1. Prolog

5.3K 402 20
                                    

Apartemen sederhana di tengah Kota Cambridge terlihat tenang dan sepi. Sepertinya sang pemilik belum berniat bangun dari dunia mimpinya. Tidak ada yang istimewa dan mewah dalam apartemen itu. Ruang tamu dengan ukuran 4x4 meter berisi satu sofa panjang, tikar beludru, dan meja kecil sebagai pemanis. Tak lupa tv dinding terpajang apik di seberangnya. Dapur kecil berukuran 2x2 meter dengan meja mini bar sebagai pembatas ruang tamu. Selanjutnya kalian akan menemukan kamar penghuni yang berukuran 5x4 meter dan masih tertutup rapat.

Pintu kamar itu terbuka, menampakkan pemuda dengan celana training hitam berlogo centang dan kaos lengan pendek yang berwarna senada. Rambut acak-acakan menandakan ia baru saja kembali dari dunia mimpinya. Pemuda itu melangkah menuju dapur yang telah menemani perjuangannya menjadi master chef. Mengambil gelas kaca panjang, mengisinya dengan air, lalu meneguknya hinga tandas.

Neneknya selalu mengomentari apartemen tempat tinggalnya. Mengatakan terlalu sempit, tak layak huni, atau seperti kandang Juubi. Hewan berlengan delapan dari Phylum Molusca peliharaan kakeknya. Dan ketika itu terjadi ia hanya bisa mengangguk mengiyakan perkataan neneknya. Ia hanya ingin berhemat untuk masa depannya kelak.

Hidup sebagai mahasiswa tidak semenyenangkan di drama picisan, apalagi di tanah rantau, keras. Ia bahkan selalu datang jika Kedutaan Besar Jepang mengadakan festival, semata-mata mendapat makanan gratis. Selama ia menjadi mahasiswa, gratisan adalah yang harus diburu meskipun sangat menyebalkan. Ia hanya berdoa semoga keluarganya tidak mengetahui tabiatnya menjadi pemburu gratisan.

Sendal rumahnya melangkah membawanya kembali ke kamar untuk menikmati akhir pekannya yang tenang. Ia bersandar di kepala ranjang setelah menyambar ponselnya di nakas. Mengotak-atik sebentar dan senyum kecil terlukis di bibir tipisnya ketika melihat puluhan Line dari seseorang yang menceritakan harinya hari ini. Ia melihat jam di aplikasi ponselnya yang menunjukkan pukul 07.10 AM. Masih ada beberapa jam untuk menghabiskan waktu bersama sebelum kekasihnya itu tidur. Tanpa pikir panjang ia segera menekan icon VC di ponselnya. Sedikit memberi kejutan, pikirnya.

Tut.tut.

"Astaga Sasuke-kun kenapa tidak bilang dulu?"

Senyum tipis segera tercetak di bibirnya ketika gendang telinganya menangkap suara yang sangat ia rindukan. "Hei, gelap Sakura." Apa-apaan kekasihnya di sana itu menutup akses kameranya.

"Sengaja hehehe. Kamarnya berantakan, sebentar ya."

"Dasar." Kekehan kecil keluar dari bibir Sasuke. "Sekarang buka kameranya dan biarkan aku melihatmu."

"Hai. Apa kabar?" Iris hitamnya melihat Sakura melambaikan tangannya. "Baru bangun tidur ya? Bagaimana tidurmu? nyenyak?"

Sasuke mengangguk pelan. "Aku cukup baik kuharap kau juga sama baiknya dengan ku."

"Tentu Sasuke-kun."

Senyuman tipis tak kunjung luntur dari bibir Sasuke. "Apa yang kau lakukan?"

"Masih revisi laporan praktikum Cadaver." Netra hitamnya mendapati Sakura yang tengah menunjukan laporan penuh coretan dosennya. Dan Sasuke menghargai itu. "Sasuke-kun sendiri bagaimana? Kapan rencananya sidang?"

"Lusa. Doa'akan ya." Gendang telinganya menangkap suara takjub dari gadisnya.

"Wah keren. Enak ya kalau pintar, baru tiga tahun sudah skripsi saja."

Lagi-lagi kekehan kecil keluar dari bibir Sasuke. Sungguh, rasanya ia ingin segera kembali ke Jepang dan mencubit hidung Sakura yang tengah mengerucutkan bibirnya sebal. "Jangan pasang wajah seperti itu sayang."

Keep [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang