CHAPTER 10

151 2 0
                                    

Sudah tiga hari! Tiga hari pria itu tidak pulang kembali ke Los Angeles sehingga wanita harus mengambil tindakan ini. Pergi kembali ke Atlanta. Ia mengharapkan berita bagus dari kekasih barunya. Tetapi yang ia dapatkan jauh dari apa yang ia harapkan. Entah bagaimana bisa kekasihnya mendapatkan wajah yang penuh dengan plester dan tubuh yang kurus dalam waktu tiga hari. Apa yang pria ini pikir? Emma, yang sedang mondar-mandir di depan kekasihnya, marah! Atau lebih tepatnya ia kecewa. Emma tidak peduli Justin pulang tak membawa apa pun, tetapi setidaknya Justin pulang dengan selamat. Dan sekarang, ia diperhadapkan dengan Justin yang malang.

Ia khawatir, tentu saja. Dan bertanya-tanya siapa yang telah memukul wajah kekasihnya. Ia sudah bertanya pada Justin berkali-kali, dan Justin memilih untuk tidak menjawabnya dan meminta Emma kembali pulang ke Los Angeles. Emma duduk di ujung tempat tidur lalu menatap Justin dengan raut wajah iba. Pria itu duduk di atas sofa yang berhadapan dengannya, pakaiannya rapi seperti biasanya. Kedua alis Emma bertaut. Sementara Justin, wajahnya penuh plester namun tidak separah ketika ia keluar dari rumah sakit malam itu juga, saat ia membawa Java dan dirinya ke rumah sakit. Justin meninggalkan Java begitu saja di rumah sakit dan berharap pria itu tidak cacat.

Emma menarik nafas tajam. “Jadi, apa kau ingin pulang besok atau tunggu sampai plester-plester itu lepas dari wajahmu?”

“Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, Emma, sungguh,” ucap Justin menggeleng-geleng kepala. “Luka ini sudah sembuh, aku saja yang belum mencabutinya. Bagaimana kalau besok kau kembali ke Los Angeles, aku yakin bosmu tidak suka kau terus pergi ke Atlanta,” lanjutnya mendesah nafas yang sangat panjang. Emma bangkit dari ujung tempat tidur lalu melangkah menuju sofa dan duduk di sebelah Justin. Ia mengangkat kedua kakinya, bersimpuh di atas sana lalu tangannya menyentuh plester di bawah mata Justin. Plester transparan.

Dengan lemah lembut, Emma mencabuti plester itu. Ya, lukanya sudah kering, hanya tunggu sampai lukanya hilang dan tak membekas. Justin hanya memberi senyum terima kasih. Emma menurunkan tangannya lalu memainkan plester itu di atas pahanya. Wanita berambut cokelat kemerahan itu menggigit bibirnya. Mungkinkah Justin terus berada di sini karena adanya Taylor? Emma sudah pernah melihat Taylor dan wanita itu memang cantik. Justru Emma bingung mengapa Justin menceraikannya.

Sepulangnya dari Atlanta, Emma berusaha berpikir bahwa Justin tidak akan melakukan apa pun di Atlanta selain bertemu dengan anaknya atau perusahaannya yang ada di sana. Sayangnya, ia tak bisa. Sejak ia melihat Taylor memanggil Justin untuk masuk ke dalam ruang rawat Christopher, Emma tahu Taylor masih mengharapkan Justin agar pria itu kembali ke dalam pelukannya. Dan dua pria yang ada di hadapannya saat itu tidak begitu menyadarinya karena mereka pria. Mereka tidak bisa melihat di balik wajah datar itu terdapat wanita yang sangat membutuhkan pria-nya kembali. Ya, siapa lagi jika bukan Justin.

“Apa kau masih ada di sini karena Taylor?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Emma begitu saja, membuat Justin terkejut. Begitu juga Emma yang terkejut karena ia secara tak sengaja melontarkan pertanyaan itu. Pria itu berdeham dan entah mengapa pertanyaan itu sangat mengenai hatinya.

“Tidak,” bisiknya, “tentu saja tidak.” Justin berucap penuh keyakinan. Dan kenyataannya ia di sini memang untuk Taylor. Dan tentu saja untuk Christopher. Well, Justin ingin menjauhkan Java sialan itu dari Taylor sampai pria itu benar-benar pergi dari kehidupan Taylor. Emma memerhatikan raut wajah Justin yang tampak tak yakin. Dan yang ia lakukan hanyalah mengangguk mengerti.

“Aku masih ingin bertemu Christopher, jika boleh,” ucap Emma mengerjap-kerjapkan matanya. Justin hanya mengangguk. Dan saat itulah Emma sudah tak tahan lagi berhadapan dengan Justin. Ia bangkit dari sofa dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Oh ya Tuhan! Emma begitu bodoh sampai ia mau memiliki hubungan asmara dengan pria ini. Justin Almonde, pria yang memiliki perusahaan (meski ia tidak tahu perusahaan apa yang Justin miliki), yang memiliki satu mantan istri dan satu anak laki-laki yang tampan. Bukankah Justin memiliki keluarga yang sempurna jika ia tidak bercerai?

doomed by herenjerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang