1.

161 22 2
                                    

"Barang-barang lo yang lain aman?" Kata seorang pria berambut hitam yang kini membantu menyusun baju-baju kedalam koper, sementara si empunya sibuk mengosongkan isi lemari kayu jati di kamarnya.

Younghyun, Kang- pria berambut coklat itu menatap sang sahabat, Jaehyung Park. Sama-sama berasal dari Indonesia, sama-sama keturunan Korea Selatan dan sama-sama merantau sedari usia muda membuat mereka sama-sama dekat satu sama lain. Bagai saudara. Bahkan beberapa orang bilang mereka terlampau mirip sehingga sering disangka saudara.

Jae melipat baju-bajunya, bergabung dengan Younghyun yang biasa dia panggil Brian, kemudian memasukkannya ke dalam koper.

"Aman kok. Sebagian udah gue kirim dari jauh-jauh hari pas tau gue bakalan balik."

Brian menganggukkan kepalanya. Sedikit rasa khawatir menderanya. Kontrak Jae di perusahaan sudah habis seminggu yang lalu, namun, ia tak berniat memperpanjang. Sehingga, mau tidak mau ia harus kembali ke tanah air. Sementara, Brian masih harus melanjutkan kontraknya yang tinggal setengah tahun lagi. Rencananya ia dan Jae akan memutuskan untuk berbisnis saja di Jakarta.

Berbekal ilmu dari perguruan tinggi negri ditambah dengan jumlah uang yang mereka dapatkan selama bekerja plus pesangon yang tidak sedikit membuat mereka optimis untuk kembali ke tanah air dan membuka usaha kecil-kecilan.

"Gue udah telfon Wonpil, katanya kamar lo udah siap di Jakarta. Tinggal dateng aja. Besok yang jemput si Sungjin kan?" tanya Brian.

Wonpil adalah adik kelas sekaligus teman Jae dan Brian semasa SMA, sementara Sungjin adalah Sepupu Jae dari pihak ayahnya. Tentu saja Sungjin dan Brian saling mengenal, beberapa kali Sungjin menemui mereka saat berkunjung ke Vancouver.

"Yo'i. Gampang lah. Entar gua kabarin lagi kalau udah nyampe CGK," kata Jae, sambil menahan tawanya melihat Brian begitu khawatir

Padahal pulang ke negara sendiri, batin Jae.

Brian menghempaskan diri di kasur Jae. Bakalan sepi karena mereka sudah seperti sejoli. Dimana ada Brian, maka ada Jae. Bahkan ketika mereka tidak punya uang dahulu, mereka sama-sama kerja sebagai penyanyi di café yang sama. Itu sebabnya mereka berdua sangat solid.

"Lo yakin mau balik ke Jakarta?" Brian tanpa sadar mengucapkan apa yang ada di pikirannya. Ia mengira ia hanya sedikit mengguman, nyatanya Jae mendengar dengan jelas. Brian sedikit merasa bersalah, tapi tidak menyesalinya.

Jae memang orang yang ceria, namun cenderung menutupi semua permasalahannya. Hanya beberapa hal yang Brian tahu, mengapa Jae bisa ikut pergi dengannya ke Canada 10 tahun silam. Hanya secara garis besar.

Saat itu ia tidak bertanya apapun dan hanya menyetujui saja ketika Jae mengatakan akan pindah ke Toronto, Kanada untuk waktu yang panjang. Brian bahkan membantunya untuk mencarikan kamar kos yang kosong dan dekat dengan kamar kos nya. Seiring waktu, untuk memperkecil biaya pengeluaran, mereka memutuskan menyewa apartemen dengan 2 kamar tidur. Dan setelah mendapat pekerjaan yang layak, mereka pindah ke Vancouver.

"Woi!"

Sapaan Brian yang mengejutkan itu membuat Jae menghentikan kegiatannya. Pria jangkung tersebut menendang kaki Brian sebentar. Brian terusik sehingga ia mendudukkan dirinya di kasur Jae sambil memainkan ponselnya.

"Gue tadi nanya sama lo. Lo gak masalah balik ke Jakarta lagi? Setelah 10 tahun lo kabur?" Brian memandangi ponselnya, entah untuk apa. Nyatanya, ia hanya membuka dan nenutup aplikasi whatsApp.

"Gue gatau, Bri." Jae memandang sendu keluar jendela apartemen mereka.

"Semenjak kematian Jimin, lo sering bengong dan teriak-teriak pas tidur. Udah 10 tahun, lo masih gak mau cerita?" Ungkap Brian setengah mendesak. Handphone sudah ia letakkan di nakas disamping ranjang.

WHEN IT COMES RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang