|Bagain 9 🌷

8 2 0
                                    

Selamat membaca :)

🌷
.
.
.

Mana sempat, keburu telat.

Dimas benar benar tidak melihat sosok Rara lagi. Pandangannya sekarang hanya lorong yang panjang, dan di dalam ruangan hanya tersisa Jeka, Tita, Rakha, dan juga dirinya. Samuel sudah pergi mengikuti Sonya dan yang lainnya.

Dimas bergegas merapikan bukunya dan memasukkan ke tas. Dia ingin segera menyusul Rara, untuk melanjutkan ucapannya yang terpotong.

"Ngegas banget mas nya," ucap Jeka yang sedari tadi memerhatikan Dimas dan Rara. Jeka juga tidak sengaja mendengar perbincangan mereka, dan Jeka merasa aneh ketika Dimas melontarkan pertanyaan semacam itu. "Ngapa lu kok kepo banget, kan lu gak pernah tertarik sama yang namanya cinta-cintaan?" tanya Jeka melanjutkan.

"Kepo banget jadi orang," Dimas hanya menjawab sekenanya, dia bergegas keluar ruangan itu, dan berbelok pada belokan lorong, mengabaikan Jeka yang melontarkan pertanyaan pada nya. Mau dijelaskan sedetail apapun, Jeka tidak akan mengerti. Jika Dimas menjawab sudah pasti akan muncul pertanyaan baru yang terlontar dari mulutnya itu.

Jeka hanya diam saja ketika Dimas pergi meninggalkan nya. Ga peduli. Bodo amat.

Jeka sekarang justru dibuat bingung dengan pemandangan di belakangnya. Ada dua manusia yang saling tatap, tetapi tatapannya sangat sulit untuk diartikan. Hanya lawan yang satu yang tatapannya sulit diartikan, si perempuan.

Rakha dan Tita.

Rakha mungkin biasa saja diperhatikan seperti itu, sudah biasa. Rakha tidak asing jika ditatap oleh lawan jenisnya. Lagipula, Tita hanya teman sekelas nya Rara. Tidak masalah baginya jika beradu tatap dengan perempuan itu.

"Udah yuk nyusul yang lain," ajak Jeka pada Tita dan Rakha. Mereka pun bergegas pergi meninggalkan ruangan emas itu.

🌷

Satu Minggu setelah kejadian itu, Dimas belum sempat berbicara kepada Rara. Dia menjadi susah tidur karena memikirkannya. Selalu saja ada yang menghalanginya ketika Dimas hendak berbicara pada Rara, entah Jeka yang selalu menyela ucapan Dimas, atau Sonya yang selalu menarik Rara pergi, dan yang pasti Rakha yang selalu menggoda Rara.

Ganggu banget. Dimas juga butuh ruang untuk berbicara pada Rara. Mereka seperti tidak menganggapnya ada. Tetapi itu tidak mengurangi niat Dimas untuk berbicara dengan Rara, Dimas terus mencari akal bagaimana supaya dia bisa memiliki waktu dengan Rara.

Saat ini Dimas memilih untuk mengunjungi perpustakaan, dia akan mencari referensi untuk tugas nya. Mencari dari satu rak ke rak berikutnya. Dimas bukan tipe lelaki yang cepat bosan ketika berada ditempat sunyi dan sepi seperti perpustakaan ini, justru dia sangat bersahabat dengan lingkup ruang seperti ini. Hingga dia menemukan buku yang dia anggap dapat membantu, Dimas berbalik arah membawa buku tersebut ke meja dan mendudukkan dirinya disana.

Lembar demi lembar dibaca oleh Dimas dan tidak lupa dia mencatat hal yang menurut nya penting

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembar demi lembar dibaca oleh Dimas dan tidak lupa dia mencatat hal yang menurut nya penting. Hingga sayup-sayup Dimas mendengar ada seseorang yang ikut duduk disebelahnya. Dimas refleks menoleh ke samping kiri, dan betapa terkejutnya dia menemukan Rara yang duduk disebelahnya. Oh Tuhan keberuntungan apa ini? Ketika dirinya sangat sulit untuk menemui Rara, dan kini Rara lah yang datang menemuinya. Oh tapi tidak, tunggu dulu, Dimas tidak mengetahui apa yang Rara lakukan disini, ini hanya sebuah kebetulan dan tentunya keberuntungan baginya.

"Ra? What are you doing here?" tanya Dimas begitu saja pada Rara.

"Menurut lu? Ini kan perpustakaan, ya gua mau baca buku, apa lagi?" jawab Rara tanpa berpaling  dari buku yang sedang dia baca. "Tapi bukan itu sih tujuan utama gua," lanjut Rara yang membuat Dimas mengerutkan keningnya.

"Maksud nya gimana? Tujuan utama?"

"Hahahahahaha, lucu banget si lu Dim, banyak tanya juga ya lu hahahahahha" Rara justru menertawakan Dimas yang menurut nya sangat lucu. "Aduh udah ah cape, emm gua kesini itu mau nyari lu, tadi gua ngeliat lu kesini, terus ya udah deh, gua alesan untuk pergi ke toilet tapi gua kabur kesini," lanjut Rara.

"Kenapa lu nyari gua?" tanya Dimas lagi dan lagi, karena jelas, dia bingung dengan Rara.

"Kok lu malah nanya begitu, bukannya lu yang berusaha banget buat ketemu gua? Iya gak si? Apa perasaan gua doang?". Astaga sangat memalukan jika Rara salah duga, mau ditaruh dimana ini muka, Ya Tuhan tolong Rara.

Dimas pun langsung menutup buku dan memutar kursinya untuk menghadap Rara sepenuhnya. Kenapa dia bersikap bodoh di depan Rara.

"Astaga Ra, maaf, iya gua emang mau ngomong sesuatu sama lu, gua selalu disela setiap gua mencoba buat jelasin sesuatu ke lu, apa sekarang gua boleh ngomong sama lu?" Harap Dimas semoga Rara masih bersedia untuk mendengarkan nya.

"Are you okey? Tenang Dim, gua gak kemana-mana kok, santai ya. Gua bakal dengerin apa yang mau lu sampaikan ke gua. Lu bisa ngomong apapun kok, tenang aja. Gua udah siap untuk mendengarkan." Rara ikut menutup bukunya dan menghadap Dimas serta menatap mata Dimas yang kecoklatan itu.

🌷





Ihh haiii🌻

aduhh aku ngatau ya ini masih ada yang baca atau enggak, tapi aku baru inget ada bagian 9 ini di draf👀. Anywayss mau ngelanjutin, tapi ngerasa beda banget gtu 😢

kayaknya aku bakalan tetep ngelanjutin, tapi nga bakal panjang gtu kedepannya, hanya sekedar obrolan hangat untuk mengobati rasa lelah kalian di masa sekolh online ini.. 💜

semoga bisa sedikit menemani kalian yaa nantinya 🙌

see you, mari mulai merakit kata indah..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Takdir KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang