Thirty Eight

215 34 15
                                    

Ketukan di pintu jelas mengejutkan Nako dan Wonyoung. Nako tidak mengatakan sepatah katapun dia hanya melirik ke arah Wonyoung untuk membuka pintunya. Wonyoung pun tidak membalas. Meski dia terdengar mendengus sedikit keras Wonyoung akhirnya berjalan ke arah pintu lalu membukanya.

Di sana Eunbi berdiri. Memasukkan tangan ke dalam saku jaketnya. Malam ini diluar memang terasa lebih dingin dari pada biasanya.

"Besok kita akan mengadakan pertemuan." kata Eunbi.

"Memangnya ada apa lagi ?"

"Tindakan kita selanjutnya."

"Kamu belum juga menemukan agennya ?"

"Aku mencurigai semua orang termasuk kamu."

Wonyoung menyimpan kekesalannya dalam hati. Tapi dia juga tidak bisa menyangkalnya.

"Pukul dua belas seperti biasa."

Setelah itu Eunbi berlalu dan menuju kamar yang selanjutnya. Wonyoung menutup pintunya kemudian kembali duduk di atas ranjang. Dia sadar ketika Nako menatapnya dengan tanda tanya yang jelas.

"Kita akan mengadakan pertemuan lagi besok. Di waktu yang seperti biasa." ucap Wonyung kepada Nako.

Nako tidak bertanya lebih lanjut. Dia sebenarnya sangat malas ikut dalam pertemuan itu. Pahanya masih belum juga sembuh semenjak kejadian waktu itu. Dan berjalan menuju ruangan itu membuat nyerinya makin bertambah seiring waktu.

"Aku punya firasat buruk." kata Wonyoung. "Aku mulai merasa tidak nyaman berada di sini."

"Aku tidak mau mendengarkan rengekanmu." balas Nako. Wonyoung meliriknya seaat, lalu pandangannya tertuju kepada pemandangan di luar jendela.

"Jika aku pergi dari sini sekarang. Apa yang akan terjadi kepadaku ?"

"Kamu akan menjadi pengecut." Nako memejamkan matanya dan merendahkan posisi tubuhnya untuk berbaring.

Tidak ada yang tahu apa yang Wonyoung pikirkan sekarang. Entah kenapa saat ini dirinya merasa terperangkap dalam dinding pembatas yang tidak terlihat. Dulu ketika datang kesini Wonyoung merasa bahwa ia akan menyelesaikannya dengan mudah dan pergi dari sini membawa hadiahnya. Kini semua itu terasa sangat jauh.

Ada sesuatu yang membuatnya makin merasa tidak nyaman. Keberadaan Sakura sebagai sasaran besar disini dulunya adalah keuntungan yang besar. Dia sendirian tanpa pengawasan. Terlihat begitu rapuh duluya.

Tetapi pendapatnya tentang Sakura mulai berubah ketika ia melihatnya pada suatu saat di kelas. Sakura sendirian waktu itu, Chaeyeon sedang pergi entah kemana.

Sakura memutar-mutar pena pada jarinya. Gerakan pena itu begitu mulus menari-nari pada jarinya yang ramping. Tetapi entah mengapa Wonyoung terasa familiar dengan gerakan itu. Seakan-akan Sakura tengah memegang dan memutar-mutar pisau pada jarinya.

Kelas sedang begitu sepi saat itu. Hanya ada Sakura, dirinya, dan Hyewon yang sedang tertidur di pojokan kelas dengan kepala yang ditutupi buku. Lalu Sakura menoleh dengan cepat ke arahnya, mungkin karena ia tahu sedang diamati.

Tatapan Sakura saat itu tidak terlihat seperti seorang gadis polos yang tidak tahu apapun. Itu adalah tatapan waspada yang penuh perhitungan. Seperti Sakura sedang menimbang-nimbang apakah dia harus diam saja, atau membungkam Wonyoung karena apa yang dilihatnya barusan.

Saat itu, Wonyoung merasakan tekanan yang menakutkan menghampirinya secara tiba-tiba. Hanya sesaat saja. Seperti hembusan angin yang menerpa wajah dan berlalu dalam sekejap. Tetapi itu sudah cukup.

Wonyoung memaksakan senyumnya ketika itu. Lalu Sakura pun membalas senyumannya lalu ia berbalik. Tidak lagi memutar-mutar penanya.

Wonyoung bertanya-tanya apa yang barusan itu. Mungkinkah itu hanyalah perasaannya saja atau hal yang lain. Dan semenjak saat itu ia menjadi seseorang yang berbeda. Wonyoung tidak mengatakannya kepada siapapun karena dirinya pasti akan dianggap penakut. Seperti yang barusan Nako katakan.

Ia menggelengkan kepalanya berusaha mengentaskan pemikiran barusan. Dan memilih berpikir kalau dirinya kini memang mulai tumpul. Tidak sekuat dulu lagi karena berada satu kamar dengan Nako, orang yang dibencinya sekaligus dikaguminya.

Wonyoung memilih untuk tidur. Ia jatuh terlelap tak lama setelah berbaring dan menatap langit-langit kamar.

~~~

Eunbi akhirnya sampai di depan kamar Chaeyeon. Ia mendengar suara percakapan dua orang gadis dari dalam sana. Tapi hal itu tidak mengurungkan niat Eunbi untuk mengetuk pintu.

Setelah beberapa ketukan berlalu Chaeyeon akhirnya membuka pintu kamarnya. Ketika melihat Eunbi ada disana Chaeyeon sudah bisa mengetahui apa yang kira-kira akan disampaikan gadis itu.

"Ada apa ?" tanya Chaeyeon.

Eunbi melihat dari balik bahu Chaeyeon. Ia melihat Sakura menoleh ke arah pintu. Eunbi tersenyum kepada Sakura. Kemudian ia berbicara dengan nada berbisik kepada Chaeyeon.

"Besok akan ada pertemuan lagi. Waktunya seperti biasa."

"Apa yang akan kita bicarakan ?" tanya Chaeyeon.

"Sesuatu tentang agen sialan itu. Bukankah kamu juga terganggu ? Yah, meskipun sebenarnya aku masih mencurigai kalian semua." Eunbi melipat tangannya di depan dada.

"Jadi kamu berniat mengumpulkan kita semua, dan memanaskan suasana sampai agen itu tidak bisa lolos lagi dan membongkar penyamarannya sendiri. Begitu ?"

"Kurang lebih begitu."

Sebenarnya Chaeyeon berpikir itu adalah ide yang cukup bagus. Agen itu tidak akan punya pilihan selain ikut dalam pertemuan sampai akhirnya ia membongkar penyamarannya sendiri. Jika ia menolak, maka semua akan menganggap kalau orang itu adalah agennya. Keduanya hanya menuntunya pada lubang hitam yang sama.

"Baiklah, aku akan datang."

Eunbi menganggukkan kepalanya singkat lalu pergi berlalu. Ia melewati kamar-kamar yang penghuninya sudah tidak ada di situ. Sebelum akhirnya berbelok dan masuk ke dalam kamarnya sendiri.

~~~

Waktu berjalan dengan cepat. Sampai pada akhirnya waktu pertemuan mereka pun telah tiba. Esok harinya, tengah malam tinggal menunggu detik berlalu. Wonyoung keluar dari kamarnya terlebih dahulu dan Nako menyusul dengan kaki yang terus menghambatnya.

Eunbi menunggu Hyewon di ambang pintu karena ia tidak mau Hyewon lolos dari pandangannya. Sementara Hyewon berpura-pura memakai sepatunya sambil menunduk di bawah ranjang. Namun yang ia lakukan sebenarnya adalah mengambil sebuah botol kaca dari kotak yang kemarin ia sembunyikan di bawah ranjangnya. Hyewon segera memasukkan botol kaca berukuran kecil itu ke dalam saku jaketnya. Lalu ia pergi menyusul Eunbi.

Chaeyeon sendiri membuka matanya setelah berpura-pura tertidur untuk beberapa lama. Ia bangun dan memastikan Sakura sudah tidur di kasurnya. Kemudian Chaeyeon pun melangkah hati-hati menuju pintu dan ia akhirnya keluar dari kamar.

Sayangnya, perkiraan Chaeyeon salah. Sakura yang sudah mendengar pintu ditutup pun membuka matanya. Mata itu melirik ke arah pintu dimana Chaeyeon menghilang di baliknya. Lalu seringai licik muncul.

~~~

>>> 

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang