"Istri?"
Amira menelan ludah dengan mata yang sedikit menyipit. Pria dingin dengan tatapan datar di depannya menoleh pelan. Menatap Amira cukup lama dalam diam. Entah apa yang ada di dalam pikirannya, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba meminta seorang istri.
"Maksud, Abang, minta cariin istri sama aku?"
Pria dengan mata tajam dan berhidung mancung itu bergeming. Tanpa menjawab ia masih memperhatikan Amira dengan tatapan dingin.
"Lalu di mana aku harus mencari istri untuk Abang?" tanya Amira lagi, matanya mendelik ke arah pria dingin itu. Permintaan pria itu benar-benar di luar nalar. Butuh istri? Dengan enteng menyebutnya, memang wanita bisa disamakan dengan pakaian, saat butuh tinggal beli.
Pria dingin itu mengangkat kedua bahunya pelan. Lalu mengalihkan pandangannya kembali ke luar jendela. Sementara Amira berkecamuk dengan pikirannya. Sekelebat bayangan dua hari lalu kembali terlintas. Pria ini sungguh berjasa kepadanya. Telat sedikit saja, malang nasib Amira!
"Apa ada permintaan yang lain, Bang, selain itu. Sekiranya yang aku mampu?" Amira bicara ragu. Sungguh dirinya dibuat bingung oleh pria yang belum dikenalnya itu.
"Apa kamu tidak mampu menjadi istriku?"
Sebuah pukulan keras seperti menghantam dada Amira. Pria yang baru dikenalnya atau bahkan belum, karena namanya saja ia belum tahu, berkata seperti!
"A-a-aku?" tanya Amira tergagap. Matanya terbelalak meyakinkan apa yang didengarnya itu benar.
Pria itu, tidak terlalu buruk. Dilihat dari wajahnya yang rupawan serta penampilan yang rapi. Bisa dibilang dia pria yang mapan. Tapi permintaannya sangat konyol!
"Apa, Abang bercanda?" tawa Amira berderai dengan nada sedikit mengejek.
"Aku tidak banyak waktu untuk bercanda, awww," raung Andra seraya memegang bagian perut yang terasa nyeri.
Amira sontak kaget dan segera mendekati pria dingin itu. "Abang, kenapa? Sebentar aku panggil dokter!"
Belum sempat melangkah, Andra menarik tangan Amira. Tangan yang sebelumnya pernah ditarik Andra saat malam itu.
"Nggak usah, aku hanya butuh jawaban?" Mata itu, mata itu menatap Amira. Menenggelamkan Amira dalam kebimbangan.
"Kenapa harus aku, Bang? Kita baru kenal, bahkan belum tahu siapa nama kita masing-masing. Abang bercandanya kelewatan, ah!" cicit Amira panjang lebar.
"Karena aku, aku, aku tidak punya banyak waktu, awww!" teriak Andra menahan nyeri di perutnya. Dan itu membuat Amira semakin merasa bersalah.
Amira dalam kebingungan mendalam. Terjebak dalam suasana yang bagai suatu permainan. Hampir dilecehkan lalu membuat seorang pria terluka. Dan kini diminta menjadi seorang istri. Parahnya dia diliputi rasa bersalah. Dan semakin terbebani.
"Waktu? Maksudnya?" Amira masih mencerna arti perkataan pria yang masih memegangi area perutnya itu.
"Jangan banyak tanya!" sergahnya. Entahlah, saat tangan pria itu menarik jemari Amira. Ada debaran aneh dalam diri wanita itu. Kala menatap mata tajam yang dingin, kala merasakan tarikan tangannya, dan saat ....
Andra menggenggam erat jemari Amira, "tolong," ucapnya.
Pria itu meminta tolong? Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah sebelumnya Amira yang meminta tolong, dan pria itu berkorban untuk gadis yang belum dikenal. Patutkah Amira menolak? Harusnya ia!
Perkara menikah bukan hal yang bisa dipermainkan. Ini adalah hubungan sakral, sekali seumur hidup.
"Menikahlah denganku," pinta Andra pelan. Ucapan Andra seakan membius Amira. Kepala gadis itu mengangguk pelan. Entahlah ini termasuk hal gila apa bukan. Menerima pinangan pria yang sampai saat ini belum ia ketahui nama apalagi asal usulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Perawan
RomanceAndra meminta Amira menjadi istrinya. Pernikahan tanpa cinta yang mereka jalani menjadikan Amira masih perawan sampai tiga bulan pernikahannya. Pernikahan atas dasar balas budi akankah menimbulkan bulir-bulir cinta di antara keduanya?