[1]My Youth is Yours

148 6 0
                                    

Sarah & J's

🌸

Sebelum baca, bisa nonton video yang ada di media dulu buat kasi gambaran.

*

Pukul sembilan lewat tiga puluh menit di malam hari, ruangan dengan luas 36 meter persegi itu masih tampak terang karena kegiatan dua manusia yang ada di dalamnya. Kedua bayangan mereka saling berkejaran, berjauhan, kemudian kembali bergerak seirama. Pantulan cahaya lampu pada permukaan lantai dan cermin semakin memperjelas gerak tubuh mereka.

Sebuah koreografi pamungkas berhasil mereka peragakan. Kedua wajah mereka berkilau oleh peluh-peluh yang berjatuhan, yang arusnya terkadang dilawan oleh otot wajah mereka yang bergerak naik karena keserakahan mereka mengambil napas. Sang wanita tersenyum tipis sambil sedikit mengangkat kepalanya untuk menatap kedua mata sang pria, yang sudah tersenyum lebar terlebih dahulu karena menyadari bahwa mereka telah menuntaskan koreografi ini.

"Didn't expect that we could go this far." Sang pria terlebih dahulu membuka pembicaraan. Ia tidak tahan jika harus terus terdiam menatap sang wanita dengan posisi seperti ini.

Kedua manusia tersebut menurunkan tangan mereka yang saling bertautan, menjadikan posisi kedua tubuh mereka semakin dekat dan saling berdampingan. Mereka menatap bayangan tubuh keduanya pada cermin. Seorang pria dengan tubuh yang kurus dan tinggi badan 182 sentimeter, dan seorang wanita dengan rambut panjang terikat di sebelahnya, yang ujung kepalanya hanya mencapai bahu dari sang pria.

"Didn't expect that we had committed to a concept. Biasanya baru dua hari sudah pengen ganti konsep aja," balas sang wanita.

"Abis lagunya enak sih, can relate juga." Sang pria menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan tangan kanannya.

"Ya udah. Yuk, pulang. Besok kita coba rekam, siapa tahu bisa jadi bahan buat summer class." Sang wanita mengambil tas yang tersandar di depan cermin, kemudian menarik tangan sang pria untuk berjalan keluar dari ruangan.

🌸

Keesokan harinya, di Minggu pagi. Ruangan tempat mereka menari semalam masih kosong. Keduanya masih disibukkan dengan kegiatan masing-masing, sebelum kembali pada pukul 11 siang di tempat yang sama sesuai yang mereka janjikan.

Di tempat lain, sang pria sedang berkutat dengan ponselnya. Matanya lurus menatap pada layar dan menantikan sebuah pesan masuk, namun sesekali ujung matanya melirik ke sekitar untuk memastikan dua wanita yang tadi datang bersamanya tidak pergi terlalu jauh dari tempat ia duduk sekarang.

"Kak Jere, mau kembaran jaket sama adek ngga?" Salah satu wanita yang ia awasi tadi menunjukkan sepasang jaket dengan desain dan warna yang sama untuk pria dan wanita muda.

"Mama! Lena udah gede. Ngga mau kembaran lagi sama kakak," rajuk wanita satunya, yang merupakan adik dari sang pria, Jeremi.

"Ihh, siapa juga yang mau kembaran sama bocah," balas Jeremi.

"Yah, padahal cocok loh dipakai buat arisan keluarga akhir tahun besok. Kita kan mau ke villa Om Andri di Lembang," tutur Mama.

"Mama sama adek aja deh yang beli baju, Jere nggak." Jeremi kembali fokus pada ponselnya. Pukul 10.48, belum ada pesan masuk.

Kedua wanita tersebut kembali pada kegiatannya memilah dan memilih pakaian. Beberapa bulan sekali di akhir pekan, orang tua Jeremi berkunjung ke rumah yang ia dan adiknya tempati. Jeremi, sang anak pertama, sudah bekerja dan hidup mandiri sehingga ia memilih untuk tinggal sendiri. Dua tahun kemudian, Lena, sang adik, berkuliah dan ikut menempati rumah yang Jeremi tinggali.

enchanté; an anthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang