Taylor terdiam sejenak untuk menyaring kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Justin. Apa pria itu berpikir sebelum berbicara? Sepengalaman Taylor, pria ini tidak pernah berpikir sebelum berbicara. Ia hanya mengatakan apa yang ada di pikirannya tanpa memikirkan apakah ia perlu mengatakan hal itu atau tidak. Justin menatap Taylor dalam-dalam dan memberikan senyum yang tak menyentuh matanya. Tidak sampai satu menit, Justin menarik tangannya dari paha Taylor lalu terkekeh pelan.
Tentu saja Justin tidak serius dengan perkataannya. Ia hanya menguji Taylor apakah Taylor masih tertarik padanya atau tidak. Meski ia memang merindukan gaya permainan Taylor di atas ranjang, tetapi ia sadar betul bahwa masih ada Emma yang menunggunya di apartemen nanti. Taylor memalingkan kepalanya dari Justin dan mengabaikan apa yang baru saja Justin lakukan padanya. Melihat Christopher ceria sore ini membuat ia menahan diri untuk tidak bertengkar dengan Justin di depan Christopher lagi. Ia tidak ingin menjadi contoh buruk bagi anaknya. Selama mata Taylor masih memerhatikan Christopher bermain dengan Justin, Christopher akan baik-baik saja.
Di sebelahnya, Justin mengembus nafas panjang. Pria itu menyerah dan kembali mengantongi kotak itu ke dalam celana. Keduanya menatapi Christopher yang berjongkok ketika seekor burung mendarat di depannya. Burung itu tampak telah mengenal Christopher. Dengan remah-remah roti yang masih ada di kantongnya, Christopher menaburnya di depan burung itu. Seulas senyum bahagia terlihat di wajah Justin. Mata Justin melihat ke langit-langit atas, sudah sore dan sebentar lagi matahari akan terbenam. Sepertinya mereka harus pergi makan malam bersama di sebuah restoran.
Justin menghadap wajah pada Taylor lalu berdeham. “Hey, kau mau makan sesuatu?” Tanya Justin. Taylor menoleh lalu ia mengedik bahu. “Aku bertanya pada orang yang salah,” gerutu Justin bangkit dari kursinya. Melihat tingkah Justin yang sama membuat Taylor tertawa dalam hati. Pria ini masih bisa menghiburnya. Ah, ini salah satu alasan mengapa Taylor masih belum bisa membuka hatinya bagi pria lain. Justin menghampiri Christopher sehingga burung yang sedang bersama Christopher terbang kabur begitu saja.
Dari kursi taman, Taylor memerhatikan keduanya. Christopher tampak tak senang atas kedatangan Justin karena telah membuat burung itu kabur. Telapak tangan Justin yang besar itu meraup salah satu bahu Christopher lalu berucap dengan tatapan seorang Ayah. Taylor tak sanggup melihatnya, ia menengadahkan kepala untuk menghindari pemandangan itu. Terlalu berlebihan untuk Taylor tampung dalam hatinya. Ketika ia meluruskan kepalanya, ia melihat Justin telah menggendong Christopher.
Taylor berdiri dari tempatnya dan menghampiri Justin, berniat untuk mengambil Christopher dari gendongan Justin. “Biar aku yang menggendongnya,”
“Ssh,” desis Justin dengan kedua alis yang menyatu. “Ia sedang tidak ingin diganggu. Ayo kita cari makanan agar ia tidak marah lagi,” ucap Justin terlihat kesal karena Christopher tampaknya marah karena burung itu pergi. Taylor tak mengatakan apa-apa dan hanya mengikuti apa yang Justin katakan. Biarkanlah hari ini menjadi hari terakhir Justin bertemu dengan Christopher, maksudnya, pertemuan terakhir dalam rangka ‘membuat Emma terkesan karena Justin ternyata seorang pria yang menyayangi anaknya’.
Mereka berjalan keluar dari taman kota. Entah apa Justin sadar atau tidak sadar, tetapi ia meraih tangan Taylor, menggenggamnya seolah-olah Taylor masih miliknya.
***
Christopher terus bertanya-tanya tentang Emma karena ia masih penasaran dengan wanita yang memberikannya robot-robotan itu (yang ditinggalkannya di rumah). Taylor, seperti biasanya, hanya memerhatikan mereka berdua yang berbicara tanpa henti. Dan yah, sepertinya Taylor membutuhkan headset agar ia tak mendengar cerita Justin tentang Emma. Mendengar nama itu membuat Taylor mual, entah mengapa. Mungkin karena Taylor masih tak percaya mengapa Justin akan menikahi wanita itu, meski Taylor tidak tahu seperti apa wajah kekasihnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
doomed by herenjerk
FanfictionSinopsis Doomed Taylor pikir, ia telah mendapatkan cinta sejatinya. Taylor pikir, ia telah menemukan satu-satunya. Tetapi ternyata pikiran itu jelas-jelas berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Di tahun kedua pernikahannya, Taylo...