Jeonghan sudah paham dengan risiko pekerjaannya. Tidak ada libur dan sulitnya mengambil cuti di saat seperti ini. Sebab, musim panas tidak akan pernah berdamai dengannya. Suhu tinggi memang memicu permasalahan tetapi tidak hanya satu dampaknya. Selama pria itu bekerja, ada dua masalah yang selalu datang di musim ini; dehidrasi dan flu. Mereka selalu memeluk erat anak-anak bandel yang tidak mematuhi aturan orangtuanya. Anak-anak yang enggan meminum air mineral dan lebih memilih untuk menelan sebongkah es terus-menerus tentu memanggil si jahat untuk turut menaikkan suhu tubuh. Flu di musim panas terdengar konyol, tetapi percayalah hal itu justru sering terjadi di setiap musim ini.
Jeonghan menghela napas kesekian kalinya, pasien terakhirnya sudah selesai berkonsultasi. Seharusnya, dia pulang sekarang, tetapi tatkala dirinya hendak memasuki lift, sosok gadis memanggilnya. Menghentikan langkahnya dan berbalik, Jeonghan dibuat heran oleh sosok itu. Namun, dia tetap memasang senyum malaikatnya seperti biasa.
Melirik pada jam di pergelangan tangan, rasa herannya semakin meningkat. Jadi, menghampiri si gadis lalu sedikit membungkuk untuk menyetarakan tinggi, Jeonghan bertanya, "Hai, gadis manis. Kenapa masih berkeliaran di sini? Orangtuamu di mana?" si gadis menggelengkan kepalanya membuat pipi gembilnya bergoyang. Jeonghan yang melihatnya, menahan diri untuk tidak mencubit pipi menggemaskan itu.
"Mama dan Papa sedang tidur. Hana bosan, tidak ada yang bisa diajak main. Paman mau tidak bermain dengan Hana?" Jeonghan sedikit mengernyit mendengar penuturan bocah bernama Hana. Ah, Jeonghan sedikit mengerti setelah beberapa sekon waktu ia berpikir. Mungkin saja, salah satu orangtuanya dirawat di rumah sakit dan salah satunya menemaninya hingga tertidur atau mungkin keduanya sama-sama sakit. Akan tetapi, daripada pusing memikirkan itu, Jeonghan ingin mengiyakan ajakan si bocah. Entah kenapa, rasa lelahnya hilang ketika netranya melihat sosok manusia kecil di hadapannya ini.
Jeonghan mengusap surai lembut milik Hana. "Hana bosan? Kalau begitu, ayo ikut Paman! Kita bisa bermain di taman." jemari dokter anak itu menggenggam jemari kecil Hana, menuntunnya untuk memasuki lift. Bermain sebentar dengan bocah cilik nan menggemaskan bukanlah hal buruk, rasa penatnya bisa sedikit terobati dengan tingkah lucunya. Benar. Yoon Jeonghan, dokter anak satu-satunya di Rumah Sakit Hyewon adalah sosok pria berhati lembut bak malaikat yang mencintai anak-anak melebihi kasurnya. Itulah alasan mengapa ia rela mendapatkan shift panjang, agar dapat bertemu anak-anak. Tidak peduli dengan jam tidurnya yang berkurang.
Taman rumah sakit tampak ramai sekali. Beberapa pasien menikmati udara di sore hari. Udara hangat yang menyegarkan dibanding udara dingin di kamar mereka yang menyesakkan. Jeonghan mengikuti Hana yang berlarian di taman, bocah itu mengejar kupu-kupu yang terbang rendah. Seulas senyum tipis terpatri di wajahnya ketika mendengar gelak tawa si bocah.
Menggemaskan sekali.
Baru saja hati Jeonghan menghangat, kini malah dibuat kaget bukan main. Hana tersandung akar pohon lalu terjatuh. Jeonghan dengan cepat menghampirinya dan membantu si bocah untuk duduk. Lutut, siku kedua tangan dan dagu si bocah memar. Dengan cekatan dan telaten, Jeonghan mengobati luka itu dengan peralatan medis yang ia bawa di tasnya.
Menghela napas, Jeonghan menatap Hana dengan kerutan di dahi membuat gadis itu terkikik geli.
"Wajah Dokter lucu sekali." Jeonghan mendengus, tak terima dikatai lucu, tetapi ia tetap tersenyum. "Hana harus hati-hati kalau sedang lari." alih-alih mengangguk, si bocah itu malah memiringkan kepalanya seolah tengah berpikir serius. "Harus hati-hati seperti saat Hana bertemu dengan orang asing?" kalimat yang meluncur dari mulut Hana menyebabkan keterkejutan bagi Jeonghan.Mengangguk kaku, Jeonghan membalas singkat, "Iya." lalu mengusap puncak kepala Hana. Sungguh, pria itu tak pernah mengira Hana akan membalasnya demikian. Netra Hana menatap wajah Pak Dokter dengan pandangan polos. "Seperti Dokter?" tanya Hana. Pergerakan tangan Jeonghan berhenti seketika. Pria itu sebisa mungkin menyembunyikan raut terkejutnya lagi. Dengan cepat, ia mengubah ekspresinya dengan tawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Breeze || Seventeen ✔
FanfictionSummer Breeze Bersamaan angin yang bergerak tenang, ketiga belas pemuda menemukan kisah mereka sendiri di musim panas tahun ini. Layaknya es krim yang berpadu dengan teriknya matahari; menyegarkan, menenangkan, dan mengejutkan. Mereka sadar bahwa ge...