Cewek bersurai panjang itu menyembunyikan wajah nya dilipatan bantal sambil terus menangis. Di sisi bantal, ponsel nya tampak menyala menunjukkan sebuah foto sepasang kekasih yang tengah berpose.
Terlihat bahagia. Namun sayang, itu dulu. Cowok itu sekarang sudah pergi. Benar-benar diluar ekspektasi. Di saat si cewek berusaha untuk bertahan namun si cowok malah pergi meninggalkan nya.
Sakit? Jelas. Perasaan yang makin hari makin bertambah itu hancur dalam sekejap. Rasa nyaman yang hinggap pada diri cewek itu seakan kehilangan sang empu nya yang memilih pergi.
Tok.
Tok.
Tok.
"Nora, buka ini gue."
Wajah Nora terangkat saat mendengar suara yang tak asing. Spontan ia menghapus airmata nya dan segera berlari membukakan pintu kamar tanpa melihat keadaan nya yang kini tampak berantakan.
"Ben!"
Nora memeluk tubuh tegap sahabat nya yang berdiri di depan pintu. Ben yang terkejut segera menyeimbangkan tubuhnya saat mendapat pelukan tiba-tiba dari Nora.
"lo kenapa?" tanya Ben.
Tangis Nora kembali tumpah. Dan di saat itu Ben membawa Nora untuk masuk ke dalam kamar cewek itu.
Ben mengusap punggung Nora yang bergetar di pelukan nya, "lo di apain sama Gibran? Gibran nyakitin lo?"
"gue putus." Nora menjeda, "Gibran selingkuhin gue, hiks."
"jingan." umpat Ben.
"gue sayang sama Gibran Ben, gue gak mau kehilangan dia. Gue gak mau putus. Gue gak sanggup Ben hiks hiks."
Cengkraman tangan Nora pada kaus yang dikenakan Ben semakin kuat seiring deras nya airmata yang semakin jatuh.
Ben menghembuskan nafas pelan. Ia menangkup wajah Nora sambil menghapus airmata nya.
Tatapan Ben yang datar jatuh pada lingkaran hitam yang ada dibawah mata Nora serta bibir yang tampak pucat itu.
Ais, sebenarnya sudah berapa lama gadis itu menangis?
"lo sayang sama cowok itu tapi lo gak sayang sama diri lo sendiri? Udah berapa lama lo diem diri di dalem kamar nangisin dia? Kata ayah juga lo gak mau makan kan? Lo nyiksa diri lo sendiri tau gak." kata Ben datar.
Nora lantas menjauhkan tangan Ben dari wajah nya dan membuang muka ke samping, "lo gak akan ngerti gimana jadi gue."
"gue ngerti. Gue tau gimana rasanya diselingkuhin, pasti sakit. Sebagian orang pernah ada di posisi lo."
"kenapa gue harus ketemu sama Gibran kalo ujung-ujungnya kayak gini." gumam Nora kemudian menunduk memilin jemari-jemari nya sendiri.
"dengerin gue." Ben menarik kepala Nora hingga bersandar di bahu nya, "di setiap pertemuan pasti akan selalu ada yang nama nya perpisahan. Kalimat lumrah, semua orang pasti tau dan sering banget denger. Tapi emang bener. Itu kenapa kita juga penting menghargai waktu, karna kejadian kemarin belum tentu akan terulang sekarang ataupun besok. Rencana Tuhan sulit di tebak. Tapi lo juga harus percaya kalo rencana Tuhan itu rencana yang paling baik. Kalo Gibran jodoh lo, lo jangan khawatir pasti suatu saat Gibran bakal balik ke lo."
"dan kalo Gibran gak balik ke gue, berarti Gibran bukan jodoh gue?"
Ben mengangguk, "you can say that."
"tapi gue sayang banget sama Gibran, gue gak mau putus Ben."
"kalo Gibran juga sayang sama lo, dia gak akan putusin lo. Lo lupain Gibran, di luar sana masih banyak cowok yang mau sama lo."
"gue gak bisa, gue gak yakin kalo gue bisa lupain Gibran."
"semua nya berproses Ra, gak mungkin juga lo bakal lupa sama Gibran dalam waktu sekejap. Lo jangan khawatir, gue bakal bantu lo."
"gimana cara nya?"
"lo gantian cintai gue."
Plak.
"gak lucu." kekeh Nora tanpa sadar.
Ben mengulum senyum tipis, "gitu dong senyum."
"Ben gak lucu!"
"lo belum makan kan? Gue bawain makanan kesukaan lo tapi gue simpen di bawah."
"ayam bakar?"
"yes."
Nora menghela nafas kemudian membaringkan tubuh nya dengan posisi tengkurap. "tapi gue gak nafsu makan, lo kasih ayah aja."
"oh jadi gitu? Gak mau makan makanan dari gue sekarang? Sia-sia dong gue ngeluarin duit."
Nora sontak melempar bantal hingga mengenai wajah Ben sebelum ia bangkit dari posisi nya.
"jangan pulang temenin gue disini."
"iya, asal lo makan."
"tapi gue gak nafsu makan Ben sumpah, gue masih kepikiran Gibran."
Ben memutar bola matanya sambil menatap Nora datar, "lama-lama gue enek denger alesan lo. Cepet ke bawah, lima menit lo ngga turun gue beneran pulang."
Ben berjalan meninggalkan Nora yang cemberut kesal. Ia menemui teman-teman nya yang sedang berkumpul di ruang tamu kediaman Nora.
"gimana? Nora mau keluar?" tanya Raymond begitu melihat Ben duduk di sofa.
Ben mengangguk singkat. Mata nya terus mengarah pada tangga, menunggu sosok yang ia yakin sebentar lagi akan turun.
"NORAAAA!" kedua sahabat Nora yaitu Aika dan Ami segera berlari memeluk Nora saat cewek itu sampai di ujung tangga.
Untung Nora gerak cepat memegang tiang tangga, coba jika tidak? Habis lah pasti tubuh nya terjerembab di lantai.
"kok kalian ada disini juga?" tanya Nora saat Aika dan Ami melepaskan pelukan nya.
"yaiya lah, kita tuh khawatir sama lo. Lagian lo kenapa cuma cerita ke Ben kalo lo sama Gibran putus?" tanya Ami mencebik sebal.
"ya..ya maaf."
"lain kali kalo lo ada masalah cerita juga dong Ra sama kita, kita juga kan mau bantu lo. Kesan nya gak berguna banget kita sebagai temen lo kalo lo gak cerita." kata Aika sambil mengusap bahu Nora.
"jangan ngomong gitu dong Ka." kata Nora merasa bersalah.
"gue tau semua orang punya privasi, tapi seenggak nya kita juga temen lo. Lo janji ya kalo ada masalah cerita sama kita jangan di pendem sendiri?" kata Aika dan Nora mengangguk sambil bergumam maaf.
"woy cepet kesini, Ben udah mau ngamuk." teriak Ivar.
"yauda yuk kita ke sana, Ben bawain makanan banyak banget tau."
Aika dan Ami segera menarik tangan Nora guna menemui ketiga lelaki itu.
"gue ke dapur dulu ambil minum." kata Ben saat melihat Nora yang sudah duduk.
Jangan heran jika Ben bersikap layak nya tuan rumah. Ia sudah menganggap rumah Nora seperti rumah nya sendiri. Sejak kecil Ben dan Nora sudah saling mengenal karna memang ayah mereka yang sejak SMA sudah bersahabat, di tambah lagi ayah mereka kini merintis kerja sama di salah satu perusahaan milik keluarga Ben.
"Ben."
Ben yang sedang mengambil air minum di lemari pendingin sontak menoleh saat seseorang memanggil nya.
"makasih ya kamu udah bujukin Nora buat makan. Dia kenapa sih sebenarnya?" tanya Sandi--ayah Nora.
"biasa yah, masalah anak muda."
"kamu jaga Nora baik-baik ya Ben, ayah percaya sama kamu. Nora satu-satunya putri ayah yang ayah punya."
"pasti yah, Ben bakal jaga Nora sesuai permintaan terakhir almarhumah bunda."
"makasih nak." kata Sandi sambil menepuk bahu Ben.
•••••
Say hay^^
Nora meisie.
Ben cakra nicholas.
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R A [on going]
Teen Fictionnyatanya, semua itu hanya omong kosong. janji-janji, perhatian, dan kalimat-kalimat manis mu kala itu hanya sebuah kebohongan belaka. bodoh nya aku yang terlalu begitu percaya. perhatian mu semua aku anggap sebagai rasa sayang mu padaku, namun itu s...