Sebuah Pena

40 6 0
                                    

   Minhee menatap sendu mawar yang terbaring lemah diruangannya. Ia benar-benar khawatir. Sebenarnya apa yang terjadi pada mawar sehingga ia pergi dari rumah.
Minhee tersadar dari lamunannya saat seseorang menepuk pelan bahunya.
"Nak, lebih baik kamu pulang saja. Istirahatlah. Mawar baik-baik saja" ucap bunda mawar. Minhee mengangguk ragu.
"Saya akan menjaganya. Pulanglah" tambah bunda mawar. Minhee mengangguk pelan.
"Oya, sebentar. Terimakasih banyak, ya sudah membantu menemukan dan membawa mawar ke rumah sakit" ucap bunda mawar.
"Sama-sama, tante" balas minhee sembari tersenyum. Sebenarnya ia hendak menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dibalik kaburnya mawar, tapi ia mengurungkan niatnya, karena bisa jadi itu sesuatu yang pribadi.
"Oya, nama kamu siapa tadi?" Tanya bunda mawar.
"Minhee, tante" setelah sedikit berbincang akhirnya minhee pamit pulang. Ia sendiri. Ruby, unjun dan dania sudah duluan sejak tadi.
Minhee menatap kerlap-kerlip bintang dilangit malam sana. Suasana malam ini terlihat cerah. Namun, hatinya tak secerah malam ini, hatinya sedang gundah. Memikirkan mawar yang entah kenapa sulit sekali untuk di tebak.
                         *           *           *
   Minhee duduk termenung dibangku koridor kelas. Hari ini ia datang lebih awal. Suasana sekolah masih sepi. Ia masih memikirkan mawar.
"Minhee!" Minhee menoleh kearah dania yang berlari kearahnya.
"Ehh, dan, hai" minhee menyapa dania dengan lesu.
"Lo, masih mikirin mawar, ya? Lo keliatan lesu banget" dania duduk disamping minhee yang tengah menatap sendu kearah gerbang sekolah.
Ruby dan unjun baru saja datang dan buru-buru menghampiri minhee dan dania.
"Weh, lo berdua pagi amat datengnya. Pada ngapain nih? Ngelamun pagi-pagi" celetuk ruby.
"Syut. Berisik amat lo, by. Kaya nggak paham suasana aja" ucap unjun.
Ruby seketika sadar dan menatap minhee.
"Min, udah. Jangan terlalu dibawa pikiran. Mawar baik-baik aja" ujar ruby. Unjun serta dania mengangguk setuju.
Minhee mengangguk pelan sembari menatap gerbang sekolah. 5 menit lagi masuk.
Saat gerbang hendak ditutup, seseorang menahannya. Minhee masih memperhatikan.
Tiba-tiba minhee tersentak kaget, ketika melihat seseorang yang muncul dibalik gerbang adalah mawar. Minhee beranjak berdiri, membuat ruby, unjun dan dania juga tersentak.
"Mawar!" Minhee berteriak keras. Membuat sekitarnya seketika menatap kearah minhee.
Minhee berlari menghampiri mawar yang terlihat lega karena tidak telat.
"Mawar kok sekolah? Harusnya mawar istirahat aja dulu. Kok ma-" belum sempat minhee melanjutkan ucapannya, mawar memotongnya.
"Aku nggak apa-apa" mawar tiba-tiba menunduk. Terlihat gelisah.
Minhee yang menyadari itu segera mengajak mawar menuju kelas.
"Mawar ayo ke kelas" minhee melangkah lebih dulu.
"Minhee!" Jantung minhee berdegup kencang. Ini pertama kalinya mawar memanggil namanya. Minhee dengan cepat menoleh kearah mawar.
"Kenapa mawar?" Tanya minhee cepat.
"Terimakasih banyak sudah menolongku dan membawaku kerumah sakit" tambah mawar. Nada bicaranya tetap dingin seperti biasa. Namun, entah kenapa minhee merasa bahwa percakapannya dengan mawar sedikit panjang kali ini.
Minhee tersenyum hangat.
"Kok mawar tau, sih?" Minhee bertanya kikuk.
"Bunda yang cerita" balas mawar cepat.
Percakapan mereka terhenti saat bel masuk berbunyi. Minhee mengajak mawar menuju kelas dengan sumringah. Matahari bahagianya sudah terbit kembali.
Kelas sudah dimulai. Minhee melirik sekilas kearah mawar yang serius memperhatikan pelajaran. Mawar benar, ia sudah terlihat baik-baik saja. Minhee menghela napas lega, kemudian tersenyum kecil dan kembali memperhatikan pelajaran.
                    *           *           *
   Minhee berjalan terburu-buru menuju halte sekolah. Alasan minhee selalu pulang telat yaitu karena ia harus belajar tambahan. Tak salah jika minhee dikenal dengan notabene pria pintar yang baik hati disekolah.
Minhee tersenyum kecil, melihat mawar yang sedang duduk termenung dihalte depan sekolah.
"Mawar, nggak dijemput lagi?" Tanya minhee, membuat mawar sedikit terkejut dengan kedatangan minhee yang tiba-tiba.
"Udah. Tapi aku suruh bunda pulang. Aku menunggumu" jantung minhee berdebar cepat. Kali ini debarannya benar-benar lebih cepat dua kali lipat. Minhee memegang dadanya dan mencoba bersikap netral.
"Ke-kenapa mawar?" Minhee memukul pelan mulutnya yang gagap.
Mawar masih menatap lurus kearah jalanan sore yang sepi. Kemudian mawar beranjak berjalan mendahului minhee. Minhee segera mengikuti dan menyejajarkan langkahnya dengan mawar.
"Apakah ada sesuatu yang ingin disampaikan?" Tanya minhee. Mawar mengangguk kecil, kemudian menghentikan langkahnya membuat minhee juga sontak berhenti.
Mawar membuka cepat tasnya dan mengeluarkan sebuah pena berwarna biru tua, kemudian menyodorkannya kearah minhee.
"Ini, untukmu" ucap mawar sembari menunduk. Minhee tertegun, kemudian tersenyum lebar.
Minhee menerima pena itu.
"Ini, untuk apa mawar?" Tanya minhee.
"Itu hadiah kecil untukmu" balas mawar cepat. Kali ini mawar menatap kearah minhee. Sejenak mata mereka saling bertatapan.
Mawar kemudian membuang muka pelan.
Minhee mencoba bersikap tenang. Jantungnya sudah berdetak tak karuan.
"Tapi mengapa?" Tanya minhee lagi.
Mawar menghela napas pelan.
"Hadiah karena sudah menolongku" balas mawar.
"Mawar, tapi aku sungguh tak ingin apapun. Aku-" mawar memotong cepat ucapan minhee.
"Terima saja. Kamu sudah banyak membantuku. Terimakasih" ucap mawar. Kemudian berlalu pergi memasuki komplek perumahannya.
Minhee terdiam menatap langkah mawar yang mulai menjauh.
Mawar juga bicara panjang lebar dan tidak sedingin biasanya.
"HIYAAAAAA!" Minhee berseru senang sembari mencium pena pemberian mawar. Minhee berlari pulang dengan bahagia. Tawanya semakin lebar mengiringi langkah larinya.
Detak jantungnya terus berdetak kencang beradu dengan larinya yang disertai lompatan-lompatan kecil penuh bahagia.
                  *           *           *

   Minhee berjalan mondar-mandir dikoridor kelas sembari memasukkan kedua tangannya disaku seperti biasa.
Menunggu mawar yang tak kunjung datang. Setelah kejadian kemarin sore, menunggu pagi lagi terasa sangat lama bagi minhee. Ia ingin cepat-cepat bertemu mawar dan memberikan mawar sebuah senyum termanisnya.
Minhee mengerling kearah gerbang dan mendapati mawar yang sudah datang. Minhee menatap dalam mawar yang tengah berjalan menuju kearahnya. Rambut mawar yang dikuncir satu diterpa pelan oleh angin, membuat mawar terlihat benar-benar menawan dimata minhee.
Mawar kini juga menatap kearah minhee.
Mawar juga sedikit terlarut dan tak memperhatikan langkahnya sehingga ia tersandung batu.
"Mawar!" Minhee beranjak hendak menangkap mawar, namun ia terkejut bukan main saat seorang pria tinggi kurus yang sudah menangkap mawar duluan dari belakang.
Mawar juga terlihat terkejut. Kemudian segera melepaskan pelukan pria itu.
Minhee mendengus kesal.
"Mawar nggak apa-apakan?" Tanya pria itu. Minhee dan mawar sama-sama terkejut karena pria itu mengetahui nama mawar. Pria itu tersenyum manis kearah mawar yang menatapnya bingung.
Siapa pria asing itu? Gumam minhee.
"Mawar benar-benar tidak mengenaliku, ya. Ahh, sudah kuduga" ucap pria itu lagi.
Mawar membuang muka kemudian beranjak menuju kelas. Bingung dengan apa yang baru saja terjadi dan siapa pria asing itu.
Ruby dan unjun yang sedari tadi menyaksikan kejadian itu melongo lebar.
Pria itu tersenyum lebar kearah mawar yang sudah memasuki kelas. Sedang minhee menatap tajam kearah pria asing itu dengan penuh tanda tanya.

-bersambung.

Pangeran Musim Panas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang