polos dan kemeja yang semua kancingnya dibiarkan terbuka menepuk pundaknya.

"Ya ampun, Azka!" Dyra melepas kacamatanya.

"Kaget ya?" Azka meneguk es jeruk yang baru ia pesan.

"Lumayan."

Azka menatap Dyra penuh, "Tumben di kantin, Ra."

"Lagi makan." Balas Dyra sambil menunjuk sebungkus Oreo dihadapannya.

"Makan biskuit doang mana kenyang."

"Kenyang."

"Enggak ada kelas?"

"Ada."

"Lho, kok disini? Lo bolos?"

"Gue telat jadi enggak boleh masuk."

Azka tertawa. Sementara Dyra hanya bergumam pelan.

"Habis ini ada kelas lagi enggak?"

"Enggak"

"Lo rencananya mau kemana?"

"Nggak kemana-mana?"

"Ikut gue yuk, mau?"

"Kemana?"

*****

"Ra, itu gedung provinsi." Azka menunjuk gedung-gedung di kawasan provinsi. 

"Udah tau."

"Nama security disana juga tau?"

"Ya enggak lah." Dyra memukul bahu Azka.

"Haha"

Azka mengendarai sepeda motornya pelan, sengaja membiarkan waktu berjalan melambat agar ia bisa lebih lama bersama Dyra. Mereka mengelilingi kota, mengunjungi kawasan provinsi, menikmati setiap jengkal jalanan yang mereka lalui, dan berakhir di alun-alun.

Seperti biasanya, alun-alun tidak pernah sepi. Azka memarkirkan sepeda motornya dan membukakan helm Dyra.

"Ka, mau arumanis." Rengek Dyra saat melihat ada pedagang arumanis yang tidak jauh dari tempat parkir.

"Iya, yuk."

Mereka berjalan bersisian.

"Mas, ada arumanis?" Azka menghampiri pedagang yang tengah meneguk secangkir kopi hitam.

Pedagang itu dengan sigap melayani Azka, "Ada, kan saya dagang arumanis."

Azka tertawa, "Saya mau satu, ya."

Pedagang itu memberikan satu bungkus arumanis yang sudah dikemas rapi, "Buat pacarnya, ya." Lanjutnya sambil menunjuk Dyra yang berdiri disamping Azka.

Dyra terkejut, "Bukan."

"Padahal kalau beneran juga nggak apa-apa." Pedagang itu tertawa pelan.

Azka berbisik pada pedagang arumanis itu, "Sekarang, sih, belum jadi pacar saya. Kita lihat nanti."

Azka membayar sebungkus arumanis itu lalu mereka berdua masuk ke dalam alun-alun. Menapaki jalanan yang terbentang di pusat kota itu. Azka memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana jeansnya dan Dyra asyik dengan sebungkus arumanis digenggamannya.

"Suka arumanis, Ra?" Azka memulai pembicaraan.

Dyra hanya berdeham pelan sambil menunjukan arumanisnya yang hampir habis.

Azka tertawa melihat tingkah Dyra yang menggemaskan seperti anak TK.

"Eh, Ka, lo nggak ada kelas ini ngajak gue jalan-jalan?" Dyra duduk dikursi taman sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya.

"Ada." Azka duduk disampingnya. Pandangannya lurus ke depan, melihat kendaraan yang lalu lalang disebrang alun-alun.

"Lo bolos dong?" Dyra membalikan badannya menghadap Azka.

"Ra, gue udah sering skip kelas. Tenang aja." Azka berdiri, "Makan yuk, gue laper." ajaknya.

Dyra mengangguk.

Mereka mengunjungi warung tenda diluar alun-alun. Azka memesan dua porsi nasi goreng.

"Mas, nasi gorengnya dua ya." Setelah memesan, Azka mengajak Dyra duduk dikursi panjang warung itu. "Ra, dengerin ya." Azka menghitung mundur, "Tiga, dua, satu." dan suara wushh dari kompor yang baru saja dinyalakan pedagang nasi goreng itu membuat Dyra tertawa kencang sampai menjadi pusat perhatian pembeli yang lain.

"Eh, maaf, maaf." Dyra langsung menutup mulutnya.

Dyra menyikut Azka yang tengah memainkan kunci motornya dengan santai, "Elo, sih."

*****

"Bisa enggak, Ra?" Azka memperhatikan Dyra yang berusaha mengancingkan helmnya. Menggemaskan. Azka tertawa dalam hati.

Dyra mendekat ke Azka dan meminta Azka untuk mengancingkan helm yang Dyra pakai.

"Begini aja nggak bisa." Azka mengancingkan helm Dyra dan merapikan anak rambut Dyra.

Azka memandangi Dyra yang saat itu berdiri tepat dihadapannya, hanya terpaut jarak satu langkah. Ada sesuatu yang aneh yang Azka rasakan.

"Ayo, Ka." Dyra menepuk pundak Azka.

"Eh, iya. Naik, Ra."

Jalanan kota lumayan ramai. Mereka membelah malam yang padat.

Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, mereka sampai di perumahan tempat Dyra tinggal.

Azka membukakan helm Dyra.

"Mau mampir dulu, Ka?"

"Nggak, deh, Ra. Lain kali aja."

"Oke."

"Sana masuk."

"Btw, makasih ya, Ka."

"Buat?"

"Udah ajak gue jalan-jalan."

"Gue kali yang makasih, lo udah mau gue culik."

Dyra tertawa renyah.

"Jangan ketawa."

"Kenapa?"

"Nanti gue makin suka." 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang