lanjutt nihh

29 4 0
                                    

   Dan jujur saja,sebenarnya Rosa amelia merasa tersanjung. Tapi yang membuatnya kesal,sampai kini dia tidak tau siapa yang menulis puisi-puisi itu? kenapa si penulis puisi itu harus merahasiakan identitasnya?

  Rosa Amelia yakin, tentunya si penulis puisi yang menjadikan dirinya sebagai objek tak lain siswa sekolah itu juga,yang berarti tentunya sehari-harinya bertemu dengannya. Tapi menurut penilaian Rosa Amelia, tak ada siswa siswi sekolah itu yang pandai menulis puisi sebagus itu, selain satu orang.
    
   Aditia!
   Tapi, mungkinkah Aditia berbuat seperti itu? Untuk apa? Kalau memang Aditia suka padanya,Rosa yakin tuh cowo bakal ngomong langsung. Sebab Aditia bukanlah cowo pengecut. Aditia cowo gentle, sehingga banyak cewe di sekolah ini yang memujanya, termasuk Rosa sendiri. Hanya sayang, sampai sejauh ini, tidak satu pun cewe yang berhasil mendapatkan cinta dari sang seniman sekaligus juga si juara karate tingkat SLTA se-Riau. Selama ini, justru dia ama cewe-cewe disekolah ini yang ngejar Aditia, bukan malah sebaliknya.

   So,kalau bukan Aditia,lalu siapa?
   Dari luar Prita dan Retno masuk. Keduanya beriringan melangkah menghampiri bangku dimana Rosa Amelia duduk.
   "Sepertinya lo penasaran ingin tau siapa yang menulis puisi itu ya, Rosa?" Tanya Retno.
    "Kalian bisa bantu gue?" Pinta Rosa.
    "Ngapain?" Sergah Prita.
    "Cari tau siapa pengecut itu!"
    "Maksud lo, si penulis puisi itu?" Tanya Retno.
    "Iya, siapa lagi emangnya?!" Sungut Rosa Amelia.
    "Hei, kok jadi ngegas begini sih?" Tanya Retno.
    "Habisnya lo sih pakai tanya segala!" Rosa masih bersungut.
    "Kalau urusan itu mudah hehe" tutur Prita.
    "Mudai bagaimana maksud lo?" Sambar Rosa.
    "Kenapa lo tidak tanya sama pengasuh mading saja? Dia kan tau siapa-siapa yang mengisi mading", tutur Prita memberitahu.
    "Hei,kenapa gue jadi bodoh? Bener juga kata lo,Prit. Kenapa gue jadi tolol? Hmm, baiklah akan gue cari tau siapa penulis puisi-puisi itu pada Aditia". Gumam Rosa Amelia.

    Segera dia beranjak bangun dari bangkunya. Lalu tanpa menghiraukan bagaimana reaksi kedua sahabatnya, Rosa amelia bergegas melangkah meninggalkan bangkunya. Sementara Prita dan Retno cuma saling pandang dan mengeleng-gelengkan kepalanya.

    Dengan penuh semangat dan berharap akan segera tau siapa penulis puisi-puisi yang menjadikannya sebagai objek, Rosa Amelia setengah berlari menuju pintu ruang kelas untuk keluar. Saking buru-burunya, begitu sampai di depan pintu, hampir saja dia bertabrakan dengan Rohimin, teman sekelasnya, si cowo berkaca mata minus dengan wajah lemah. Sehingga karena tampangnya yang lemah, sering dijadikan olok-olokan teman-temannya, termasuk Rosa amelia sebagai banci si kutu buku.

   Bukan karena tampangnya saja yang membuat Rohimin oleh teman-temannya dijuluki si banci kutu buku. Tetapi semenjak kelas 1 sampai kini kelas 2, tak sekali pun Rohimin terlibat dalam pertengkaran. Dia senantiasa bersikap mengalih. Diejek bagaimanapun juga, Rohimin tak marah.
   

Puisi Cinta Buat RosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang