Tenggelam dalam Ketakutan

23 7 0
                                    

Aku sudah sampai di lingkungan manusia-manusia jahat yang telah mengukir luka di batinku secara permanen. Demi ibuku, aku ketepikan semua itu, dan dengan sadar akan menghadapi jalan hidup yang sudah kupilih.

Meski ketakutan menenggelamkan diriku yang selama berapa tahun ini berhasil untuk tak lagi terperangkap dalam rasa sakit sendiri, aku mencoba terlihat baik-baik saja, dan berharap aku bisa menghadapinya.

Saat itu, ibuku begitu bahagia menyambut kedatanganku, menyambut diriku yang memilih menemaninya yang sekian lama hidup sendiri. Sebenarnya ada kakakku yang baru pulang beberapa bulan dari pekerjaannya di negeri orang, namun ibuku masih mengharapkan kehadiranku di sisinya, dan bekerja sesuai dengan ijazahku.

Ibuku memperlakukan dengan baik, dan itu kembali membuat kakakku merasa iri. Aku baru menyadarinya saat dia mengomentari dan membandingkan bagaimana aku dengan dirinya di rumah. Awalnya aku tak menyangka, kakakku akan merasa suka dengan kedatangan diriku di rumah, karena sebelumnya kakakku juga ikut memberi nasihat kepadaku untuk resign dan bekerja dekat dengan ibu. Tapi sejak berkali-kali dia selalu mengumpat dan membandingkan diriku dengan dirinya, sering melakukan hal yang membuatku terlihat terpojok di depan mama, padahal selama ini aku selalu diam saat dia membangkang kepada ibu, di situ aku baru sadar, kakakku iri padaku. Mungkin efek dia sudah tidak lagi memiliki pekerjaan sedangkan aku mendapatkan pekerjaan baru. Lagi-lagi aku mencoba memaklumi.

Sejak aku tinggal bersama mama dan kakakku, sudah seminggu aku menanti panggilan dari surat lamaran yang diantar ibuku saat aku masih kerja di luar kota, dan pagi itu, telepon masuk, kepala puskesmas menelponku. Dia meminta aku untuk datang ke kantornya besok pagi, dan aku dengan senang hati mengiyakan, karena itu yang kutunggu-tunggu.

Meski sebenarnya menunggu bersama rasa takut yang memberatkan hari-hariku.

***

Malamnya aku mencoba membuka internet dan mencari akun media sosial tempat aku akan bekerja nanti. Satu per satu aku perhatikan siapa saja yang bekerja di sana, apakah ada yang kukenal atau yang mengenalku, apakah ada orang-orang yang mungkin berpotensi menyakiti dan menggangguku, apakah ada orang-orang yang pernah terlibat dalam traumaku atau keluargaku. Aku tidak menemukan jawaban pasti, tapi yang kutahu, setidaknya banyak wajah yang tidak kukenal.

Aku tidak bisa ceritakan rasa takutku kepada ibu dan kakakku. Aku merasa tidak ada gunanya membagi sesuatu yang sudah jelas akan membuat mereka khawatir atau mungkin tidak peduli.

Kacau bukan, ya, begitu lah keluargaku, yang tenggelam dalam pikiran masing-masing. aku tidak menyalahkan siapa-siapa lagi, karena hidup terus berjalan, walau ada bekas luka yang kadang terasa nyeri tanpa mengenal waktu dan tempat.

Setiap waktu aku tenggelam dalam ketakutanku, dan setiap waktu pula aku menguatkan diriku sendiri, di dalam topeng yang sudah erat melekat di hidupku.

[END] 19-21 || OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang