Elang [spin-off Not Her, but You]

6.7K 302 10
                                    

Aku pertama kali bertemu dengan Misya dan Nasya saat mereka menjadi murid pindahan di sekolahku. Saat itu, aku sedang mengawasi siswa siswi yang terlambat dan memberi mereka hukuman. Meskipun mereka siswi pindahan, aku tetap berlaku adil memberi mereka hukuman, karena biar bagaimana pun, di sekolah lama mereka pasti menerapkan juga aturan yang sama.

Aku akui Misya gadis yang sangat cantik dan periang. Di hari pertama menginjakkan sekolah di sini saja sudah banyak orang yang mengenalnya karena luwesnya dia bergaul. Dan aku tidak berbohong saat aku mengatakan aku tertarik dengannya. Menurutmu apa yang membuat laki-laki tertarik pertama kali dengan perempuan kalau bukan wajahnya. Fokus pertama mereka pasti wajah. Mengenai sikap dan perilaku itu belakangan. Aku tidak akan munafik menyangkalnya.

Berbeda lagi dengan saudaranya, Nasya. Yah saat Misya memperkenalkan saudaranya, aku agak bingung pasalnya wajah mereka tidak ada kemiripan sama sekali. Meskipun banyak juga orang bersaudara yang tidak mirip, tapi pasti mereka memiliki sedikit kesamaan kan seperti matanya saja ataupun bibir dan hidung. Dan barulah aku tau kalau mereka saudara tiri.

Sifat mereka berbanding terbalik. Kalau Misya sangat ramah dan periang. Nasya malah sangat cuek dan dingin. Aku rasa dia memang tipe pendiam. Tapi harus kuakui dia juga cantik. Tapi jika aku disuruh memilih, aku lebih suka tipe perempuan yang ramah dan mudah bergaul. Karena akupun juga demikian. Tapi entah kenapa aku tidak bisa terlalu akrab dengan Nasya. Sikap cuek dan dinginnya seakan-akan memberi maksud bahwa dia tidak ingin didekati. Bahkan kepada Misya saja yang notabene saudaranya sangat kaku dan datar saat berbicara.

***

Meskipun aku tidak sekelas dengan mereka, aku tetap akrab dan menjalin pertemanan dengan mereka. Kami sering menghabiskan waktu untuk mengisi waktu luang. Sebenarnya lebih sering aku dan Misya. Nasya sangat jarang ikut kalau Misya tidak memaksanya. See, bagaimana bisa aku akrab dengan Nasya kalau orangnya saja tertutup.

Bahkan aku pernah mengajak Misya ke rumahku.Ternyata almarhum mama Misya teman dekat mamaku saat muda dulu. Jadilah Misya sering datang ke rumah karena mama yang menyuruhnya. Mama sangat menyukai kepribadian Misya karena mengingatkannya dengan teman lamanya.

Tidak jarang aku juga sering berkunjung ke rumah Misya. Aku sudah bertemu dengan mama tiri Misya yang tidak lain adalah mama kandung Nasya. Entah kenapa aku merasa perlakuan tante Elsa sangat aneh, maksudku dia ramah dan kelihatan baik, tapi seakan-akan dibuat-buat. Nah, kalau Nasya selalu membuatku bingung, kepada mamanya saja dia cuek dan dingin. Apa memang dari lahir dia cuek begitu. Jangan-jangan dia juga tidak pernah menangis. Karena tersenyum atau tertawa pun aku tak pernah melihatnya, wajahnya datar saja seperti papan.

***


Tapi penilaianku pada Nasya sedikit berubah saat melihatnya bekerja paruh waktu. Yah, saat itu aku sedang berada di sebuah cafe. Aku melihatnya sedang melayani pengunjung. Saat aku bertanya pada pelayan yang melayani pesananku, dia mengatakan bahwa Nasya sudah bekerja paruh waktu di sini sangat lama. Bukankah keluarga barunya, maksudku ayah Misya sangat kaya, mengapa dia tetap bekerja padahal aku yakin semua kebutuhannya terpenuhi. Ke sekolah saja mereka diantar oleh supir pribadi.

Tapi yang membuatku speechless, saat aku melihatnya tersenyum melayani pengunjung. Untuk pertama kalinya aku merasakan perasaan aneh menjalari dadaku. Aku suka melihat senyumannya meskipun bukan ditujukan kepadaku. Aku tahu senyuman itu sebagai bentuk profesionalitas sebagai pelayan kepada pengunjung, bukan senyuman seperti memang ingin tersenyum karena bahagia atau apapun, tapi tetap saja aku merasa itu senyuman terindah yang pernah kulihat. Anggaplah aku lebay. Namun, tidak bisa kupungkiri aku sangat mengharapkan senyuman itu ditujukan kepadaku.

Akhirnya hari itu, aku bagaikan seorang penguntit yang memerhatikan segala aktivitas Nasya. Aku berusaha tak terlihat olehnya. Untunglah tempatku duduk memungkinkan dia tidak terlalu memperhatikanku. Sampai dia pulang bekerja pun aku mengikutinya. Aku kira dia akan taksi atau angkutan umum, tapi ternyata dia mengayuh sepedanya pulang padahal ini sudah malam. Tanpa berusaha terlihat, aku mengikutinya diam-diam dari belakang dengan mobilku. Sampainya dia di rumah, aku baru merasa konyol karena mengikuti seorang gadis diam-diam yang selalui bersikap cuek dan dingin padaku.

Kumpulan Short Story {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang