Mawar melangkah gontai menuju gerbang masuk sekolah barunya. Ia menarik erat tali ranselnya kemudian bergegas memasuki sekolah barunya.
"Semangat sayang". Ujar bunda mawar setengah berteriak. Mawar mengacungkan kedua jempolnya tanpa menoleh ke arah bundanya.
Ini adalah tahun keduanya di sekolah menengah atas. Mawar merasa muak melihat suasana ramai di sekolah barunya. Tapi, ia harus terpaksa menjalankan semua ini demi bundanya.
Mawar bergegas mencari ruang kepala sekolah, namun ia tak menemukannya juga. Ingin rasanya ia berlari pulang, namun kakinya seakan tertahan.
Mawar celingak-celinguk malas. Ketika kesabarannya mulai habis dan mawar sudah benar-benar emosi, seorang pria tinggi berwajah manis berdiri tepat didepannya dengan membawa setumpuk buku ditangannya. Mawar membuang muka dan tak mempedulikan pria asing itu.
"Ehh, permisi, boleh geser sedikit". Ujar pria itu. Mawar berdecak kesal. Namun segera bergeser.
Pria itu menggumamkan terimakasih yang tak terlalu jelas, namun mawar cukup bisa menangkap suaranya.
Mawar memandangi punggung pria itu, kemudian bernapas lega karena pria itu tanpa sengaja menunjukkan ruang kepala sekolah.
Mawar bergegas masuk mengikuti pria tinggi itu.
"Permisi". Mawar berkata datar.
Pria tadi menoleh ke arah mawar, kemudian menyunggingkan senyum yang tak di balas oleh mawar.
"Ohh kamu mawar adella, ya? Murid baru disini yang kemarin mendaftar?". Tanya Pak Hardi, kepala sekolah.
"Betul". Mawar mengangguk pelan.
"Baiklah, nah, kamu akan masuk di kelas yang sama dengannya. Jadi ikutlah dengannya. Kebetulan dia sekretaris kelas". Ucap pak hardi sembari menunjuk pria tinggi tadi. Pria itu tersenyum kecil.
Mawar membuang muka pelan.
"Terimakasih, pak. Saya permisi". Kemudian berlalu keluar. Pria tinggi tadi buru-buru mengikuti mawar dan mensejajarkan langkahnya dengan mawar.
"Kelasnya masih agak jauh, hehe". Mawar tak menghiraukan pria itu. Pria itu terlihat kikuk.
"Hmm, pindahan dari mana?". Tanya pria itu. Mawar berdecak kesal.
Melihat sikap mawar yang acuh, pria tinggi itu memilih diam dan terus berjalan. Mawar melirik sekilas pria itu.
"Nah, ini kelasnya". Ucap pria itu.
"Makasih". Mawar hendak berlalu namun pria itu menahan tangannya.
"Ehh, sebentar. Kenalin, aku Minhee Nawwar". Ucap pria itu sembari mengulum senyum manisnya. Mawar menatap datar kearah pria itu.
Kemudian melepas genggaman tangan pria itu.
"Nggak nanya". Pria yang bernama minhee tadi seketika diam memaku menatap punggung mawar yang mulai menjauh memasuki kelas.
Ruby dan unjun, sahabat minhee yang sedari tadi menyaksikan kejadian perkenalan minhee yang miris, menghampiri minhee sembari tertawa terbahak-bahak.
"Weh, serius nih sekretaris kelas tamvan kita ditolak". Ucap ruby dibarengi tawa unjun.
Minhee menatap mereka sinis.
"Nyaris semua cewek di sekolah ini ngejar-ngejar gue. Tapi dia? Wah tuh cewek menarik juga, ya". Ucap minhee dengan mata yang tak lepas memandang mawar.
Ruby dan unjun masih tertawa-tawa.
"Woi lo pada kenapa, sih, ketawa-ketawa. Gue kasih tau, ya. Dia itu cewek terunik yang baru gue temuin selama hidup gue". Minhee mulai melankolis.
"Lah, ngapa jadi alay begini sih, min?". Unjun menimpali.
"Ahh, udahlah". Minhee berlalu pergi memasuki kelas meninggalkan ruby dan unjun yang masih sibuk tertawa.
* * *
Seorang gadis berambut panjang menghampiri mawar. Lesung pipit dikedua pipinya membuatnya begitu manis saat tersenyum.
"Hai, kenalin. Aku Dania". Ucap dania sembari mengulurkan tangannya.
Mawar menyambutnya malas.
"Mawar".
"Nggak mau ke kantin?". Tanya Dania.
Mawar lagi-lagi berdecak kesal. Jam tenangnya selalu diganggu. Tapi ia juga sebenarnya lapar. Akhirnya ia menerima tawaran dania untuk pergi ke kantin bersama.
Kantin penuh sesak oleh para siswa. Membuat mawar tak tahan dengan suasananya. Mawar hendak kembali ke kelas, namun dania menahannya.
"Ehh, itu yang lain udah nungguin". Ucap dania sembari menunjuk minhee, ruby, dan unjun.
Mawar memutar bola matanya malas.
Dania menarik mawar menuju meja mereka.
"Hai, gais". Sapa dania.
"Hai". Balas ketiganya.
Minhee melirik mawar yang tengah mengamati sekitar kantin.
"Aku pesanin kalian bakso, ya". Ucap minhee. Kemudian berlalu pergi mengantri makanan.
"Si minhee ngapa jadi sweet begitu? Biasanya juga malah nyuruh-nyuruh". Ucap unjun. Ruby dan dania mengangkat bahu.
"Udah. Biarin, kita terima kenyang aja". Ucap ruby sembari mengelus pelan perutnya. Membuat mereka menatap geli ruby.
"Aku mau ke kelas". Mawar berlalu pergi.
"Ehh, mawar. Makanannya". Dania berteriak.
"Makan roti aja". Mawar melanjutkan langkahnya.
Dania menepuk pelan dahinya. Tak habis pikir pada mawar.
Sesaat kemudian minhee datang membawa satu persatu mangkuk bakso. Minhee mengerling. Mencari-cari keberadaan mawar.
"Lah, mawar kemana?". Semua terdiam.
"Itu, tadi katanya mau makan roti di kelas aja". Ucap dania. Minhee melebarkan matanya.
"Lah, terus ini gimana makanannya? Udah dipesenin". Ucap minhee sedikit frustasi.
"Udah, gampang gue dua mangkuk juga bisa kok". Ucap ruby sembari mulai makan.
"Ahh". Minhee berlari pergi mencari mawar.
"Ehh, lah kok pada pergi, sih". Dania frustasi sendiri. Sedang ruby dan unjun sudah sibuk memakan makanan mereka.
Dania menghembuskan napas pasrah.
* * *
Mawar mencorat-coret secarik kertas di mejanya. Roti yang ia makan bahkan tak habis. Minhee memperhatikan mawar diam-diam.
Gadis itu, entah mengapa terasa begitu menarik di mata minhee. Sikap dinginnya seolah membuat minhee malah semakin dibuat penasaran untuk terus mendekati mawar.
Minhee memperhatikan wajah mawar secara detail.
Wajahnya yang oval, matanya yang sayu, tahi lalat kecil di atas mulut bagian kanan membuatnya begitu manis. Sayang, bibir itu bahkan tak tertarik sedikitpun untuk tersenyum.
Gadis dingin itu, benar-benar membuat minhee tak bisa melepas pandangan darinya.
Minhee memberanikan diri mendekati mawar.
"Kenapa tadi nggak jadi makan?". Mawar sedikit terkejut dengan kedatangan minhee, namun mencoba bersikap normal.
"Nggak laper". Jawab mawar masih dengan pandangan yang tak lepas dari secarik kertas coretannya.
Minhee tak kehabisan cara.
"Suka nulis? Suka gambar? Suka seni? Bahkan coretan kamu terlihat menarik". Mawar menggebrak meja membuat minhee tersentak.
Kemudian mawar berlalu pergi sembari memasang earphone ditelinganya. Minhee menelan ludah pelan. Menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum memandang mawar yang semakin menjauh.
* * *Hujan turun deras pagi ini, mengguyur seluruh jalanan kota yang lalu lalang. Awan hitam beradu untuk menyembunyikan matahari. Mawar berdecak kesal.
"Bun, hujan. Nggak sekolah". Ucap mawar datar. Bunda nya yang seorang designer, sibuk memilah-milah sketsa desainnya.
"Sebentar sayang. Bunda anter, ya pakai mobil".
"Yaudah buruan, bun". Mawar semakin gusar. Bundanya yang melihat sikap anak tunggalnya, segera bergegas mengantar mawar.
Sesampai di sekolah, mawar segera terburu-buru masuk. Sang bunda hanya tersenyum kecil.
"Baru juga dua hari sekolah, udah males-malesan. Mawar, mawar".
Sang bunda bergegas pergi dan melakukan pekerjaannya kembali.
Di koridor kelas 11, minhee dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku, berjalan mondar-mandir menunggu mawar. Saat menyadari mawar tiba, ia segera berlari kearah mawar.
"Mawar, hati-hati licin". Minhee berlari cepat dan kehilangan keseimbangan sehingga ia yang terpeleset di tengah-tengah basahnya koridor yang terkena hujan. Semua siswa yang menyaksikan tertawa miris melihat minhee.
Sedang mawar, tetap berjalan santai melewati minhee yang tersungkur miris.
Ruby dan unjun datang tergopoh-gopoh menolong minhee yang masih tersungkur. Ruby dan unjun tak kuasa menahan tawanya.
"Berisik lo bedua, buru bantuin gue".
Minhee memegang pantatnya yang sakit.
"Baju lo kotor basah min". Ucap ruby.
"Bodo amat udah". Minhee berjalan cepat menyusul mawar sembari menahan rasa sakitnya.
"Ehh, by. Tuh si minhee serius apa ama si mawar? Baru aja 2 hari mawar sekul disini". Unjun tak habis pikir.
"Ho'oh. Demen amat kayaknya". Ruby menimpali.Minhee yang duduk tepat disamping kanan mawar, tak berhenti memandang kearah mawar.
Di kelas minhee dikenal sebagai sosok yang rajin dan termasuk siswa yang cerdas. Kedua orang tuanya seorang dokter.
Untuk pertama kalinya, minhee tidak fokus mengikuti pembelajaran saat ini. Dalam pikirannya hanyalah pasal mawar. Kenapa mawar sangat dingin? Kenapa mawar cuek padanya? Kenapa mawar bersikap acuh tak acuh pada sekitar? Kenapa mawar sangat manis? Dan kenapa ia begitu peduli pada mawar? Pertanyaan itu seketika menghujam isi kepalanya.
"Minhee!". Pak fandy, guru matematika yang terkenal dengan notabene killer membuyarkan khayalan minhee. Minhee tersentak kaget. Seketika seluruh kelas menatapnya.
"I-iya, pak". Minhee sedikit gugup.
"Ngapain kamu ngelamun? Cepat kerjakan soal ini. Cepat!". Minhee bergegas berlari menuju papan tulis. Mengerjakan dengan cepat soal-soal yang bahkan belum ia simak penjelasannya itu. Menggunakan rumusnya sendiri soal itu selesai.
Semua menatap takjub minhee. Kecuali mawar, yang membuang muka kearah lain.
Pak Fandy terlihat puas. Biar bagaimanapun ia takkan bisa berhasil menghukum minhee.
Saat hendak duduk ditempatnya, minhee menyempatkan melirik sekilas kearah mawar yang tengah memandangi sisa-sisa rintik hujan.
Minhee tersenyum kecil.
* * *
Seusai sekolah, hujan kembali mengguyur deras seluruh kota. Mawar berdecak kesal menunggu bundanya yang tak kunjung datang menjemput. Mawar melirik malas arlojinya, sudah pukul 5 sore.
Suasana semakin sepi. Ia sendirian di halte depan sekolah. Ingin rasanya ia pulang saja, tapi enggan menerobos hujan sederas ini. Mawar marah dalam diam. Melepas earphonenya kemudian duduk diam memandang hujan di depannya.
Mawar tersentak, minhee yang tiba-tiba muncul di depannya. Minhee tersenyum lebar. Namun mawar membuang muka.
Minhee mendekat perlahan, meletakkan sebuah payung disebelah mawar duduk.
"Mau aku anter pulang?". Tawar minhee. Mawar menggeleng cepat.
Minhee tersenyum kecil.
"Kalau gitu pakai aja payungnya, biar mawar bisa pulang. Udah mau malam, bahaya kalau masih disini". Mawar bergeming. Membuat minhee semakin frustasi. Tapi ia tak menyerah. Mencoba memikirkan cara lain.
"Oiya, jam segini biasanya banyak gerombolan preman ganas yang jalan-jalan. Mereka bakal bilang kalau ini kawasan mereka. Bahaya kalau mawar masih disini". Mawar melirik sekilas minhee. Ada sorot kekhawatiran dalam matanya.
"Gini deh, kalau emang nggak mau dianter sama aku, pakai aja payungnya, ya. Ini". Minhee menyodorkan payungnya pada mawar. Mawar menyambutnya datar.
"Yaudah, minhee pulang dulu, ya. Mawar hati-hati". Pamit minhee sembari mengeluarkan satu payungnya lagi. Kemudian berlalu pergi. Mawar yang melihat minhee sudah menjauh segera bergegas membuka payungnya dan pulang.
Minhee tersenyum senang melihat mawar memakai payung darinya. Sedari tadi, ia sembunyi menunggu mawar pulang. Sebenarnya preman-preman tadi tidak ada. Hanya salah satu trik minhee agar mawar mengambil payungnya. Minhee tertawa senang karena caranya berhasil. Setelah memastikan mawar pulang dengan aman dari kejauhan minhee pulang. Ia mengangkat tinggi-tinggi payungnya, tertawa senang dan menari riang bersama hujan.-bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Musim Panas
Teen FictionBahwa bahagia, tak harus dituntut ada. Karena bahagia, tak pernah salah menuju tempat berpijaknya.