[02] SUNRISE SHS

84 6 0
                                    

~Happy Reading~

*****

"Bisa tolong gantikan Tiara?"

Icha mendongakkan kepala dari semangkuk mie ayam yang sedang ia santap. Diambilnya tisu dari sakunya untuk membersihkan bagian mulutnya dan menyeruput jus semangka yang tinggal setengah gelas itu.

"For what?" Icha sesungguhnya masih kesal dengan sekretaris ekskul di hadapannya ini. Perlu kalian ketahui, Icha mengikuti ekstrakurikuler paskibra dan ia memiliki jabatan wakil ketua disana.

"Ke Sunrise. Minta konfirmasi lomba dari sekolah mereka. Kak Regan butuh data itu secepatnya karena ada desakan dari Ketua OSIS." Salsa lumayan akrab dengan Icha, tapi tak jarang juga mereka berselisih paham karena mulut petasan Icha. Sedangkan Regan yang dimaksud Salsa adalah Ketua ekstrakurikuler Paskibra di Sky.

"Nggak. Gue nggak bisa," Icha menolak dengan tegas. "Gue disini akan memperjelas kalo jabatan gue itu wakil, jadi gue bekerja di bawah bayang-bayang Kak Regan."

"Cha, please kali ini aja.'' ujar Salsa sambil memberikan puppy eyes khas miliknya.

"Udah sih Cha, sana. Lagian nanti pelajaran Seni kok, santai aja." sahut Rara—sahabat sekaligus teman sebangkunya di kelas.

"Okay, fine. Gue yang kesana, tapi gue minta satu orang inti temenin gue kesana," Icha tahu Salsa orang yang seperti apa. Dulu pernah terjadi kejadian semacam ini, yang sudah jelas Icha enggan membantunya. Tapi, tanpa diduga Salsa menggunakan speaker sekolah untuk memanggil Icha dan ya mau tidak mau Icha harus memenuhi keinginan Salsa.

"Ambil Patrick. Dia yang akan nemenin."

♒♒♒

Saat ini Icha dan Patrick sedang duduk di dalam mobil milik Icha. Mereka berdua mendapat dispensasi dari sekolahnya. Karena bagaimanapun juga ini adalah bagian kegiatan dari sekolah. Tapi, yang jadi pertanyaan mengapa mereka berdua tidak bergegas masuk? Sudah pasti ini disebabkan oleh Icha. Wakil Ketua Paskibra itu enggan turun dan masuk kedalam. 'Gue alergi matahari', begitu kata Icha.

''Cha, lo yakin lo anak paskibra? Panas biasa Cha bagi kita." Entah berapa kali Patrick mengatakan kalimat itu. Paskibra, lapangan dan matahari adalah sebuah ikatan. Icha benar-benar mempersulit segalanya.

"Ya sebentar Pat. Biasanya gue nyimpen sunscreen disini," dan Icha lupa reapply sunscreen pada wajahnya, itu juga yang menyebabkan Icha tidak mau turun dari mobilnya. Sudah sejak 15 menit yang lalu Icha mengobrak-abrik isi mobilnya. Tapi ia belum menemukan botol kecil dengan tutup berwarna hijau pastel itu.

"Bantuin cari kek, Pat. Kan kalo ketemu juga kita bisa cepet turun." Dengan malas, Patrick memutar bola matanya.

Patrick menahan kesalnya dengan cara membuka kasar laci dashboard. Tak sengaja ia melihat benda dengan tulisan sunscreen berwarna biru itu. "Heh mulut cabe. Nih cepet pake, gue ketinggalan materi Fisika di kelas."

Baru saja Icha hendak bertanya dimana Patrick menemukan sunscreennya, tapi laki-laki yang rambutnya acak-acakan itu sudah keburu turun. Laci dashboard yang masih terbuka menjawab pertanyaan Icha.

Segera Icha memakai pelindung kulitnya itu, lalu memberikan sedikit loose powder agar wajahnya tidak terlihat mengkilap karena habis memakai sunscreen. Gadis yang mengenakan bandana itu menyusul Patrick yang sedang duduk diatas kap mobilnya.

"Hoam. Pantes nama sekolahnya Sunrise." Icha sedikit menguap dan mengomentari nama dari sekolah yang dikunjunginya itu. Sebab, sekolah ini bak memiliki matahari pribadi. Benar-benar menyilaukan mata. Patrick hanya berdecak pelan karena ucapan Icha.

"Cha, kayanya ruang kepala sekolahnya itu deh." ucap Patrick sambil menunjuk sebuah ruangan yang pintu nya sangat megah. Mereka berdua segera menuju ruangan itu.

Patrick berinisiatif untuk mengetuk pintu, karena dilihatnya Icha sedang sibuk dengan berkas-berkas di tangannya. Suara dari dalam yang mengizinkan mereka masuk membuat kedua manusia berbeda jenis kelamin itu melangkahkan kakinya ke dalam. Lain dengan Patrick yang sedang memberi salam, Icha masih sibuk dengan kegiatannya tadi. Karena sadar Icha tidak ikut memberi salam, Patrick menyenggol tangan Icha agar berhenti dulu dari kegiatannya. Icha menoleh ke Patrick dan melihat Patrick menggerakkan ekor matanya. Sadar akan kesalahannya, Icha membuka mulut untuk memberi salam.

"Maaf sebelumnya. Selam—"

"Selamat Siang, Pak. Dan?." sela seorang laki-laki yang baru saja masuk ke ruangan tersebut.

Icha melebarkan bola matanya kala melihat seseorang yang ia temui beberapa hari lalu. Bahkan, ia masih ingat dengan jelas bagaimana wajah menyebalkan lelaki tersebut saat meremehkan dirinya.

Jika saja tidak ada keperluan mendesak tentang lomba sekolahnya, mungkin Icha akan melemparkan sepatu kets putihnya ini ke mulut laki-laki yang meremehkannya itu.

Icha benar benar tidak tahan satu ruangan dengannya. Apalagi di sela sela pembicaraan mereka, sering kali laki-laki itu melirik ke arahnya dan menampilkan senyum liciknya. Untungnya, laki-laki itu keluar terlebih dahulu dibanding dirinya. Icha bahkan tidak tahu punya posisi apa laki-laki itu di sekolah yang sedang dikunjunginya ini. Icha tidak akan ambil pusing, ia harus bisa fokus dengan tujuannya kesini.

*****

Semoga kalian suka dengan ceritanya ^_^
Jangan lupa untuk vote and comment ya!

Terima Kasih sudah membaca Faleesha

20/25/6

lemon_yogurt

FALEESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang