Bahagia itu ketika kamu perhatian terhadapku, sekecil apapun itu.
Sintia
Pagi yang cerah, secerah senyum seorang gadis yang sedang berdiri di depan cermin, gadis itu adalah Alodya Naswa. Seperti biasa setiap hari senin dia pasti akan berngkat lebih pagi.
"Ok, kita berangkat ke skull dulu! Yeay! Lets go babe!" ucapnya sembari melajukaan sepatu roda yang dia pakai. Semoga hari ini akan seindah pagi ini, batin gadis itu dengan senyuman mengembang.
Naswa mengembuskan napasnya legah saat melihat gerbang sekolah yang masih terbuka lebar menunggu kedatangannya. Perjalanan dari apartemen ke sekolah yang seharusnya hanya memakan waktu maksimal 20 menit berubah menjadi 37 menit.
Wajar saja, ini hari senin dimana semua orang kembali sibuk untuk beraktivitas seperti bekerja dan sekolah. Lagian dia juga tinggal di Jakarta. Ingat jakarta! Tolong dicapslock, diitalic, dibold, dan digarisbawahi, JAKARTA! Kota yang sering disebut sebagai Kota Metropolitan adalah kota yang identik dengan kemacetan. Enggak epic rasanya kalau sehari tidak macet.
Naswa melajukan sepatu rodanya dengan cepat menuju gerbang. Senyuman masih terpatri di bibir manisnya. Tampak beberapa petugas upacara sedang melakukan gladi bersih, sayangnya dia belum melihat cogannya—Arza.
"Eits stop!" teriak seorang cewek yang sepertinya anggota OSIS menghalangi gerbang.
"Awas bego! minggir!" Naswa balik meneriaki cewek itu. Kalau sampai terjadi insiden yang tidak diinginkan bagaimana? Mending kalau cewek itu yang luka tapi, kalau sepatu rodanya kenapa-napa 'kan sayang!
"Stooop!" Cewek itu menutup matanya, hampir saja dia kena tabrak sepatu supernya si Naswa jika saja Naswa tidak bisa mengendalikan sepatunya. Cewek itu mengembuskan napasnya legah.
"Ada apaan sih? Gangguin jalan orang tau ga! Lagian gue juga gak telat kok. Awas deh, minggir!" omel Naswa kesal dan bersiap kembali melajukan sepatu rodanya.
"Eh, tunggu dulu." Cewek tadi mencekal tangan Naswa membuat Naswa membuang napasnya kasar.
"Berdiri di sini." Ucapan itu berhasih membuat seorang Naswa mendongak lalu mengembuskan napasnya pasrah.
"Ada apa sih? Aku ga telat loh," ucap Naswa malas.
"Atribut lo enggak lengkap," ucap cowok itu yang tak lain adalah Revan—ketua OSIS SMA Batavia. Naswa memutar bola matanya jengah, kapan sih dia sekolah enggak kena hukuman? Kayaknya enggak pernah deh.
"Penampilan lo juga enggak rapi," sahut cewek yang tadi menghadangnya.
"Maaf nih ya, Mbaknya, Masnya, saya ini murid baru loh. Jadi ya wajar kalau atributnya enggak lengkap. Lagian penampilan saya ini sudah cukup rapi kok," ucap Naswa dengan gaya yang dibuat-buat membuat seniornya menahan kesal.
"Udah 'kan? Gua permisi." Naswa kembali beranjak meninggalkan dua orang yang mengganggunya sebelum suara Revan kembali membuatnya berhenti.
"Soal atribut, kali ini kita maklumin karna lo murid baru tapi, hari rabu semuanya harus sudah lengkap. Satu lagi, tolong ya bersikap dan berpenampilan layaknya anak sekolah. Lo pikir dengan penampilan lo yang kaya gini lo itu keliatan lebih wow gitu dari yang lain? Oh, enggak! Lo itu malah keliatan kaya cabe-cabean yang di pinggir jalan. Menjijikan! Sekolah juga ada peraturan, jadi tolong ditaati. Silakan kalau mau ke kelas," ucap Revan benar-benar membuat Naswa bungkam.
Gadis itu melajukan sepatu rodanya ke kelas, sebisa mungkin dia menahan air matanya agar tidak tumpah. Hatinya sakit, sesak, dia memang bukan cewek yang bener atau taat sama peraturan, tetapi bukan berarti dia serendah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA ONLINE AUTHOR
Teen FictionDia Senja sang pemikat jingga, Dia Senja sang perangkai kata, Setiap untaian katanya sarat akan makna, Dia Senja, author kesayangan Jingga. ~♡~ Dia Jingga, sang pelengkap Senja, Kisahnya memang tak seindah julukannya, Tawanya menyiratkan luka, Dia...