Kepergian Mereka

11 2 0
                                    

Hampir masih belum percaya rasanya saat mereka satu persatu pergi dan menjauh dari diri ini, entah sebab karena menemukan teman baru atau mungkin mereka merasa sudah tidak asik lagi jika harus bergaul denganku. Memang semenjak aku memutuskan untuk tidak lagi dengan diriku yang dulu, mereka mulai tidak terlalu asik bahkan menjauh dengan alasan malu dan merasa tidak pantas lagi jika harus berteman denganku. Mendengar pernyataan tersebut aku tak tau harus apa, ingin melarang tapi apa hak ku, ingin marah tapi karena apa. Hidup memang bukan tentang kepemilikan, tapi tentang bagaiaman kita mensyukuri apa yang telah diberikan Allah untuk kita.

Dulu aku kerap bermain dan berkumpul dengan empat orang teman, ya bisa dikatakan sudah seperti sahabat juga. Namanya Kurniawan, Ulan, dan Bila. Mereka adalah teman sekaligus sahabat tempatku berbagi. Sebelum semuanya sibuk dengan mimpi dan urusan masing-masing. Kita selalu ngumpul dan bertukar cerita di rumahnya Kurniawan, kebetulan juga rumahnya tak terlalu jauh dari rumahku. Dari yang blak-blakan dalam berbicara, hingga pada akhirnya mulai canggung dan merasa asing dengan sebuah pertemuan.

Sesekali aku kerap menggerutu dengan diri sendiri didalam hati "Kok sekarang gini ya? kok sekarang ngerasa asing? kok sekarang gini gini, dulu yang mulanya sahabatan deket banget kok sekarang kaya orang asing, kenapa?". Tapi kalau dipikir juga, nggak semua yang kita punya bakal tetap dan selamanya disamping kita, karena semua ada waktunya untuk pulang dan pergi, tak terkecuali seorang sahabat sekalipun.

Suasana malampun mulai menghampiri dan perbincangan hangat terjadi antara aku dan ibuku.

"Bu, kok teman-temanku ngejauh sekarang?" tanyaku pelan.

"Ngejauh kaya gimana?" tanya ibu kepadaku.

"ya ngerasa dijauhi aja semenjak aku memutuskan untuk memperbaiki diri"

"Terus kenapa?" tanya ibu lagi.

"Ya gak kenapa-napa sih Bu, emang ada yang salah ya dari perubahan dan penampilanku sehingga mereka ngejauh dan lupa denganku." Ucapku dengan nada pelan.

"Gak ada yang salah nak, tapi mungkin mereka pergi karena do'a mu terjawab oleh Allah.''

"Maksud Ibu?" tanyaku dengan nada heran.

"Ya kan kamu sering minta untuk dipertemukan dengan teman yang bisa menegur dan membimbingmu saat kamu salah langkah, nah mereka pergi mungkin karena Allah telah menyiapkan ganti yang lebih baik lagi untuk menemani setiap langkah perjalananmu." Jawab ibu sambil tersenyum menghadapku.

"Ooo iya iya aku paham heee."

Semenjak saat itu aku mulai bisa menerima dan lebih bisa berpikir panjang, bahwa sahabat yang memang benar-benar mendukung tidak akan pernah jauh apalagi sampai pergi dari menemani langkahmu.

Seiring berjalannya waktu, tidak hanya mereka yang mulai menjauh tapi masih banyak lagi yang pergi dan tak ada kabarnya. Sesekali ingin rasanya aku menghubungi mereka walaupun hanya sekedar tau kabar dan yang lainnya. Tapi rasanya aku malu jika harus memulai terlebih dahulu, sebab sudah ada beberapa kejadian aku mencoba menghubungi mereka tapi yang ku dapatkan hanyalah penolakan dalam bentuk pesan tak terbalas bahkan ada yang terbaca tapi tak ada respon sama sekali, hhhh miris sekali hidupku.

Jika dipikir lebih dalam lagi, sakit memang rasanya jika mendapatkan respon yang seperti itu. Definisi sakit tapi tidak berdarah ya itulah yang kurasakan. Tapi perjuanganku tak sampai disana, aku berusaha lagi untuk dekat dengan mereka yakni, Kurniawan, Ulan, dan Bila. Memang tak pernah ku kirimkan pesan atau apa, sebab aku masih mengumpulkan keberanian yang banyak untuk mulai bertukar dan bertanya kabar dengan mereka. Ingin dan malu rasanya bercampur menjadi satu kesatuan yang padu sehingga membentuk rasa yang namanya "tertahan". Menahan sesuatu itu memang gak enak, apalagi rasa rindu dengan sahabat yang dulunya dekat kaya perangko sekarang jauhnya kaya peluru yang ditembakkan keluar dari pistol, jauhkan? Heheee...

Kehilangan sosok teman memang sudah biasa, tapi kehilangan sosok sahabat rasanya seperti kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidup kita. It's oke jika hilangnya karena sudah waktunya untuk pulang ke pangkuan sang khaliq, tapi ini hilang karena mereka yang sibuk dengan urusan masing-masing atau mungkin ada yang sengaja ngejauh hanya karena aku beda dengan mereka sekarang.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir, letak bedanya dimana sih? Sama-sama makan nasi, iya, sama-sama hidup di buminya Allah, iya, lahhh terus apa bedanya coba?

Sebagian orang kerap berpikir kalau orang cadaran itu gak bakal mau temenan atau deket sama orang yang gak banyak pengetahuannya dalam bidang ilmu agama. Padahal kita walaupun menggunakan cadar belum tentu ilmu agamanya terjamin, tapi kita terus belajar dan belajar dalam segala hal yang berkaitan dengan agama dan yang lainnya.

Kehilangan, kepergian, ditinggalkan, mungkin hampir semua sudah aku rasakan dalam hidup ini, apalagi saat aku harus kehilangan separuh daripada jiwa ini yaitu, sosok Ayah yang beberapa tahun lalu pergi untuk selamanya. Kehilangan sosok yang sangat berperan dalam hidup memang amatlah menyakitkan, tapi aku tetap memperkuat diri dengan rasa yakin bahwa setiap yang pergi akan diganti dengan yang lain.

Sahabat, teman, dan kerabat yang pergi menjauh bukanlah perihal yang mudah untuk diterima, sebab tanpa kita sadari mereka semua sangatlah berperan dalam kehidupan kita sebagai makhluk sosial. Tapi sebuah kepergian dalam kehidupan tidak dapat kita cegah dengan cara apapun, karena setiap yang bernyawa pasti akan kembali pada pemilik-Nya (Allah). Aku ingat kata salah satu seorang penulis yang mengatakan .

" Benar, mencintai makhluk itu sangat berpeluang mengalami kehilangan. Kerbersamaan bersama makhluk juga berpeluang mengalami perpisahan. Hanya cinta kepada Allah yang tidak."

Perkataan tersebut diucapkan oleh Habiburrahman El Shirazy, dai, novelis, sekaligus penyair Indonesia. Dari kata-kata beliau tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa setiap kali kita terlalu berharap kepada manusia saat itu juga Allah akan timpakan bagaimana sakitnya berharap kepada manusia. Akupun sadar bahwa kita manusia hanya bisa berdo'a untuk diberikan yang terbaik, entah itu perihal teman, sahabat, ataupun yang lainnya. Yang pergi biarlah pergi dan yang masih setia bersama kita syukurilah, karena menangisi yang pergi tak akan ada gunanya. Tetaplah bersyukur untuk yang masih setia menemani langkahmu saat ini, sebab mereka adalah sosok yang dikirimkan Allah untuk mengobati rasa sakitmu dikarenakan kehilangan. Jaga mereka dan mintalah kepada Allah agar senantiasa didekatkan dalam kebaikan bersama. Semoga kita yang memiliki sahabat bisa bersama sampai Jannah-Nya. Aamiin Ya Robbal'alaamiin.

















" Sungguh dusta orang yang menjalin persahabatan akan tetapi mereka tidak
saling mendo'akan disaat berpisah."
"TANDA KETULUSAN DALAM PERSAHABATAN ADALAH SALING
BERDO'A SAAT TIDAK SALING BERTEMU."
"Begitu mudahnya berdo'a saat bertemu akan tetapi tidak mudah berdo'a
disaat saling berpisah, kecuali bagi yang tulus. Itulah cinta karena Allah."

Mutiara Hikmah
Buya Yahya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Journey Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang