PART 2

3 1 0
                                    

Silau dari cahaya matahari mau tak mau membuat Mentari membuka matanya.
Ia melihat jam yang berada di nakas. Seketika ia membulatkan matanya, dan berlari menuju kamar mandi.
  Setelah acara mandi, dan segala antek-anteknya selesai, ia turun dari lantai dua dengan menenteng sepatu, dan tasnya.
Panggilan dari bi Ika juga tak ia hiraukan. Yang penting ia harus sampai di sekolah sebelum bel berbunyi.
Dan... Yak!!! Ia telat.

Mentari bersandar di gerbang sekolahnya. Oh ayolah! Ini semua penyebabnya adalah drama termehek-mehek tadi malam yang ia perankan.
Sudah belum sarapan, telat pula.

"Mentari?"

Mentari mendongak kala gendang telinganya menangkap suara yang persis ayahnya. Owh.. Sangkaannya benar. Itu ayahnya.
Ia melihat ayahnya baru saja turun dari kendaraan mewahnya. Buat apa ayahnya ke sekolahannya? Tidak ada acara wali murid 'kan?? Lagian setiap acara wali murid ayahnya tidak pernah datang. Yang selalu datang malahan pembantunya.

Fajar mengernyit kala ditatap nyalang putrinya. Ada salah apa ia?

Mentari akan pergi daripada harus bersitegang lagi dengan ayahnya. Namun tangan Fajar mencekal dirinya yang akan pergi.

"Kenapa nggak masuk ke sekolah?"

"Bukan urusan anda, pak." Mentari mencoba untuk melepas cekalan tangan Fajar.
  Karena tau putrinya akan memberontak, Fajar malah mengeratkan cekalannya yang membuat Mentari meringis. Mentari memejamkan matanya sembari merapalkan umpatan teruntuk laki-laki berumur 36  tahun dihadapannya sekarang.

Bugh.

Mentari membuka matanya kala mendengar pukulan. Ia membelalakkan matanya disaat mengetahui korban pukulan adalah ayahnya.

"Pak, maaf. Anda sudah dewasa.. Sudah seharusnya tidak berbuat demikian terhadap seorang gadis."

Bola matanya melihat siswa dari SMA sebelah yang memukul ayahnya. Siswa itu memandang Mentari lalu menggeretnya pergi.

"Lo gak apa-apa 'kan??" Tanya siswa  bername tag Jeno yang menyelamatkannya.
Mentari mengangguk, "Tapi lo udah mukul bokap gue."

Jeno berdecih, "Enggak ada bokap modelan kayak tadi."

Mentari mengernyit, "Maksud lo?"

"Bolos yuk.. Lagian gerbang sekolah udah ditutup." Belum sempat Mentari menjawab, Jeno sudah menggeretnya menuju motor gede milik Jeno.

"Naik." titah Jeno.

Mentari pun naik ke motornya. Untung rok sekolahnya sedikit panjang. Jadinya ia tak takut kalau pahanya menjadi tontonan.

Jeno menjalankan motornya menuju taman rumah sakit anak-anak. Sesampainya disana, Jeno dan dirinya langsung disambut banyak pasien kecil.

"Kak, siapa nama kakak cantik itu?" Seorang bocah laki-laki yang mengidap leukimia itu menunjuk Mentari yang berjongkok disamping Jeno.

"Namanya kak Mentari." ucap Jeno sembari mengelus surai milik bocah yang bertanya tadi.

"Pacarnya kakak ya.." celetuk bocah perempuan yang membawa boneka barbie.

"Siapa yang ngajarin kaya gitu?" Seorang perempuan paruh baya mendatangi mereka.

"Eh Mama.." Jeno menyalami perempuan paruh baya yang berprofesi sebagai dokter anak-anak. Perempuan itu adalah ibunya Jeno.

"Loh.. Bolos lagi? Lah.. Bawa cewek. Jeno.. Jeno.." Mentari yang baru menjabat tangan ibu dari Jeno hanya bisa tersenyum malu.

"Ye... Ma, tadi aku telat. Gara-gara kucing garong. Terus ketemu sama cewek ini yang telat juga.."

Mentariku |Renjun HuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang