“mmm, ..”.
“Ngga apa Nabila, aku oke”. Ucap Akmal sebelum Nabila mengeluarkan pemikirannya.
“Tapi kamu terlihat melamun sedari tadi, aku pikir kamu tidak begitu suka kita kesini”. Jelas Nabila membuat Akmal tersenyum menanggapinya.
“Bahkan tempat ini tidak pernah bias aku lupakan Bil. Kamu tahu, sudah lama aku pengen ke sini. Tapi .. rasa takutku lah yang ters menahanku”.
Akmal menatap gedung besar di hadapannya, tempat ia menuntul ilmu delapan tahun lalu. Tempat dimana ia memakai seragam kebanggaan putih abu-abunya. Tentang kenakalannya, sikap sok jaimnya, dan segala macam nya, membuat Akmal tertawa kecil mengingatnya.
“Oh ya ampuun, aku disadarkan untuk meninggalkan seseorang yang ingin bernostalgia. Ckck”. Gerutu Nabila pada saudaranya itu.
Dan tanpa banyak bicara lagi Nabila meninggalkan Akmal begitu saja sudah tidak memperdulikan panggilan laki-laki itu padanya. Nabila tahu, pekerjaan mereka tidak akan cepat selesai dengan keadaan Akmal yang seperti dimabuk rindu dengan sekolahnya itu.
Kakinya terus melangkah menelusuri beberapa bagian dari sekolah. Dimulai dari lapangan sepak bola, tangga-tangga yang terbuat dari baatu yang biasa digunakan para murid untuk menyaksikan pertandingan, sapai pada tempat parker kendaraan khusus untuk murid-murid yang membawa kendaraan.
Akmal menghampiri satu tempat yang sudah sangat melekat dalam benak pikirannya. Bahkan tempat itu tidak banyak berubah, dua buah stiker yang dulu sering di permasalahkan Akmal pun masih tertempel di besi pembatas. ia sangat ingat, dulu di sini lah tempatnya memarkirkan sepeda biru kesayangannya.
Disini, ia muali mengenal lebih gadis itu, gadis rusuh yang membuatnya jengkel sekaligus senang. Trmpat dimana ia memulai sebuagh cerita yang tak pernah hilang dalam benaknya. Disini, ia sering mendengar suara sesorang yang sering memanggilnya-..
“Kak Akmal?”.
Tubuh Akmal membeku. Jantungnya berdegup sangat kencang. Dengan cepat Akmal menengok, menghadap asal suara yang memanggilnya barusan.
“Kak Akmal kan?”. Tanya gadis itu sambil berjalan menghampiri Akmal yang masih berdiri kaku menatapnya tajam.
“Fatimah?”.
Wajah ragu gadis yang dipanggil Fatimah itu langsung berganti dengan senyum begitu tahu Akmal sudah mengenalinya.
“Assalamualaikum Kak, bagaimana kabarnya?”.
“Wa’alaikumussalam, Alhamdulillah baik, kamu sendiri bagaimana kabarmu Fatimah?”. Balas Akmal.
“Alhamdulillah aku juga baik Kak. Sudah sangat lama rasanya tidak bertemu”.
“Ya, cukup lama mengingat dalam hitungan tahun ke delapan. Kamu kerja disini Fatimah?”.
Kini Akmal tengah duduk di trotoar disebelah tempat parker sepeda kesayangan Akmal dulu. Yang juga tempat favoritnya.
Fatimah ikut duduk di sebelah Akmal, member jarak agak jauh darinya.
“Ya, aku mengajar disini Kak”. Akunya.
“Benarkah? Sungguh pertemuan yang mengejutkan”. Ucap Akmal, membuat gadis berkerudung hijau itu tertawa.
"Akmal!". Dari sana Nabila memanggil dan menatap Akmal dengan penuh selidik.
Fatimah berdiri dengan salah tingkah melihat ada perempuan menatap tajam ke arah dia dan Akmal.
Akmal tahu apa yang ada dipikiran Nabila, jadi dengan santai ia menghapiri Nabila mengajak gadis disebelahnya untuk mengikutinya.
"Jangan pikir yang macam-macam". Tegur Akmal langsung begitu sampai di hadapan Nabila.
"Aku ngga mikir macam-macam!" Sangkalnya.
"Ia ngga macam-macam, tapi beribu macam".
Nabila mencebikkan bibirnya, sebal sendiri dengan kelakuan saudaranya yang satu ini. Kemudian tatapannya beralih pada gadis di hadapannya. Nabila mengulurkan tangan kanannya ke arah Fatimah.
"Nabila". Ucapnya ramah.
"Fatimah". Jawab Fatimah.
"Fatimah?". Tanya Nabila yang dijawab anggukan bingung dari si pemilik nama, "Rasanya aku pernah mendengar nama itu".
Fatima dan Akmal tertawa.
"Tentu saja, nama Fatimah bukan hanya punya dia. Mungkin teman kamu juga ada yang namanya Fatimah". Kata Akmal cuek.
"Aku ngga punya teman yang namanya Fatiamh". Sangkal Nabila.
"Siapa bilang? Memangnya dia bukan temanmu?".
Nabila gelagapan,"Ia maksud aku bukan, maksud aku sebelum aku mengenal Fatimah".
"Mungkin kamu mendengar dari kisah Nabi Muhammad SAW, beliau juga mempunyai anak bernama Fatimah bukan?". Fatimah menengahkan perdebatan Akmal dan Nabila.
"Ahh.. aku rasa kamu benar".
"Mmm, Kalian suami istri?".
>>>>>
jengjeng...
dua part sekaligus...
mudah2an suka...
Byebye annyeong, wassalamualaikum...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepeda Biru
Teen FictionYa, dulu aku sangat tidak menyukainya. Tetapi kini aku menyadari suatu hal yang membuatku mengerti bagaimana menerima dan melepaskan. Membuat aku memahami kata tulus dan ikhlas yang selalu di ajarkan oleh Nabiku. Juga membuatku mengerti bagaimana be...