Nora memperhatikan penampilan nya di depan cermin. Ia sudah berseragam lengkap. Rambut sepunggung nya sengaja ia gerai dengan bibir pucat yang ia oleskan sedikit lipbalm.
Sebenarnya Nora merupakan gadis yang tidak begitu memikirkan soal penampilan wajah. Bahkan ia tidak begitu mengerti banyak tentang make-up. Ke sekolah pun ia hanya mengenakan bedak tabur serta lipbalm sebagai pelengkap nya.
"Nora, Ben udah nunggu tuh."
"iya yah!" kata Nora sedikit berteriak. Ia menghembuskan nafas, sebelum akhirnya menggendong ransel kemudian turun ke bawah guna menemui Ben.
"Nora berangkat ya yah." Nora mencium punggung tangan Sandi kemudian diikuti oleh Ben.
"hati-hati Ben, jangan kebut-kebutan." kata Sandi yang di balas anggukan dari Ben.
Cowok berjaket jeans itu menyalakan motor nya saat Nora sudah naik. Ia membunyikan klakson, sebelum akhir nya melajukan motor besar tersebut keluar dari halaman rumah Nora.
Nora memeluk Ben dari belakang, menempelkan kepala nya pada punggung gagah Ben dengan nyaman. Nora juga memejamkan matanya sambil menikmati semilir angin pagi yang menyapu kulit putih nya.
Tanpa sadar, setetes airmata jatuh. Kenangan bersama sang mantan kekasih terngiang di benak Nora. Dimana waktu itu ia pernah pergi berdua bersama Gibran dengan menaiki motor besar milik cowok itu. Sederhana memang, namun itu cukup membuat Nora bahagia.
Nora merindukan momen itu. Ia masih tidak menyangka jika Gibran akan meninggalkan nya karna yang ia lihat Gibran begitu mencintai nya. Gibran perhatian. Dan mungkin itu yang membuat Nora nyaman akan sosok nya.
Tetapi, ternyata Gibran diam-diam kembali bertukar pesan WhatsApp dengan mantan kekasih nya waktu SMP dulu. Hal itu ketahuan oleh Nora ketika Nora meminjam ponsel Gibran, dan kebetulan sebuah notif dari seorang gadis bernama Vany muncul. Nora lantas menanyakannya kepada Gibran. Gibran mengaku pada saat itu, bahwa dirinya masih mencintai Vany. Sampai akhirnya Gibran meninggalkan Nora dan memilih kembali bersama mantan kekasih nya.
"lo ga mau turun?"
Nora tersadar. Ia membuka mata dan melihat sekeliling yang ternyata ia sudah berada di parkiran sekolah. Tanpa pikir panjang Nora segera turun dari motor Ben.
"lo nangis?" tanya Ben begitu ia melepas helm fullface nya.
"engga."
"kenapa?"
"kenapa apa nya?"
"itu lo nangis."
"gue gak nangis."
"keinget lagi sama brengsek itu?"
"jangan sebut Gibran brengsek!"
Ben mengangguk paham, "iya bukan brengsek, bangsat ya kan?"
"Ben ih!" Nora memajukan bibirnya sambil memukul lengan Ben.
Ben turun dari motor nya kemudian merangkul bahu Nora, "kalo lo ketauan nangis lagi gue hajar si Gibran." Detik selanjutnya Ben membawa Nora berjalan menyusuri koridor.
•••••
"Ben?" Nora mencolek-colek lengan Ben yang duduk di samping nya.
"hm."
"tadi pagi bener ucapan lo? Kalo gue nangis lagi lo bakal hajar Gibran?"
Ben lantas melirik Nora yang sedang menatapnya, "kenapa?"
Nora menunjuk meja pojok kantin dengan mata nya, dan Ben mengikuti arah pandang Nora.
"disana ada Gibran sama temen-temen nya. Kalo gue nangis disini sekarang, lo bakal hajar Gibran?"
"iya."
"serius?"
"iya."
"lo emang berani hajar Gibran di depan semua orang?"
"iya."
"ish jangan iya-iya aja!"
Ben lantas bangkit dari duduk nya, namun tangan nya segera di cekal oleh Nora.
"eh mau kemana?" tanya cewek itu.
"gue mau buktiin."
"lo beneran mau hajar Gibran? Duh ya lo tuh bar-bar banget, orang gue becanda juga. Lagian mana rela gue ngeliat muka Gibran bonyok gara-gara lo. Ayo duduk lagi." Nora menarik tangan Ben hingga cowok itu kembali terduduk.
"bucin." kata Ben kepada Nora.
"bacot."
"ish lo tuh bisa gak sih gausah nempel-nempel sama gue? Kalo nampan nya jatoh gimana?"
Pandangan Ben dan Nora sontak teralihkan saat mendengar Ami yang ngedumel. Wajah cewek itu terlihat sangat kesal dengan kedua tangan membawa nampan berisi bakso pesanan teman-teman nya, sementara Ivar yang sejak tadi mengganggu hanya tersenyum melihat wajah Ami yang tampak lucu.
Ami meletakkan nampan tersebut diatas meja dengan sedikit bantingan. Kemudian ia duduk dan di susul oleh Ivar yang duduk disamping nya.
Tak lama kemudian, datang Aika bersama Raymond yang membawa nampan berisi minuman. Sepasang kekasih itu tampak tenang dan akur, sangat berbeda dengan Ivar dan Ami yang selalu adu bacot.
"jangan cemberut gitu dong." Ivar mencolek dagu Ami sambil tersenyum menggoda.
"anjrit gausah pegang-pegang!"
"udah heh berantem mulu, cepet makan." kata Aika yang kemudian memasukkan bakso tersebut kedalam mulut nya.
"Ivar! Bisa gak sih lo ke sono'an dikit? Sumpek nih gue, lo nempel-nempel mulu!" kata Ami kepada Ivar yang mulai menyantap bakso nya.
Ivar hanya mengedikkan kedua bahu nya acuh. Ia enggan bergeser karna posisi nyaman nya memang sudah begini.
"udah nyaman bep." kata Ivar.
Ami berdecak, "bap bep bap bep, jijik!"
Empat pasang mata yang berada di meja itu hanya menggelengkan kepala melihat Ivar dan Ami yang tak pernah akur. Pasti akan ada saja yang membuat Ami kesal karna perlakukan Ivar pada nya.
"kenapa ga dimakan?" tanya Ben saat melihat Nora yang memainkan ujung sedotan minuman nya.
"gak nafsu."
"makan." titah Ben.
"engga."
"perlu gue suapin?"
"engga ish!"
"makan kalo lo gak mau Gibran gue hajar."
Nora mencebik sebal, "iya iya." kata nya yang perlahan mulai melahap bakso itu dengan ogah-ogahan.
"stt stt, Gibran liatin lo." bisik Aika sambil menyenggol pelan lengan Nora. Nora yang mendengar nama mantan kekasih nya di sebut jadi tersedak. Dan buru-buru Ben menyodorkan minuman dingin kepada Nora.
"kenapa?" tanya Ben.
"ha? ng-ngga gue gapapa." Nora kembali melanjutkan kegiatan memakan bakso nya. Namun, kini pikiran nya tertuju pada Gibran. Benarkah cowok itu sedang melihat kearah nya? Karna penasaran, Nora mendonggakkan kepala nya guna melihat meja yang di tempati oleh Gibran dkk. Ternyata benar. Namun selepas kepergok oleh nya Gibran segera membuang pandangan kearah lain.
Ish, decak Nora dalam hati.
"gausah diliatin."
Nah kan, Nora juga jadi kepergok oleh Ben.
•••••
Vote and coment^^
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R A [on going]
Teen Fictionnyatanya, semua itu hanya omong kosong. janji-janji, perhatian, dan kalimat-kalimat manis mu kala itu hanya sebuah kebohongan belaka. bodoh nya aku yang terlalu begitu percaya. perhatian mu semua aku anggap sebagai rasa sayang mu padaku, namun itu s...