PART 1

14 1 0
                                    

Cahaya matahari siang ini begitu menyengat kulit. Membuat Mentari, gadis berusia 17 tahun yang sedang duduk di taman sekolah itu mengibas-ibaskan bukunya.

"Panas banget yak..."

Mentari hanya berdeham. Ia malas menanggapi makhluk yang hadir disampingnya saat ini.
Dia Senja. Nama lengkapnya Galih Senjana. Makhluk yang berjenis manusia dimana selalu mengganggu kenyamanan hidupnya.

"Mentari, jangan judes-judes sama gue, entar jatuh cinta baru tau rasa."

Mentari menggedikkan bahunya. Ia tetap memilih bungkam daripada menjawab perkataan makhluk astral disampingnya.

Senja berdecak kesal. Ia ingin selalu diperhatikan oleh orang disekitarnya. Termasuk gadis yang dihadapannya saat ini.

"woy... Kagak bisu 'kan?"

Mentari menautkan kedua alisnya karena mendengar perkataan Senja, "ga."

"Singkat amat neng. Oh iya, jangan lupa nanti kita belajar bareng. Ingat kata bu Endah! Jadi tutor gue selama satu bulan. Eh enggak, sampai UN." Ucap Senja yang lagi-lagi hanya dibalas deheman oleh Mentari.

Hening. Tidak ada yang mau membuka pembicaraan. Mentari sibuk dengan alam fikirannya. sedangkan Senja? Ia masih mencari topik yang pas untuk bahan perbincangannya dengan Mentari.
Hingga 30 menit berjalan, tidak ada yang membuka pembicaraan. Akhirnya Mentari bangkit dari duduknya karena ia mau pulang.

"Mau sampai kapan disini? Guru-guru pada rapat. Jadi kita dibebasin pulangnya kapan." ucap Mentari tanpa jeda lalu pergi meninggalkan Senja yang masih melongo Karena mendengarkan ucapan Mentari yang tidak ada jedanya.
Senja bangkit dari duduknya lalu menyusul Mentari yang berjalan dikorodor sekolah, "tungguin pangeran, kali."

Mentari menoleh dan mengernyitkan dahi," gak ada pangeran."

"ada."

"siapa?"

"Gue, Galih Senjana. Cowok yang kegantengannya ngalahin Shawn Mendes." ucap Senja sembari menyibak poninya yang persis jambul ayam.

Mentari hanya bergidik jijik menatap Senja, cowok teraneh yang pernah muncul dihidupnya.

Mentari berjalan menuju halte. Ia sengaja meninggalkan Senja, cowok kurang waras. Sembari menanti jemputan ayahnya, ia membaca buku yang isinya akan ia presentasikan besok.

"Baca buku di halte. Noh... Perpustakaan masih luas."teriak Senja dibalik kursi kemudi mobilnya.

Karena tak mendapatkan respon, muncul ide di otak laknatnya.

tiiiinn!!

Mentari terperanjat kaget karena bunyi klakson mobil milik Senja. Ia memejamkan mata, dan berusaha meredamkan emosinya.
Mentari menghampiri pintu mobil Senja.

"Buka pintu!!"

Setelah Senja membuka pintu mobilnya, Mentari langsung memukulnya dengan buku yang ia baca. Bukunya tidak terlalu tebal. Hanya 200 halaman.

"weh... Stop! Mentari, stop!!"

Akhirnya Mentari menyudahi kegiatannya dan memasang muka permusuhan terhadap Senja.

"Galih Senjana, please deh... Biarin hidup gue tenang walau satu detik. Bisa gak sih??"

"Bisa. Satu detik doang kan??" Setelah berucap demikian, Senja diam sembari memandang Mentari yang berdecak kesal.

"udah 1 detik. Bahkan gue lebihin 5 detik loh.." Senja menaik turunkan alisnya.

Tanpa berucap apa pun Mentari segera keluar dari mobil Senja dan berjalan menuju halte.

"Yaudah lah ya... Gue cuma bisa berharap, semoga Tuhan mempertemukan kita di pelaminan." Teriak Senja kemudian ia menarik pedal gasnya sebelum Mentari mengamuk.

🙋🙋🙋🙋

"Gimana sekolah kamu, Mentari?"

Mentari menatap ayahnya, dan mengangguk,"baik."

Ayahnya menghela napas gusar. Ia merasakan perubahan sikap anaknya semenjak perceraiannya dengan mendiang ibu Mentari. Anak gadisnya selalu bersikap dingin. Berbicara pun hanya seperlunya.

"Maafkan ayah." ucap Fajar, ayah Mentari.

Mentari berhenti mengunyah makanannya, "Ayah enggak salah."

Fajar menggenggam tangan putrinya, "Ayah benar-benar minta maaf sama kamu."

Mentari menarik tangannya, "Walau aku memaafkan ayah pun, nyawa bunda enggak akan kembali."
Mentari bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Fajar menunduk. Ini semua adalah kesalahannya.
Maafkanku Meeta.- lirihnya.

🙋🙋🙋🙋

Di dalam kamarnya, ia menangis sesenggukan. Ia menangisi takdir yang begitu kejam padanya.
Ia pernah berpikir. Apa perlu ia mengakhiri hidupnya saja?? Pemikiran konyol itu ia dapatkan tepat setelah pemakaman ibunya.
Selang beberapa menit, pintu kamarnya diketuk. Buru-buru ia menghapus air matanya dan membuka pintu.

"Ada apa bi?" Mentari mencoba untuk menetralkan suaranya.

Bi Ika, pembantu itu tahu bahwa Mentari baru saja menangis. Membuatnya merasa kasihan.

"Di depan ada teman cowok nona. Katanya mau belajar bareng."

"Ayah kemana??"

"Ayahnya non tadi pergi ." ujar bi Ika yang membuatnya langsung paham.
Mentari tahu bahwa ayahnya pergi menuju rumah istri baru. Bukan, lebih tepatnya mantan selingkuhan yang dipersunting ayahnya setelah kematian ibunya.

Mentari mengangguk dan kembali masuk kamar untuk mengambil tas sekolahnya. Ia keluar mendahului bi Ika.
Bi Ika hanya bisa tersenyum pahit. Ia melihat takdir untuk majikan mudanya kenapa bisa demikian.

🙋🙋🙋🙋🙋

"Sebenarnya lo paham gak sih apa yang udah gue terangin??" Mentari geram terhadap makhluk menyebalkan yang berjenis kelamin laki-laki namun sialnya sangat tampan didepannya sekarang ini.

"Apa?" Senja menyunggingkan senyumannya.

Mentari memijat keningnya yang terasa pening. Senja mendekat kearah Mentari.

"Mau apa lo?"

"Mau bantuin mijetin kepala lo. Baik 'kan gue?" Senja mengerlingkan matanya. Mentari mendengus pelan.

"udah deh. Kerjain 50 soal di halaman 27. Gue tunggu, dan gak boleh protes."

"oke."

Sebenarnya Senja cukup cerdas. Hanya saja ia merupakan pemalas. Jadinya setiap ujian dia hanya bermodalkan 3 kancing baju, untuk menentukan jawaban pada pilihan ganda.
Sekitar 30 menit ia bergelut dengan 50 soal matematika. Setelah selesai mengerjakan, ia menoleh kearah Mentari. Ternyata dia tertidur.

"lo kalau tidur anggun banget ya... Kalau lagi hidup, bawaannya pengen nerkam gue. Padahal gue 'kan ganteng. Mirip artis luar negeri lagi." cibir Senja dengan suara yang pelan. Ia mengusap pipi tembam Mentari.

Ada rasa nyaman dihatinya saat mengusap pipi Mentari.

"den, non Mentari tidur?"

Senja mendongak, ia menatap pembantu Mentari yang baru keluar dari dapur.

"iya bi."

"Boleh tolong pindahkan ke kamarnya?"

Senja mengangguk, "boleh bi. Kamarnya yang mana ya??"

"den naik tangga, nanti di sebelah kanan ada pintu yang bercat polkadot hitam-putih. Itu kamarnya."

Senja mengangguk, dan segera menggendong Mentari yang ternyata agak cukup berat. Ia menggendongnya dengan hati-hati, karena takut mentari terusik dari tidurnya.
Sesampainya di kamar Mentari, ia segera menidurkan Mentari dengan hati-hati di ranjangnya.

"Have a nice dream, my ketus princess."
Ucap Senja sembari mengecup kening Mentari.

🙋🙋🙋🙋🙋

Mentariku |Renjun HuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang