Prolog

63 7 1
                                    


Apa yang akan kalian lakukan ketika melihat semua harapanmu secara tiba-tiba musnah, dan di waktu yang sama orang-orang yang kalian sayangi pergi untuk selamanya? Ya... dan saat ini lah yang terjadi pada diriku.

Tubuh kecil ini seketika membeku setelah melihat kenyataan yang benar-benar pahit. Dadaku terasa sesak, yang aku bisa saat itu hanyalah bersujud dan menangis setelah melihat kedua orang tuaku lenyap di telan kobaran api yang besar. Hatiku benar-benar hancur, semua petugas keselamatan berusaha untuk menyelamatkan korban yang ada di dalam gedung tersebut. Namun, dari sekian banyaknya petugas tidak ada satupun dari mereka yang menemukan kedua orang tuaku. "Kenapa anak berumur lima tahun sepertiku harus mengalami hal seperti ini?" rintihku.

Tak lama ada gadis berambut jingga yang seumuran denganku menjulurkan tangannya menawarkan pertolongan kepadaku, dan seketika aku terdiam dan mulai memperhatikan gadis ini. "Jangan menangis, aku di sini akan membantumu" kata gadis itu sambil memamerkan gigi mungilnya. Tanpa berfikir panjang, aku berusaha menyentuh tangan mungil itu. Akan tetapi gadis itu lenyap layaknya butiran pasir yang tertiup angin secara perlahan. Aku terus berusaha menggapai tangan sang gadis, akan tetapi aku gagal. Dan lagi-lagi suasana membisu ini menyelimutiku.

Seketika aku terbangun dari mimpiku, rasanya kepalaku ingin meledak, "mimpi itu lagi huh?".

※※※

Namaku Sanada Aoi, aku bisa di bilang bukanlah remaja SMP biasa, bagaimana tidak? Anak SMP sepertiku sudah sangat ahli di bidang sains layaknya scientist, ya itu karena dulu kedua almarhum orang tuaku adalah scientist tersukses dan terkenal di kotaku, Kawasaki. Sejak kecil aku selalu berlatih konsentrasi dengan olahraga menembak di klub menembak. Bahkan aku terbilang sangat mahir menggunakan dua senjata magnum bersamaan. Namun, aku memiliki tujuan dan alasan tersendiri kenapa aku belajar menggunakan senjata magnum ini, dan tidak semua orang mengetahui ini, hanya sahabatku yang mengetahui hal tersebut. Ah, aku lupa sudah jam 06.30 aku harus segera ke sekolah. "itte kimasu" ucapku sambil mengunci pintu rumahku.

Semenjak kedua orang tuaku meninggal tepatnya sepuluh tahun yang lalu, aku merasa diriku benar benar hampa, walaupun dari sisi pandang orang lain aku benar-benar anak yang penuh keberuntungan, aku rasa semua itu hanya kekeliruan. Panas, dingin, gelap, terang, menurutku semua itu sama saja. Hmmm? Sepertinya aku terlalu banyak melamun hingga aku tak sadar sudah sampai depan gerbang sekolah.

"Ohayou" ucapku pelan sambil menggeser pintu kelas. "Ohayou Aoi!" tiba-tiba terdengar suara yang mengejutkanku berasal dari sebelah kananku, saat sebelum aku menoleh ke arah suara tersebut, tiba tiba ada lelaki remaja berambut pirang yang memelukku dengan antusiasnya namanya Nakahara Itsuki sahabatku dari tahun pertama aku di SMP.

"Oi, ada apa denganmu hari ini, kau benar benar terlihat tidak bersemangat seperti biasanya?"

"bukankah aku selalu seperti ini?"

"haha...maaf, habisnya kau selalu terlihat murung, sesekalilah kau tersenyum setidaknya kepada sahabatmu ini"

"tidak akan, kau harusnya tahu kan alasan ku seperti ini setiap saat?"

"ya, ya, aku tahu itu."

Aku tidak pernah mengerti kenapa si bawel Itsuki ini masih ingin berteman denganku, padahal aku sering tidak menganggap keberadaan nya, dan terbilang tidak suka berkomunikasi dengan orang-orang. Aku rasa aku memang anak yang beruntung karena memiliki teman yang penyabar sepertinya.

Di waktu yang sama, bel masukpun berbunyi pertanda jam pelajaran pertama akan segera di mulai. Haruko sensei, guru matematika sekaligus wali kelas kamipun masuk ke kelas. Aku rasa ini akan menjadi hari yang panjang. Kenapa aku masih kau biarkan hidup, Tuhan?

※※※

KiReiSaKaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang