05. Masalah

218 10 3
                                    

05. Masalah

"Mereka yang mulai. Kita yang akhiri. Bertingkah selayaknya laki-laki bukan pengecut," - Nanthala Raspati Algibran.

"Sesuatu yang kecil kini akan menjadi sangat berharga nanti," - Nanthala Raspati Algibran.

Hari senin pasti menjadi hari paling yang tidak disukai semua murid atau mungkin semua orang? Terbukti dari wajah masam yang bisa kita temui di sepanjang jalan di pagi hari. Bangun lebih awal dan pergi pagi buta agar terhindar dari macetnya jalan. Menyebalkan. Saat kita harus terburu-buru di hari senin. Untuk Nanthla hari senin adalah hari dimana ia harus merelakan sisa waktu 30 menit dari tidurnya untuk bangun lebih awal.

"Nant! Bangun.. Senin anjir!" suruh Antha. Sudah jelas ia bangun lebih awal karena tadi malam ia tidur lebih awal setelah menonton film kesukaannya.

"Kebo anjir! NANTHALA RASPATI ALGIBRAN!! GOBLOK BANGUN! HARI SENIN INI!" teriak Antha. Sungguh suara yang menggelegar melebihi emak-emak.

"Apasi?! Masih ngantuk gue," ucap Nanthala setengah sadar. Nanthala hanya ingat bawah ini masih hari minggu. Bukan senin.

"S-E-N-I-N SENIN!" eja Antha. Wajah Antha memerah sampai telinga dan leher. Bagaimana bisa ia emosi di pagi hari? Semua karena seorang Nanthala.

"Apa lo bilang?! Senin?! Jam berapa sekarang?!" kini Nanthala yang sibuk menyiapkan seragamnya. "Lo udah siap?! Jam berapa sekarang?"

"Udah dari adzan subuh. Gue dari jam 04:30 puas lo?! Lo bukan nya ibadah. Kalah lo sama gue. Sekarang jam 05:45. Sana mandi," titah Antha. Untuk seorang badboy Antha cukup disiplin dalam waktu. Yang lainnya? Bisa jadi.

"Lo panasin motor. Buru," titah Nanthla yang hendak masuk ke kamar mandi dan menyelesaikan ritual berangkat ke sekolah.

Tidak butuh lama untuk Nanthala bersiap-siap. Bahkan untuk seorang Nanthala jika tidak mandi pun badannya akan tetap wangi. Bukan wangi pewangi pakaian tapi, parfum maskulin yang mahal harganya.

"Pasti ini anak pake parfum gue banyak-banyak. Setan emang," ujar Nanthala saat melihat parfum favoritnya berkurang. Bukan sedikit tapi banyak.

"Parfum kesayangan gue. Awas lo Anth!" ujar cowok itu ngomong sendiri. "Kalian anak papa diem bae-bae disini ya," ucapnya pada kasur, bantal, guling, dan selimut kesayangannya.

"Nant! Ambil tempat makan di meja. Bawa dua-duanya!" teriak Antha dari luar saat ia melihat Nanthala turun dari tangga.

"Meja mana?" teriak Nanthala sambil jalan ke arah dapur. "Kagak ada di sini!"

"Meja ruang tamu anjir!" umpat Antha kesal.

"Nih," Nanthala memberikan tempat makan satunya ke Antha.

"Pegang sama lo. Gue mau ngebut," titah Antha.

"Serasa pembantu gue. Udah nginep sekarang di suruh bawain," keluh Nanthala yang membuat Antha semakin kesal.

"Banyak bacot lo ya? Buru naik," suruh Antha kepada Nanthala. "Tu rumah udah di kunci? Gerbangnya?" sambil melirik Nanthala galak.

"Banyak tanya lo! Buruan jalan. Katanya telat. Udah ada Bi Irah sama Mang Jajang. Buru," kini Nanthala membalasnya galak. "Lo pake parfum gue banyak anjir!"

NANTHALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang