7

12K 2.4K 154
                                    

Kamis (12.56), 18 Juni 2020

---------------------

Zie terus mondar-mandir dalam rumahnya. Sesekali ia menggigit kuku ibu jari dengan perasaan frustasi. Apa ikut John kembali ke kota ini adalah keputusan yang tepat? Ditambah John akan tinggal serumah dengannya padahal yang paling Zie inginkan saat ini adalah menjauh dari lelaki itu dan hanya menjalani kehidupan tenangnya bersama baby Bo.

Rasanya Zie belum lama menikmati kesendiriannya saat suara mobil memasuki pekarangan. Tubuh Zie menegang namun dia menyamarkan itu dengan duduk santai di sofa ruang tamu.

Klek.

Pintu terbuka menampakkan John yang datang sambil menenteng satu tas besar. Dia mengibas-ngibaskan tetes air dari rambut dan bahu jaket kulitnya.

"Hujan?" refleks Zie bertanya.

"Baru gerimis. Tapi menurut ramalan cuaca malam ini akan hujan deras dan berangin."

"Oh, mobilku..."

"Bastin tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Tapi aku sudah menemukan seseorang yang bisa membantuku membawa mobilmu. Jadi aku harus pergi sekarang sebelum hujan semakin deras."

Jemari Zie saling meremas di pangkuan saat John meletakkan tasnya di lantai dekat pintu. "Terima kasih," gumamnya.

John tersenyum. "Sama-sama. Mana kunci mobilnya?"

Lalu pintu tertutup dan Zie kembali sendirian. Pandangannya mengarah pada tas besar John. Bertanya-tanya dalam hati apa sebaiknya membiarkan saja tas itu di sana atau membantu membawakannya ke kamar yang masih kosong.

Tapi akhirnya Zie menggeleng dengan tegas lalu berdiri menuju dapur. Dia harus membuat makan siang untuk baby Bo sebelum putranya itu bangun.

***

Baru pukul tiga sore tapi langit sudah gelap karena mendung yang menggantung. Hujan mengguyur deras disertai angin keras semakin menambah kelam suasana. Bolak-balik Zie mengintip dari jendela depan, menunggu dengan perasaan cemas. Sesekali dia juga menoleh ke arah jam dinding, bertanya-tanya mengapa sampai selama ini.

"Papa... papa... pa..." Baby Bo berceloteh dengan lengan pendeknya terentang lurus ke arah pintu sementara jemari mungilnya membuka lalu menutup beberapa kali.

Zie tersenyum seraya membelai rambut halus baby Bo. "Mama iri. Biasanya anak mama ini cuma bilang 'mama... mama...' saja. Sekarang ada orang yang kamu panggil papa."

"Papapa..."

Baby Bo terkikik saat menoleh ke arah Zie sambil menempelkan mainan berbentuk buah jeruk ke bibirnya.

"Mama juga khawatir." Akhirnya Zie mengakui. "Semoga dia baik-baik saja."

Seolah menjawab doa Zie, suara samar mobil yang memasuki halaman membuatnya refleks menegakkan tubuh. Dan benar saja, Zie bisa melihat di antara derasnya hujan melalui jendela kaca samping pintu, ada mobil putih John yang memasuki halaman. Menuruti naluri, Zie bangkit dari lantai tempatnya bermain dengan baby Bo lalu menghampiri pintu sambil menggendong si balita.

John menggunakan payung begitu keluar dari mobil lalu melintasi halaman menuju beranda. Tapi payung itu tak bisa benar-benar melindunginya dari derasnya hujan yang seolah ditumpahkan langsung dari langit. Jaket kulitnya tetap basah begitu dia menjejakkan kaki di teras.

"Kau baik-baik saja?"

John menyeringai. "Tentu saja. Hujan deras ini tidak akan membunuhku."

"Aku sama sekali tidak suka leluconmu." Nada suara Zie berubah tajam. Dia sudah pernah merasakan kehilangan hingga lelucon tentang kematian dalam situasi seperti ini terdengar menghina. Tanpa menunggu tanggapan, Zie langsung berbalik masuk kembali ke ruang tamu tempat mainan baby Bo berserakan.

The Baby's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang