Jakarta, Indonesia
09.00 amJae melangkah keluar dari pintu terminal III bandara Soekarno-Hatta. Perasaannya lebih tenang sedikit setelah dirinya menyesuaikan dan menenangkan dirinya sesaat setelah take-off di Bandara Internasional Vancouver.
Saat sudah sampai di CGK, segera saja ia menghubungi sepupunya, Sungjin Park, yang sudah siap sedia berada di pintu keluar menunggunya. Kali ini Sungjin bersama dengan Dowoon, adik sepupu mereka yang baru saja pindah ke Indonesia setelah menetap cukup lama di Korea Selatan. Dowoon masih menjalani pendidikannya di salah satu Universitas Swasta di Jakarta, sambil mengambil kursus bahasa Indonesia agar semakin lancar.
"Jae-hyong!" Sapa Dowoon ketika melihat sosok Jae sedang mendorong kopernya. Segera mereka menghampiri Jae dan membantunya mengangkat semua barang bawaan. Hanya 2 buah Koper, 1 yang berukuran besar yang diletakkan di bagasi pesawat dan 1 koper kecil yang berhasil dimasukkan ke dalam kabin.
Jae cukup lelah, namun rasa rindu karena bertemu dengan sanak famili dapat menghapus sedikit rasa lelahnya.
"Bang, lo mau gue anter langsung ke wonpil?" Tanya Sungjin sambil menyalakan mesin mobilnya.
Meskipun Sungjin, Jae dan Dowoon masih satu keluarga dan sama sama keturunan korea, Sungjin dan Jae sudah dari kecil hidup di Indonesia. Jelas saja lebih sering menggunakan bahasa Indonesia yang sehari-hari dan Bahasa Korea ketika membicarakan orang lain, berbicara dengan orangtua atau keluarga yang hanya bisa bahasa korea. Sementara khusus Dowoon, dia terbiasa memanggil Hyong yang artinya kakak laki-laki. Khusus Dowoon juga bahasa yang digunakan lebih beragam, biasanya yang di mix adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Korea dan Bahasa Kalbu alias gatau ya suka-suka Dowoon ngomong apaan.
Jae menselonjorkan kakinya di kursi penumpang sambil memejamkan mata pelan, mengistirahatkan badannya.
"Iya. Lo anter langsung aja. Gue masih gak mau balik dulu. Entar ditanyain kapan nikah sama nyokap, gue belom siap jawab," kata Jae masih sambil memejamkan matanya.
"Yakin nih? Mereka pada kangen sama lo 10 tahun pergi gak balik-balik lagi. Hampir aja mereka ikutan pindah ke Canada kalo lo nggak ngabarin mau balik tahun ini," Sungjin masih tetap menyetir, namun Jae sudah jatuh tertidur diiringi dengkuran halus cowok itu.
"Orangnya tidur tuh, Hyong!" Kata Dowoon sambil masih tetap memainkan ponselnya cuek.
"Lo main mulu, kuliah gimana woi?" Kata Sungjin mulai rese bagi Dowoon.
"Lo nanya mulu, Hyong! Lagi liburan semester tahu?" sungut cowok itu, kemudian meletakkan handphonenya di dashboard, sudah tidak mood main game, balas pesan dan apapun kaitannya sama handphone. Lebih tepatnya takut dimarahin Sungjin.
Jalanan di kota Jakarta tidak pernah tidak macet, sehingga untuk mencapai tempat Sungjin masih harus menempuh waktu dua setengah jam lagi. Dilihatnya Dowoon, si bungsu dan Jaehyung si sulung sudah tertidur. Sungjin membangunkan Dowoon dan Jaehyung ketika mereka telah sampai di apartemen Wonpil.
Jae membuka kedua matanya kemudian meregangkan tubuhnya, bersiap-siap untuk keluar. Jae menelpon Wonpil, memberitahunya kalau ia sudah berada di parkiran basement apartemen. Segera Wonpil memberitahu lantai dan nomer kamar apartemen kepada Jae. Sungjin membantu mengeluarkan koper dari bagasi mobil sementara Dowoon tidak membantu sama sekali.
'sudah biasa, namanya juga bocah,' pikir Sungjin dan Jae.
Jae merangkul Dowoon sambil menarik salah satu kopernya, memasuki lift yang terhubung dari basement. Jae teringat sesuatu, ia belum mengabari Brian. Segera ia men-dial Brian melalui aplikasi WhatsApp, terdengar nada dering yang agak lama, sampai akhirnya Brian mengangkat telfonnya di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN IT COMES RAIN
FanfictionHidup Jae berhenti di usia 19 tahun, sementara Wendy hidup seperti ketika ia masih 17 tahun. Jae tidak bisa melupakan kecelakaan yang merenggut nyawa pujaan hatinya 10 tahun lalu dan memilih menyalahkan diri sendiri. Sementara itu, Wendy tidak tahu...