🌈 05🌈

1.6K 186 19
                                        

PLEASE VOTE AND COMMENT

Wirga sedang terbaring sambil menatap dinding kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wirga sedang terbaring sambil menatap dinding kamarnya. Dia terlihat sangat frustasi. Percakapan antara dirinya dan wanita itu masih membekas dalam benaknya. Begitupun dengan kejadian beberapa tahun lalu. Bedanya, dia sudah bisa mengendalikan dirinya sendiri. Itupun karena dia telah meminum beberapa dosis pil penenang.

Wanita itu, wanita yang enggan Wirga panggil dengan sebutan Mami, adalah wanita yang menyakitkan hati Wirga sampai kekedalamannya. Wirga benci wanita itu, namun tak ada yang bisa ia lakukan. Pada akhirnya ia hanya berakhir dengan menyakiti dirinya sendiri.

Beberapa tahun lalu, tepatnya disaat usia Wirga masih 9 tahun, Mami dan Papinya sering bertengkar. Awalnya Wirga hanya mendengar pertengkaran itu dikamar. Lama kelamaan pertengkaran itu terjadi dihadapannya. Papi memang tak pernah memukul Mami, tapi kata-kata yang Papi keluarkan sunggulah menyayat hati.

Hingga dibeberapa pertengkaran, Papi memilih untuk keluar dari rumah. Menyisakan Mami yang terisak dalam tangisnya. Hal yang dapat Wirga lakukan hanyalah menangis dalam diam sambil bersembunyi dibalik pintu.

Semakin hari, pertengkaran itu rutin terjadi. Wirga sudah muak dengan semuanya. Hatinya mendidih karena rasa sakit hati yang selalu ia tahan sendiri. Oleh sebab itu, dengan keberanian yang miliki ia masuk kedalam pertengkaran Mami dan Papi. Tepat saat Papi hendak keluar dari rumah. Dia bersimpuh pada kaki Papi, memohon agar Papinya jangan pergi.

Dengan nada terisak, Wirga berjanji bahwa ia tidak akan nakal lagi. Dia berpikir jika penyebab pertengkaran kedua orang tuanya adalah karena dia. Papi meraihnya, membawa Wirga dalam dekapan yang sangat erat. Wirga bisa merasakan bahwa Papi juga terisak. "Demi dia saya pertahankan kamu, tolong jangan kecewakan saya lagi." Ucapan Papi kala itu masih terekam jelas dalam benak Wirga sampai saat ini.

Wirga larut dalam bayangan masa lalunya. Bayangan yang merupakan awal dari trauma yang ia miliki. Selama ini ia merahasiakan penyakit mentalnya dari siapapun. Hanya Jerryl, Dokter Hasan dan istrinya yang tahu bahwa Wirga menyidap PTSD, atau yang dikenal juga gangunggan stres pascatrauma. Dulu pada saat ia mengalaminya, dia bisa melukai dirinya sendiri. Menyayat-nyayat pergelangan tangannya dengan silet, bahkan menusuk-nusuk pena ke sekujur tubuhnya, sadis bukan? Itu dia lakukan untuk menghilangkan rasa sakit dihatinya.

Berkat konsultasi dengan Dokter Hasan, secara perlahan kemauan untuk menyakiti fisiknya menghilang. Namun, Wirga belum sembuh seutuhnya. Dia masih harus berjuang untuk sembuh dari PTSDnya.

Trauma yang berkepanjangan itu pun yang membuat Wirga mengalami penyimpangan seksual. Ia takut dengan wanita. Ia takut akan disakiti. Apalagi dia pernah diperkosa. Ah, untuk sekedar membahasnya saja nafas Wirga sudah memburu dan kepalanya pening. Dia belum bisa berdamai dengan masa lalunya, pun dengan orang-orang dimasa itu.

Kini Wirga mendesah berat, karena selain orang terdekatnya, Sakura telah melihat sisi terlemah sekaligus terburuk darinya. Belakangan ini masalah selalu menimpa Wirga satu persatu. Ada masalah apa sih semesta sama Wirga?!

Mr. GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang