03. Jihoon has been found

119 20 5
                                    

Soonyoung pikir lebih baik ia mati karena rasa sakitnya membunuh. Soonyoung sudah tidak kuat lagi.

Kesedihan akibat kehilangan Jihoon menghentikannya mengkonsumsi obat dan makanan. Tubuhnya lemah tapi ia tidak peduli. Akhirnya, sakit Soonyoung jadi semakin parah.

Soonyoung berguling, mengerang sambil mencengkram perutnya yang melilit. Perih dan seperti ditusuk belati. Tentu saja ia masih hidup, sesuatu yang Soonyoung sesali.

Kemudian Soonyoung lebih menyesal lagi setelah sadar tentang pikirannya untuk bunuh diri. Ia sadar betapa tega dirinya mengkhianati harapan keluarga kwon yang senantiasa ingin Soonyoung tumbuh jadi manusia bermanfaat bagi umat, bangsa dan seluruh makhluk. Sesuatu yang tidak salah, hanya saja terdengar muluk-muluk.

'Hidup begini saja aku tidak bermanfaat, apalagi kalau sudah mati,' Soonyoung merutuk dalam hati.

Gorden abu-abu pemberian mama Kwon masih sepenuhnya menutupi jendela padahal hari sudah mulai siang. Sinar matahari merembes dari celah kain panjang itu. Membuat Soonyoung mengeluh tidak nyaman sambil menutupi wajah. Ia berusaha menghindar dari garis kuning keemasan yang memberi efek silau dan hangat pada wajahnya.

Semakin lama napasnya makin pendek. Keringat mengalir di pelipisnya yang dingin. Dengan putus asa ia meraih ponsel. Mengirim pesan ke group chat yang berisi dirinya, Seungkwan dan Seokmin.

"Tolong aku. Kos."

Nyaris satu jam Soonyoung menunggu balasan. Ia sampai menangis menahan sakit dan dingin yang menyerang. Seolah ada tangan-tangan tak kasat mata yang terus menghajar sekujur tubuhnya dan menghujaninya dengan es. Padahal Soonyoung sudah mematikan AC tapi tubuhnya masih menggigil.

Knock!

"Masuk saja," ia menyahut susah payah.

Seungkwan dan Seokmin muncul dari balik pintu. keduanya tampak berantakan, tentu saja karena baru bangun tidur.

"Ya Tuhan, kau semakin kacau!" Seungkwan memekik. Duduk di kasur Soonyoung untuk memastikan sahabatnya itu masih bisa hidup.

Seokmin yang tidak tahu apa-apa memandang Soonyoung dengan tatapan miris. Ia pikir kondisi Soonyoung kini murni karena sakit. Segera dibukanya sekotak susu yang ia beli tadi lalu diberikan pada Soonyoung.

"Minumlah, isi perutmu" katanya, menyodorkan sekotak susu pada Soonyoung.

Ada rasa kecewa yang tidak terkatakan dari Seokmin. Semalam pria itu mewarnai ulang rambutnya jadi biru tua tapi tidak ada yang sadar itu. Padahal Seokmin pikir dirinya jadi makin tampan dan bersinar. Apalagi sinar matahari di kamar Soonyoung membuat rambutnya semakin berkilau.

Dengan segala daya upaya, Soonyoung dibawa ke rumah sakit. Sialnya mereka harus mengantri berjam-jam sampai giliran Soonyoung tiba. Seokmin bahkan nyaris membakar rumah sakit itu jika mereka harus mengantri lebih lama lagi.

"Tidak ada sakit apapun" adalah diagnosa yang diberikan sang dokter. Sudah, itu saja.

"Apa? Yang benar saja! Temanku ini hampir mati, dok." Ucap Seokmin ngotot, badannya sampai maju melewati batas meja. Iya, mereka bertiga masuk bersama ke ruang pemeriksaaan. Soonyoung jadi malu sendiri.

Percuma Seokmin tidak terima, pemeriksaan medis tetap saja menunjukkan bahwa Soonyoung baik-baik saja.

Seungkwan memapah Soonyoung menuju parkiran mobil. Bukannya segera membuka pintu agar Soonyoung bisa masuk, Seokmin malah berdiri mematung di samping  kursi kemudi.

"Apa yang kau lakukan bodoh?! Cepat buka pintunya!"

"Tidak ada cara lain. Kita harus mencobanya," ujar Seokmin. Tangannya menyentuh dagu dengan cara yang dramatis.

Finding Jihoon (Soonhoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang