Bab 7

4 2 0
                                    

ORIS POV.

Pada akhirnya, jika berjodoh pasti akan di pertemukan yah.

Berhenti berharap pada manusia kau, Oris.

Tapi ini terlihat sangat ajaib, setelah sekian lama aku nggak pernah liat cewek itu lagi, kini, tadi, aku bertatap muka dengannya, dia tersenyum lagi.

Ya Allah, maaf aku tidak menjaga pandanganku.

Dasar kau Oris.

"Bun, ini kue nya aku taroh meja ya!!"

Melihat Bunda di dapur, aku langsung meluncur ke dapur, untuk mencuri tempe gorengnya.

"Ih, emang dasar anak cowok ya, gak bantuin malah nyolong tempe goreng Bunda,"

Aku nyengir, sambil memakan tempe goreng yang masih panas.

Aku kembali terfikir kejadian sebelumnya, " Bun, inget Syasa ngga?".

Dengan sigap Bunda duduk di hadapan ku dan menatap ku serius.

"Kenapa? Kamu ketemu dia?"

Aku mengangguk.

"Dimana?"

"Di kedai kopi itu,"

"Ko bisa dia di sana ya, haduuh aku harus gimana ya, Ris" Bunda terlihat gelisah.

Untuk meluruskan cerita, Bunda bukanlah Ibu rumah tangga. Dia adalah seorang pshikiater handal. Tapi, memang kelihatannya lebih sering di rumah.

Jadi, jika di ingat masa-masa waktu SMP dulu. Iya, masa di mana Aku, Julian, dan Erika, berteman baik, yang ku maksud hubungan kami sangat dekat, sampai kemana-mana bersama.

Hingga akhirnya, Erika duduk dengan anak baru itu, namanya Maesya Zahrana.

Iya, Syasa yang itu.

Kesan pertama ku saat melihat nya. Tidak terdefinisikan. Aku kaget, berfikir macam-macam, dan khawatir dengan Erika yang dengan santainya berkenalan dengan Syasa.

"Erika, kamu Maesya Zahrana kan? aku harus panggil kamu apa?", gadis itu malah menatap tajam Syasa.

Rambut biru, urakan, nggak rapih, tapi matanya indah sih. Pokoknya, saat itu benar-benar tidak terdefinisikan lah. Dia malah melototi Erika, tapi cewek kayak Erika mana takut sama orang kaya cewek itu.

"Idiih mlotot bae mba, ati-ati matanya lepas, matamu bagus loh, emang yah Allah SWT itu Maha Mengindahkan segala sesutau, bahkan kamu yang keliatan urakan di luar, pasti di dalam hatimu ada secercah ingin berkenalan dan berjabat tangan denganku, benarkan," saat itu, yang aku fikirkan hanyalah fikiran negatif saja. Yang aku fikirkan, cewek itu bakal semakin marah dan nyolot ke Erika.

Tapi, wajahnya melunak, terlihat kelembutan hatinya seperti apa yang di katakan Erika, dan benar saja, Syasa mau berkenalan dengan Erika yang super duper rame.

***

TERLAMBAT SUDAH..

EH DIA...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang