Sesaat setelah Abim turun dari podium mempelai sambil menelisik dimana teman-temannya berada tanpa sengaja ia melihat sosok yang beberapa hari ini memenuhi pikirannya. Ia pikir hanya melihat orang yang mirip saja namun saat ia kembali mengamati ternyata itu adalah orang yang sama. Dan entah mengapa jantung Abim tiba-tiba berdegub kencang, seperti sebuah takdir atas doa-doa yang ia pinta belakangan ini.
"Bim!" Abim yang sedari tadi menatap pada satu arah seketika buyar saat suara Rio memanggil namanya.
"Liatin apaan sih lo?" Timpal Haikal yang mencoba melihat kemana Abim tadi melihat.
"Pengan makan sate lo?" Tanyanya kemudian dan langsung di beri gelengan oleh Abim.
"Gue nyariin kalian. Rame banget tamu si Doni." Ucap Abim sebagai jawaban.
"Bukan tamunya Doni yang banyak, tapi tamu emak bapaknya." Timpal Haikal.
"Telat parah si lo Bim." Kini giliran Rio yang berbicara.
"Macet seriusan. Tadi udah berangkat setengah tujuh macet parah."
"Untung gue enggak jadi nebeng lo." Suara Aliana bergabung dalam obrolan.
"Trus lo tadi jadi berangkat sama siapa?" Tanya Abim.
"Sama Rio lah. Gue tau karena lo pasti telat jadi gue enggak mau ambil resiko telat juga."
Obrolan itu mengalir seperti biasanya, dalam lingkaran perteman Abim memang Aliana adalah satu-satunya perempuan. Namun Aliana tidak merasa sepi karena teman-temannya selalu membawa pasangan mereka kecuali Abim dan Haikal yang memang tidak memiliki pasangan.
Gelak tawa dan candaan mengisi obrolan mereka. Ada Abim, Rio, Haikal, Yoga, Aliana, Giovani dan Panji beserta pasangan masing-masing.
"Bim lo kapan nih kondangan enggak sama Lian mulu?" Canda Giovani yang hanya dibalas senyuman oleh Abim.
"Eh jangan-jangan lo berdua..." ucapan Panji terjeda sambil memandang Abim dan Aliana bergantiian.
"Enggaklah, apaan sih!" Tolak Aliana merasa tidak nyaman.
"Eh Ian, lo enggak boleh bilang gitu. Kalau Bima berharap gimana? Patah hatikan dia!" Timpal Haikal.
"Enggaklah. Apaan sih kalian!" Sekali lagi Aliana menolak. Sedangkan Abim yang menajadi topik pembicaraan hanya diam dan tidak terlalu peduli.
"Eh bentar ya gue ke toilet." Pamit Abim yang segera menjauh dari perkumpulan teman-temannya.
"Eh tu si Bima ngambek tu Ian. Tanggung jawab lo."
"Lah, kenapa gue?"***
"Loh, Annisa ya?" Memberanikan diri, Abim sekali lagi memanggil perempuan itu.
Dapat Abim lihat nampak wajah kaget Annisa yang dengan cepat pula berubah menjadi senyum ramah, kemudian menunduk dan membalas sapaannya.
"Kenalan Doni? Atau Rania?" Tanya Abim kemudian.
"Rekan kerjanya pak Samsul."
Sambil ber-o ria Abim mengangguk-anggukan kepalanya dan tanpa disadari ia tersenyum pula.
"Mau pulang?" Tanyanya lagi yang di balas dengan anggukan dan jawaban pasti.
"Sama temen yang kemarin kan?" Lagi, Abim bertanya entah mengapa ia hanya ingin memastikan.
"Oh enggak kok, emang tadinya berangkat sama temen cuma pulangnya mau naik ojek online aja. Ini lagi mau pesan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
Fanfiction50 BESAR AUTHOR RISING 2020 Bahkan saat Abimana menyebutkan nama Annisa dalam kalimat qobul-nya, laki-laki 28 tahun itu belum sepenuhnya mencintai sang perempuan. Ditulis : 01 Mei 2020 Publikasi : 01 Mei 2020 End : 14 Agustus 2020