Di Ufuk Senja

42 7 0
                                    

   Mawar cepat-cepat menghabiskan sarapannya. Ia melirik arlojinya, pukul 06.45. Ia akan terlambat sekolah.
"Mawar, kok buru-buru makannya?". Tanya bunda mawar. Mawar melirik sekilas ke arah bundanya.
"Bahkan jam masuk sekolah aku, bunda nggak tau". Ucap mawar kemudian berlalu pergi menuju sekolah.
"Ma-mawar". Bunda mawar terdiam. Melihat putrinya yang sudah berlari menjauh.
"Kan bunda bisa anterin, nak". Sang bunda merasa bersalah. Ia menghabiskan sarapannya dengan sendu.
Mawar terus berlari menuju sekolahnya. 8 menit lagi ia telat. Tidak terasa sudah hampir satu semester ia sekolah di sekolah barunya. Ia sadar, setidaknya ia harus belajar dengan baik untuk masa depannya.
Mawar berhenti sejenak. Mengatur napasnya yang tersengal-sengal.
Ia melirik arlojinya. 6 menit lagi telat. Dan sekolah masih lumayan jauh.
Ia pasrah. Namun, tetap mencoba berlari.
Minhee, yang mengendarai sepedanya dengan cepat karena takut telat, seketika mengerem mendadak saat melihat mawar berlari tersengal-sengal didepannya. Minhee seketika melaju mendekati mawar.
"Mawarr!". Panggil minhee. Mawar menghentikan larinya. Menatap kearah minhee. Minhee berdebar. Tak biasanya mawar menatapnya selekat itu. Mawar langsung membuang muka.
"Hmm, mawar. Bareng aja, yuk. Ini udah mau telat". Mawar menggeleng kecil. Minhee berdecak.
"Ayo, mawar. Tadi aku juga kesiangan makanya bawa sepeda. Ayo naik". Mawar berpikir sejenak. Kemudian mendekati minhee.
"Naik dimana?". Tanya mawar.
Minhee tersenyum kecil.
Minhee juga berpikir. Sepeda minhee kan sepeda BMX dan tidak ada boncengan dibelakangnya. Jika mawar berdiri dibelakang pasti akan lelah. Minhee berpikir keras.
"Hmm, naik didepan aku sini, nggak apa-apa?". Ucap minhee sembari menunjuk bagian didepan ia duduk.
Mawar berpikir sejenak, kemudian bergegas naik. Minhee sempat tertegun. Kemudian tersenyum manis tanpa sepengetahuan mawar.
Mawar naik tanpa bersuara. Mawar terdiam memandang trotoar jalan sembari menatap kedua tangan minhee yang mengelilingi tubuhnya karena memegang stir sepeda. Ada sedikit debaran aneh dalam hatinya.
Untuk pertama kalinya, ia merasa hatinya menghangat.
Minhee mengayuh sepedanya dengan riang. Senyumnya yang tak lepas menghiasi wajah tampannya.
   Mawar segera bergegas turun saat sudah sampai sekolah. Mereka telat 5 menit. Tapi syukurlah gerbang masih terbuka. Ruby, unjun, dan dania memandang tak percaya kearah minhee yang berangkat bersama mawar. Minhee memarkirkan sepedanya. Kemudian terkejut mendapati mawar yang masih berdiri disekitar area parkir. Minhee pikir mawar sudah duluan. Rupanya mawar menunggunya.
Minhee tersenyum kecil.
"Mawar, ayo". Tanpa bersuara mawar menyambut ajakan minhee, kemudian mengikuti langkah minhee dari belakang.
"Terimakasih". Ucap mawar saat tiba di ambang pintu kelas.
Minhee tersenyum, "sama-sama, mawar". Kemudian mawar berlalu menuju bangkunya.
Ruby dan unjun tergopoh-gopoh menghampiri minhee.
"Heh! Jelasin semua ini. Jelasin!". Ucap unjun.
"Hooh jelasin weh!". Ruby menimpali.
"Hari ini adalah hari bahagia gue. Jadi, gue bakal traktir lo berdua sama dania". Ucap minhee sembari tersenyum, kemudian menuju bangkunya. Ruby dan unjun saling pandang dan bergantian menatap tak mengerti ke arah minhee.
                   *            *            *
   Seusai sekolah, seperti biasa mawar bergegas menuju halte depan sekolah, berharap bundanya akan datang menjemput. Ia menunggu cukup lama. Seperti biasa, hingga suasana  sepi. Tiba-tiba mawar mengerling ke arah gerbang. Biasanya minhee akan muncul dari sana. Mawar segera menepis pikirannya pasal minhee. Kenapa ia harus mempedulikan pria aneh itu.
"Mawar". Mawar tertegun. Feelingnya benar. Minhee benar-benar datang.
Entah kenapa hatinya menghangat saat tau masih ada minhee didekatnya. Mawar menunduk. Ia tak mau minhee menyadarinya yang salah tingkah. Minhee menuntun sepedanya mendekati mawar.
"Mawar belum dijemput, ya?". Tanya minhee. Mawar mengangguk kecil.
"Hmm, mau pulang bersama?". Tawar minhee. Tanpa berpikir panjang mawar dengan sigap berdiri.
"Ayo". Ucap mawar kemudian berjalan duluan. Minhee lagi-lagi tersenyum senang. Kali ini menjadi tawa kecil yang sedikit ia tahan. Kemudian ia menyusul mawar sembari menuntun sepedanya. Mereka memilih untuk berjalan saja.
Seperti sebelumnya, tetap sama. Berjalan tanpa bersuara. Hanyut pada pikiran masing-masing. Cahaya jingga senja memenuhi langit sore ini. Warna kemerahannya menjadi penghias indah yang menerangi jalanan yang sepi. Ketika hendak berbelok ke arah jalan rumah mawar, mawar berhenti sejenak. Menatap bukit ilalang di ufuk senja sana. Minhee yang menyadari mawar berhenti, segera ikut berhenti dan menatap hangat kearah mawar. Kemudian bergantian menatap arah pandangan mawar yang memperhatikan bukit ilalang diseberang jalan sana. Mawar yang menyadari minhee memperhatikannya segera bergegas melanjutkan jalannya.
"Makasih". Ucap mawar sembari menunduk.
"Sama-sama". Balas minhee, dengan senyum yang terus terulum. Mawar segera masuk rumah tanpa menoleh lagi ke arah minhee.
Minhee segera menaiki sepedanya dan mengayuh dengan riang. Hari ini adalah hari paling bahagianya selama beberapa bulan ini bersama mawar.
Ia memegang jantungnya yang sejak tadi berdebar kencang.
                     *           *           *
   Mawar memasuki rumah dengan perasaan campur aduk. Ia melihat bundanya yang tengah berkutat dengan kerjaannya. Mawar bergegas menuju kamarnya tanpa menyapa bundanya.
"Mawar, kamu sudah pulang". Sang bunda menyadari kedatangan mawar. Mawar membanting tasnya kasar. Bunda mawar sedikit tertegun dengan sikap putrinya.
"Bunda minta maaf, sayang, bunda..". Belum sempat bunda mawar melanjutkan ucapannya, mawar memotongnya cepat.
"Cukup, bunda. Cukup. Mawar udah capek sama kata-kata omong kosong bunda. Mawar nggak mau jadi anak yang benci sama orangtuanya sendiri, tapi,". Mawar mulai terisak. Tersedu sembari menatap nanar ke arah bundanya.
"Percuma, bunda bawa mawar jauh-jauh pindah kesini. Bunda pisahin mawar dari ayah. Tapi bunda juga tetep aja sibuk sama pekerjaan bunda". Mawar tersedu. Bahkan bicaranya terputus-putus. Tak biasanya ia berbicara panjang lebar seperti ini. Bunda mawar juga mulai terisak.
"Bunda, bunda nggak per-pernah merhatiin mawar. Bunda selalu lupa sama semua yang menyangkut mawar. Bunda selalu mentingin pekerjaan bunda doang. Apa bedanya sama ayah?!". Mawar tersedu. Bunda mawar mendekati mawar dan hendak memeluk mawar, namun mawar menepis tangan bundanya.
"Bunda udah nggak pernah antar jemput mawar sekolah. Nggak peduli biarpun mawar pulang menjelang gelap. Bunda bahkan nggak peduli sedikitpun". Mawar menghapus kasar airmatanya. Kemudian berlari pergi keluar rumah meninggalkan bundanya yang terisak.
"Mawarr!". Bunda mawar berteriak. Namun mawar sudah berlari jauh entah kemana. Bunda mawar menyesal, ia menangis tersedu-sedu sendiri diruang tamu. Ia merutuki dirinya yang telah berlaku tak semestinya pada putrinya.
Bunda mawar bergegas pergi mencari mawar. Namun tak ia temukan juga. Disepanjang jalan sudah ia cari, namun mawar tak ada juga. Ia semakin khawatir.
Kemudian berpikir, mungkin saja mawar sudah pulang kerumah.
Bunda mawar berpikir kalau mungkin saja mawar butuh waktu sendiri dan nanti juga akan kembali.
Bunda mawar putar balik menuju rumahnya. Masih diselingi sesenggukan kecil ia pergi pulang kerumah. Ia sangat mengkhawatirkan mawar. Namun, tetap mencoba berpikir positif pasal mawar.
                  *           *          *
   "Min, ayo ke kantin". Ajak dania. Minhee menggeleng pelan. Ia menatap bangku mawar yang kosong. Mawar tak masuk hari ini. Tak ada keterangan. Ada apa? Sakitkah mawar? Atau ada sesuatu? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiran minhee. Ia sangat mengkhawatirkan mawar.
Dania sedih melihat minhee tidak menghiraukannya.
"Dan, kenapa lo?". Tanya unjun.
"Minhee, jun. Dia nggak ngegubris gue pas gue ajak ke kantin. Dia kayanya sedih banget mawar nggak masuk tanpa keterangan". Unjun menepuk pelan puncak kepala dania.
"Gue paham, dan. Lo pasti udah nahan ini semua sejak lama". Dania menatap unjun.
"Jun, gue suka sama minhee udah lama. Tapi, entah kenapa walau hati gue sakit ngeliat minhee yang berjuang keras buat dapetin mawar, tapi gue ngerasa ikhlas, jun. Dari kecil gue, minhee, lo dan ruby udah sahabatan. Dan gue tau. Selama itu minhee cuma bakal nganggap gue sebagai sahabatnya dan nggak lebih".
Unjun kini mengelus pelan puncak kepala dania. Tersenyum kecil kearah dania yang bersedih.
"Gue tau kok, gue paham. Dan gue tau lo itu cewek yang kuat. Sahabat kesayangan gue pasti bisa hadapi ini. Udah dong senyum, jangan sedih. Gue ntar jadi ikutan mewek, nih". Ucap unjun sembari nyengir lebar membuat dania tertawa kecil.
"Nah, gitu dong ketawa". Tambah unjun.
"Dari dulu, lo emang paling ngertiin gue, jun. Makasih ya". Ucap dania sambil tersenyum teduh.
Unjun ikut tersenyum.
"Nah, gitu dong senyum. Kan cantik hehehe". Unjun nyengir lebar.
"Udah ahh ayo nyusul ruby. Kasian dia dari tadi sendirian makan". Ucap dania. Unjun mengangguk kemudian mereka pergi ke kantin.
   Minhee masih termenung memikirkan dimana mawar. Sehari saja tanpa mawar, benar-benar menjadi hari yang buruk untuknya.
                    *            *           *
   "Ehh, gais. Gue nggak bisa ikut pulang bareng kalian, ya. Sorry banget ini mah". Ujar minhee dengan perasaan tak enak.
"Yah, kenapa min? Padahal kita jarang banget pulang bareng lagi". Balas dania. Ruby dan unjun mengangguk setuju.
"Gue, harus kerumah mawar". Ucap minhee. Dania terdiam, kemudian tersenyum kecil. Unjun menatap dania sendu.
"Gue mau mastiin keadaan mawar. Gue khawatir kalau dia nggak ada kabar kaya gini". Tambah minhee.
"Gimana kalau kita bareng-bareng kerumah mawarnya. Kita juga mau tau keadaan mawar. Iyakan gais". Ucap dania. Ruby dan unjun lagi-lagi hanya mengangguk setuju.
Tanpa pikir panjang minhee mengiyakan tawaran dania.
  
   Minhee berjalan sedikit terburu-buru. Melihat minhee yang seperti itu, dania, ruby, juga unjun mencoba mensejajari langkah minhee.
Setelah sampai dirumah mawar, mereka melihat bunda mawar tengah menelpon diteras.
"Saya sudah jelaskan. Saya tidak bisa hadir. Anak saya dari semalem kabur dari rumah. Apa saya masih harus memikirkan pekerjaan. Sudah cukup! Saya izin cuti". Bunda mawar memutus sambungan teleponnya frustasi. Minhee dan lainnya kaget bukan main.
"Maaf tante, tadi tante bilang mawar kabur?". Ucap minhee. Bunda mawar sedikit terkejut dengan kehadiran mereka yang tiba-tiba.
"Kami ini teman sekolah mawar". Unjun menimpali.
Sang bunda langsung menghampiri mereka.
"Iya. Kemarin malam mawar marah dan pergi dari rumah. Saya sudah mencari kemana-mana, tapi saya nggak nemuin juga. Terus akhirnya saya pulang karena mengira mawar hanya butuh waktu sendiri dulu terus nanti juga bakal pulang. Tapi ternyata, saya bahkan baru sadar pagi ini kalau mawar masih belum kembali". Bunda mawar mulai terisak.
"Ya, tante cari dong!". Minhee mulai gusar.
"Min, lo sabar". Dania menepuk pelan bahu minhee.
"Arghh!". Minhee berlari pergi meninggalkan mereka. Mencoba mencari mawar.
"Tante. Mending sekarang tante istirahat aja. Biar kita yang bantu cari mawar. Dania lo temenin bunda mawar, ya. Biar gue sama ruby nyusul minhee". Ujar unjun. Dania mengangguk cepat. Kemudian membawa bunda mawar masuk kerumah.
"Tante tenang aja, ya. Pasti mawar baik-baik aja". Ucap dania sembari mengelus pelan bahu bunda mawar.
Bunda mawar mengangguk pelan sembari terisak.
   Minhee terus berlari tanpa arah. Memeriksa segala sudut tempat disekitar komplek rumah mawar.
Ia lari kesekolah. Memeriksa semua isi kelas 11, namun ia tak menemukan mawar juga.
"Ehh, minhee kemana, sih?". Ucap ruby dengan napas yang tersengal-sengal.
"Iya. Cepet banget larinya". Balas unjun yang juga ngos-ngosan.

   Minhee berlari sekuat mungkin. Memeriksa setiap sudut jalan. Seketika ia terhenti. Jalan ini, jalan dimana ia naik sepeda dan pulang bersama mawar. Minhee menatap nanar guratan merah menjingga di ufuk senja sana. Wajah mawar memenuhi pikirannya. Hatinya mendadak sesak. Ia menahan sekuat tenaga agar airmatanya tak tumpah. Ia harus kuat. Ia tak boleh terlarut.
"Mawaaaaarrr!". Minhee berteriak sekeras mungkin. Ia meremas rambutnya frustasi.
Ia terduduk lemah ditengah jalan yang sepi. Terduduk lemah dibawah guratan jingga senja.
Minhee menatap ke arah bukit ilalang yang pernah ia lihat bersama mawar kala itu.
Tiba-tiba minhee menyadari sesuatu. Kemudian minhee bergegas menuju bukit ilalang itu. Berlari sekuat tenaga menerobos rumput-rumput ilalang. Minhee menghela napas lega. Kini airmatanya benar-benar tumpah.
Di atas sebuah bangku, dibawah pohon rindang, ditengah luasnya padang ilalang, ia menemukan mawar yang tengah tertidur.
"Mawaaarrrrr!". Tak ada jawaban. Minhee mendadak panik. Segera bergegas menghampiri mawar.
Ia menggoyang-goyangkan tubuh mawar yang dingin. Mawar pingsan.
"Mawar, mawar bertahanlah". Minhee segera menggendong mawar dan bergegas membawa mawar menuju rumah sakit. Perasaan minhee benar-benar kalut. Ia takut terjadi sesuatu pada mawar. Semalaman mawar berada diluar rumah.
Minhee terseok-seok menggendong mawar, mencoba mencari tumpangan. Akhirnya ia mendapatkan tumpangan yang dapat mengantar mawar ke rumah sakit. Minhee lega. Sepanjang jalan ia mengenggam erat tangan mawar.
Ini pertama kalinya ia menggenggam tangan mawar. Tangan mawar dingin, wajahnya pucat, matanya terlihat sembab. Apa yang telah terjadi pada mawar? Minhee benar-benar cemas.
Ia mencoba tetap tenang dan berpikir, bahwa mawar akan baik-baik saja.
Minhee menghubungi ruby, dan minta tolong untuk menyampaikan ke bunda mawar bahwa ia sudah menemukan mawar dan tengah membawanya kerumah sakit.
Minhee menatap senja yang mulai menghilang ditelan gelap malam.
Di ufuk senja sana, ia berhasil menemukan mawar, gadis yang sangat disukainya itu. Feelingnya, yang mengatakan mawar berada dibukit ilalang itu, sangat tepat.

-bersambung.

Pangeran Musim Panas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang