Perempuan paruh baya yang menemani ayah Axel di acara asosiasi hukum, hari ini muncul di kantor. Annisa mengantarkan beliau menemui Axel di ruangannya. Pintu ruang kerja Axel tertutup.
Terdengar sedikit pertikaian di dalamnya. Hasrat ingin tahuku membesar. Beberapa karyawan pun tampak berbisik-bisik ingin mengetahui apa yang sedang terjadi.
Perempuan itu keluar dari dalam ruangan. Amarah memancar dari gerakan tubuhnya. Daun pintu dibantingnya seolah dapat menyalurkan amarahnya. Kami yang melihat kejadian itu hanya bisa menunduk dan berpura-pura sibuk dengan pekerjaan kami.
Aku masuk ke dalam ruangan Axel untuk menyerahkan dokumen yang dimintanya. Dia tampak gusar dengan kejadian yang dialaminya.
Pekerjaanku menyibukkan diriku sehingga aku lupa bahwa waktu pulang kerja sudah tiba. Rekan kerja yang lain sudah meninggalkan kantor. Axel keluar dari ruangannya dengan tas kerja di tangannya.
"Masih banyak kerjaannya?" Tanyanya mengagetkan diriku. Aku menatap ke arahnya.
"Sudah hampir selesai, Pak." Aku berdiri di hadapannya. Ia tampak tinggi di depanku. Axel melihat tumpukan dokumen yang masih berserakan di atas mejaku.
Tiba-tiba perutku berbunyi dengan sangat keras. Sudut bibir Axel tampak berkedut. 'Sial, perut ini bikin malu saja' rasa malu menghinggapi diriku.
"Dalam 2 menit, kamu rapikan dokumenmu. Ikut saya." Axel meninggalkan diriku. Aku bergegas merapikan dokumen dan mematikan komputer. Aku berlari mengejar Axel.
Axel menungguku di depan lift.
"Pak, Kita mau kemana?" Tanyaku dengan napas menderu. Pintu lift terbuka, Axel masuk ke dalamnya diikuti oleh diriku.Di dalam lift masih ada beberapa pekerja dari perusahaan lain yang bertempat di gedung kantor ini juga. Aku mencoba menjaga jarak dengan Axel. Tapi sempitnya ruang lift membuat niatku tidak berhasil.
Pintu lift terbuka di lantai Lobby. Semua pekerja keluar dari pintu lift. Saat aku ingin beranjak keluar, Axel menahan tanganku. Aku melihatnya. Ia tidak bergeming. Pintu lift tertutup, Axel menekan tombol basement.
Kami diam tak bersuara. Pintu lift terbuka kembali ketika tiba di lantai basement. Axel keluar, aku mengikuti dari belakang. Ia menuju ke mobil putih yang biasa dikendarainya.
Benar apa yang dikatakan Pak Deni. Walau Axel seorang Direktur, ia tidak suka dilayani. Sangat jarang kami melihatnya diantar oleh supir. Bahkan beberapa kali aku melihatnya membeli makanan di pinggir jalan.
Axel membuka pintu mobil. Ia memberi isyarat bagiku untuk masuk ke dalam mobil.
"Pak, Kita mau kemana yah?" Aku bertanya sekali lagi. Pertanyaanku tidak dijawabnya. Aku kesal sekali. Mobil bergerak ke arah utara Jakarta.
Kami tiba di sebuah restoran Chinese food. 'oh, diajak makan' pikirku.
Axel memarkirkan mobilnya."Kamu keberatan makan masakan Chinese food?" Tanyanya. Aku menggeleng. Kami keluar dari mobil dan berjalan ke dalam restoran.
Pelayan restoran menyerahkan buku menu kepada kami. Axel menawarkan kepadaku untuk memilih makanan yang ingin kumakan.
Aku menyerahkan pilihan kepada Axel. Axel meminta beberapa lauk dan sayur kepada pelayan. Aku tak pernah menginjakkan kaki ke dalam restoran seperti ini.
Bagiku, makan di warteg sudah lebih dari cukup. Makanan yang dipesan tiba, kami pun menikmati makanan yang dihidangkan.
Setelah selesai makan, kami kembali ke dalam mobil. Axel mengantarkan aku hingga tiba di depan jalan menuju kostku. Tampak Tommi berjalan dari arah kostku. Aku meminta Axel menghentikan mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daun Yang Gugur
Romance"Ikut aku, bawa anakmu. Hidup bersamaku, maka anakmu akan aku selamatkan." Luci menggelengkan kepalanya. Ia tak akan mengkhianati pernikahannya. Margaretha atau yang biasa dipanggil Maggie, memulai pekerjaannya sebagai paralegal. Axel, atasannya me...