#Marry_Me_Gus!
(7)Alya menghempaskan tubuh ke ranjang. Ada amarah dalam dada. Kenapa ia begitu kejam pada Ara?
"Astagfirullah."
"Astagfirullah."
"Astagfirullah."Gadis yang merasakan hawa persaingan itu mengucap beberapa kali sambil memegangi dada.
"Bagaimana ini? Kenapa mulutku jahat sekali hanya karena cemburu? Bagaimana jika Ara melihat pada sikap dan penampilanku lalu salah mengartikan keduanya. Ya Allah ... apa aku minta maaf saja, agar dia tak berpikir buruk bahwa 'percuma menutup aurat jika mulut tajam menyakiti orang lain.' Padahal mau dia baik, atau khilaf berbuat buruk, tetap saja ketika dia memilih Islam wajib berpakaian seperti ini."
Alya merutuki kebodohannya. Padahal sudah berusaha keras mengajak Ara untuk taat pada aturan Islam, tapi kini usaha itu dia hancurkan sendiri.
"Ishhh. Aku benci cemburu!" Direbahkan tubuhnya memeluk guling dan menenggelamkan kepala di sana. Alya teramat menyesal.
____
Fatah berusaha sekuat tenaga melepas tali yang terlilit di tubuhnya. Nihil. Tenaga yang ia miliki tak cukup kuat. Dari mana Ara punya keberanian sebanyak ini hingga bisa menculiknya?
Cinta Ara sudah BUTA!
"Lepaskan!" seru Fatah memberontak, menggoyangkan badan kekarnya kiri dan kanan. Hingga rambut yang kuyub keringat menutupi wajah tampannya berkali-kali.
Ia bahkan tak mengerti sejak kapan semua pakaian rapi yang tadi dikenakan untuk mengajar terlepas dan menyisakan kaos oblong yang basah dengan keringat.
Ara berjalan semakin mendekat dengan senjata di tangan. Gadis berusia 17 tahun itu tampak jauh lebih dewasa dengan t-shirt putih, celana jeans dan sabuk yang mengikat tubuhnya. Rambut yang biasa tergerai kali ini diikat tinggi. Penampilannya sudah persis Agen intellegent yang sedang bertugas akan mengeksekusi musuhnya. Gadis itu tersenyum miring.
Tak lama suara tawa menggema dari ujung pintu masuk ruangan asing tempat Fatah terikat.
"Kang Afnan?!" seru Fatah tak percaya lelaki yang ada di sana. "Ap-apa kalian sekongkol?!"
"Hahaha," tawa Ara dan Afnan bersahutan.
"Ana gak nyangka Kang!" Wajah Fatah memerah marah. Tak sangka jika lelaki yang paling dipercaya setelah abinya berkhianat.
"Sudahlah!" Ara tersenyum sinis. "Katakan saja sekarang, kamu menikah denganku atau dikubur tanpa ada yang tau?" Pisau sudah menghunus. Beberapa kali Fatah merasa ngilu setiap kali Ara menggesekkan ujungnya ke kulit.
"Tidak! Lepaskan!" Fatah berteriak kencang.
"Gus, Gus. Bangun!" Afnan menepuk pundak Fatah agar pria yang mengigau itu tersadar.
"Allah!" Pria dengan wajah oriental itu terbangun.
"Mimpi apa to, njenengan, Gus?" Afnan ikut terkejut sampai harus meninggalkan tumpukan tugas milik santrinya.
"Audzubikalimatillahi taamati min syarri maa kholak." Fatah menggumamkan doa ketika mimpi buruk, ia membalik bantal sebelum menyahut.
Entah, kenapa bisa bermimpi buruk? Padahal Fatah tidak merasa nonton film horor atau thriller dan sejenisnya. Apa karena sejak kalimat perjodohan itu, ia jadi sering terbayang Ara yang notabene adalah anak kandung Kiai Asmun.
"Afwan jika ana mengganggu, Kang."
"Ndak juga, Gus. Cuma harusnya sebagai anak Kiai, njenengan harusnya tidur di rumah di atas kasur empuk. Bukan terus-terusan tidur di matras keras milik ustaz magang di sini." Afnan mematahkan perasaan tak nyaman Fatih. Sepupunya itu memang bandel. Lebih suka tidur di kamar santri-santri senior yang akan lulus dan tinggal di asrama para ustaz sebelum mereka benar-benar jadi ustaz sungguhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah yuk, Gus!
General Fiction[Gus...] [Siapa?] balas pria yang memegang ponsel dengan dahi berkerut. [Gadis cantik yang kamu lihat di rumah kiai Asmun.] "Astagfirullahaladzim!" teriak Afnan membaca balasan pengirim misterius. "Ada apa, Kang?" tanya Fatah yang tengah murojaah...