Berani berbuat berani bertanggung jawab 'kan?
Sintia
Naswa berjalan keluar kelas menuju perpustakaan. Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu dan teman sekelasnya yang terlambat pun belum juga datang. Tatapan Naswa jatuh pada segerombol murid yang tengah dihukum di lapangan. Tawa Naswa pecah ketika dia sadar bahwa yang dihukum adalah teman-teman sekelasnya.
"Woi! Ngapain berdiri di situ?" tanya Naswa diiringi gelak tawa yang membuat temannya menatap kesal kearah Naswa.
"Bacot lo bambang!" sahut Andi dengan muka memereah akibat kepanasan.
"Ya ampun kacian sekale seh temen-temen akoh ini," ucap Naswa dengam nada yang dibuat-buat.
"Diem dugong!" teriak Zahira membuat Naswa kembali tertawa.
"Cemungut zheyengnya akoh," ucap Naswa sebelum kembali melanjutkan jalannya menuju perpustakaan.
Naswa mendongak, membaca setiap judul buku dengan teliti. Dia belum mendapatkan buku yang tepat untuk dijadikan bahan referensi ceritanya. Gadis cantik dengan rambut yang sedikit berantakan itu menyipitkan matanya ketika membaca salah satu judul buku yang menarik perhatiannya.
"Duka-mu Abadi," ucap Naswa membaca judul buku tersebut dengan mata berbinar berbinar.
"Omo, bukunya sang legenda, hua seneng banget anjir! Bodo amat sama referensi cerita. Besok-besok juga bisa." Monolog gadis itu lalu mencoba mengambil buku yang berada di rak teratas. Naswa menghela napas, rak itu terlalu tinggi untuk gadis mungil nan imut seperti dirinya.
Gadis pecinta puisi itu mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang dapat membantunya mengambilkan buku yang dia inginkan. Naswa tersenyum cerah ketika melihat Arza yang tengah asik mengetik di depan laptop. Naswa lalu berjalan mendekati Arza.
"Cogan ...." Arza refleks menghentikan kegiatan mengetiknya ketika suara setan yang tak diundang tiba-tiba mampir ke telinganya.
"Cogan, minta tolong dong," ucap Naswa yang lagi-lagi tidak mendapatkan respon dari Arza. Gadis itu mencebikkan bibir tipisnya kesal.
"Bantuin ambilin buku dong! Ya? Please," ucap Naswa mengeluarkan puppy eyes-nya membuat Arza terpaku sejenak menatap netra indah Naswa.
"Enggak! Gue sibuk!"
"Yah, cuma sebentar kok. Please, Arza 'kan baik?"
"Gue orang jahat!" ucap Arza lalu pindah tempat duduk. Naswa menghentakan kakinya kesal lalu kembali mengedarkan pandangannya.
Ngga ada yang bisa dimintai tolong deh kayaknya, batin Naswa. Gadis itu menatap kursi yang tadinya diduduki oleh Arza lalu mengangkatnya ke depan rak tempat buku itu berada.
"Nah, gini kan tinggal ambil," ujarnya seraya menaiki kursi tersebut. Buku yang dari tadi diincarnya kini sudah berhasil dia genggam. Naswa menatap buku itu dengan senyum manis yang mengembang di bibirnya. Buku kumpulan puisi milik sang legenda—Sapardi Djoko Damono.
"Shh, awh—" Naswa hampir saja jatuh ketika hendak turun dar kursi. Dia mendongak, menatap orang yang barusan menolongnya.
Deg!
Jantung Naswa bedegup lebih cepat dari biasanya, orang yang menolongnya adalah Revano. Iya, Revano—sahabat Arza sekaligus kembarannya Devan.
"Te–terima kasih, Kak," ucap Naswa setelah berdiri dengan tegak. Revan berlalu begitu saja tidak menghiraukan ucapan terima kasih dari adik kelasnya. Naswa memandang sendu kepergian Revano.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA ONLINE AUTHOR
Teen FictionDia Senja sang pemikat jingga, Dia Senja sang perangkai kata, Setiap untaian katanya sarat akan makna, Dia Senja, author kesayangan Jingga. ~♡~ Dia Jingga, sang pelengkap Senja, Kisahnya memang tak seindah julukannya, Tawanya menyiratkan luka, Dia...