part 6

73 8 0
                                    

Pagi ini hujan turun deras mengguyur ibu kota. Kendaraan yang berlalu lalang melaju dengan kecepatan sedang di karenakan jalanan yang licin. Di tambah lagi, angin yang berhembus lumayan kencang membuat para pengemudi harus berhati-hati.

Di dalam mobil sport merah tersebut suasana nya tampak hening. Yang terdengar hanya suara rintik hujan dari luar. Kedua nya terlihat asik dengan dunia masing-masing.

"lo gak capek setiap malem nangis terus?" tanya Ben yang akhir nya bersuara memecah keheningan.

"gue gak nangis." kata Nora yang masih setia menatap keluar jendela.

"jelas-jelas mata lo sembab setiap pagi."

"gue begadang."

"iya, begadang nangis."

"dasar sok tau."

"lo mending lupain Gibran, jangan nyakitin diri lo sendiri."

Tidak ada sahutan dari Nora. Cewek itu tampak terdiam dengan posisi nya.

"lo nangisin seseorang yang jelas-jelas udah nyakitin lo. Setiap malem lo gak absen nangis cuma mikirin Gibran. Lo pernah berfikir juga engga sih, disana Gibran mikirin lo apa engga?"

Nora masih diam. Otak nya mencoba mencerna kalimat yang baru saja di lontarkan oleh Ben. Iya juga sih, kita mikirin doi tapi belum tentu juga doi mikirin kita.

"gue tau lo masih berada di zona patah hati, tapi ya engga setiap malem juga lo nangis mikirin dia. Gila tau rasa lo."

Nora lantas memukul keras lengan Ben membuat cowok itu meringis.

"sembarangan kalo ngomong." kata Nora kesal.

Ben tidak menyahut, ia memberhentikan mobil nya di parkiran sekolah begitu ia dan Nora sudah sampai.

Ben keluar dari mobil nya dengan sebuah payung putih yang di pegang nya. Ia membuka pintu samping kemudi untuk membawa Nora masuk kedalam gedung sekolah.

Di rengkuh nya bahu kecil Nora oleh Ben. Kedua remaja itu melangkah cepat guna menghindari cipratan air yang mengenai tubuh mereka.

Ben melipat payung nya begitu ia dan Nora sampai di koridor. Ia menyimpan asal payung tersebut di pinggir dinding.

"kok di simpen disitu?" tanya Nora.

"biarin aja."

"ih ambil, nanti ada yang bawa."

"cepet ke kelas."

Nora mendengus, "ck, udah cem anak sultan aja." kata Nora kemudian menyusul Ben yang sudah berjalan mendahului nya.

"NORA TOLONGIN GUEEE!"

Ben dan Nora spontan memberhentikan langkah nya begitu mendengar teriakan Ami. Mereka sama-sama berbalik dan mendapati Ami yang sedang berlari dengan Ivar yang mengejar di belakang nya.

Aish, anak itu.

"Nora huaaa jauhin anak tai itu dari gue!" Ami segera bersembunyi dibelakang tubuh Nora guna menghindari cowok yang saat ini sedang mengatur nafas nya.

"heh sembarangan, gue anak Tio bukan anak tai." kata Ivar membela diri.

"anjir durhaka lo manggil bapak lo pake sebutan kayak gitu." kata Nora.

Ivar lantas menyengir lebar, "hehe iya maksud nya papa Tio."

"lo berdua ngapain sih kejar-kejaran pagi-pagi gini." kata Ben yang akhirnya bersuara.

"tau tuh si Ivar buntutin gue terus." Ami menatap Ivar tajam. Sedangkan yang ditatap malah senyam-senyum sambil memanyunkan bibir nya kearah Ami.

"muahh."

"najis."

"sehari aja lo berdua tuh akur, gak bisa apa?" tanya Nora.

"gue udah berusaha akur, tapi Ami selalu marah-marah gak jelas sama gue." kata Ivar memasang tampang sedih.

"karna gue gak suka lo deket-deket terus sama gue, lo ganggu gue mulu tau gak!" decak Ami.

"tapi gue suka." Ivar menaik-turunkan alis nya.

"ck, terserah lo berdua. Yuk Ben." kata Nora kemudian menggandeng lengan Ben meninggalkan Ami dan Ivar di koridor.

"ih Nora, kok gue di tinggalin sih?" Ami menatap kepergian Nora dan Ben sambil menghentak-hentakkan kaki nya kesal.

"yuk main lari-larian lagi?" kata Ivar.

"main tuh sama tai." Ami sengaja menginjak kaki Ivar sebelum ia melenggang pergi. Ivar meringis kemudian berlari menyusul Ami.

••••

Keadaan kelas sebelas ipa 2 mendadak riuh setelah mendengar sang bendahara kelas yang mengumumkan akan menagih kas.

Ami selaku sang bendahara melayangkan tatapan tajam nya kepada anak cowok yang bersiap akan kabur. Sebenarnya bendahara di kelas ipa 2 ada dua orang yaitu Ami dan juga Aika. Namun, Ami terlihat lebih galak ketika menagih kas ketimbang Aika. Maka dari itu, Ami lah yang selalu turun tangan jika sudah menyangkut anak cowok yang tidak ingin membayar kas.

"berani lo semua kabur hah? Gue laporin ke bu Indah." ancam Ami dengan membawa embel-embel walikelas nya. Kemudian tatapan Ami beralih menatap seorang cowok yang terlihat santai memainkan ponsel di bangku nya dengan headset yang menyumpal kedua telinga nya. Siapa lagi jika bukan Ben? Bahkan Ami sempat berfikir jika cowok di kelas ini yang waras hanya Ben, sedangkan semua nya tampak pecicilan tidak mau diam.

"tuh lo liat Ben, duduk anteng gak kayak kalian yang setiap gue tagih kas malah kabur-kaburan." kata Ami yang mulai mengomel.

"ya lagian lo nagih kas kayak preman lagi malak." celetuk cowok yang duduk di meja belakang. Dia Romi.

"apa lo bilang?!" Ami hendak melangkah menghampiri Romi namun segera di tahan oleh Aika.

"udah gausah diladenin, berisik."

"emosi nih gue."

"dah sana lo tagihin cowok, gue yang tagihin cewek-cewek." kata Aika dan Ami mengangguk.

Ami berjalan mendekati sekumpulan anak cowok yang duduk di meja belakang.

"cepet bayar." kata Ami galak.

"tuh kan kayak preman." celetuk Romi.

"ish, lo tuh--" Tangan Ami terangkat di udara saat Ivar menahan tangan nya. Ami lantas melirik kearah Ivar yang ternyata sedang tersenyum pada nya.

"CIE CIE!"

Spontan Ami mengibaskan tangan nya begitu mendengar teriakan teman-teman sekelas nya. Ia menatap Ivar tajam kemudian meninju perut cowok itu.

"aish, KDRT mulu." kata Ivar meringis.

Ami tidak meladeni ucapan Ivar dan lebih memilih menagih kas kepada anak cowok yang lain. Meladeni Ivar, sama saja menguras habis tenaga nya.

•••••

Vote and coment

N O R A [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang