Dua minggu berlalu, pertemuan Abimana dan Annisa dua minggu lalu sama sekali belum membawa hati Annisa pada ketenangan batinnya. Namun lambat laun semuanya terasa kian ringan dan tidak memberatkan. Begitu pula dengan Abim yang saat ini masih merasa bahwa beberapa doanya belum juga menunjukan tanda-tanda yang semakin jelas.
Awalnya Abim mengira bahwa pertemuannya dengan Annisa dua minggu lalu adalah jawaban dari doanya, sehingga ia sedikit merasa harus membuka hati dan juga memperbaiki kualitas diri mengingat apa yang Abim lihat dari sosok Annisa adalah sosok wanita sholehah.
Namun seiring berjalannya waktu Abim tidak mau ambil pusing, pasalnya setelah tanpa sengaja bertemu Annisa kala itu mereka sama sekali belum kembali dipertemukan. Baik secara langsung atau hanya sekedar sebuah pesan dalam mimpi. Bahkan pekerjaan Abim yang sedang menumpuk membuat laki-laki 28 tahun itu seolah lupa akan desakan dari ayah dan ibunya.
"Bim, sore ini meeting sama klien yang dari Bali di Dharmawangsa." Ucap Indra salah satu rekan Abim.
"Langsung balik jadi ya berarti dari sana?"
"Sip, jam setengah satu aja kita berangkat, janjiaan jam duaan sih tapi seengaknya ngadem sama makan dulu lah pusing di kantor mulu." Ucap Indra.
Abim tersenyum dan sangat menyetujui ucapan Indra barusan. Tidak dipungkiri bahwa proyek yang akan ia diskusikan dengan klien barunya itu cukup rumit dan bisa dibilang mega proyek. Dalam hatinya Abim merasa bangga karena bisa terlibat dalam mega proyek, namun disisi lain ia merasa jenuh dengan aktifitas monotonnya.
Waktu bahkan berlalu cukup cepat kali ini, tanpa disadari jam yang melingkar di pergelangan tangan Abim sudah menunjukan pukul dua belas lewat empat puluh menit.
"Yuk Bim sekarang deh, bawa mobil lo ya!" Ucap Indra yang sudah bersiap rapi dengan beberapa barang bawaanya. Sedangkan Abim masih mengenakan kaos kakinya sebelum bersiap.
"Sabarlah." Ucap Abim setelah selesai mengenakan kaos kaki beserta sepatunya. Kemudian tidak lama dari itu Abim dan Indra segera berangkat menuju lokasi pertemuan.
Pertemuan pun berjalan cukup lancar walaupun ada beberapa hal yang harus disesuaikan lagi dengan keinginan klien, namun tidak membuat meeting memakan waktu hingga larut bahkan pukul empat kurang saja meeting sudah diakhiri.
"Balik kantor lagi nih?" Tanya Abim pada Indra mengingat mereka datang ke tempat pertemuan hanya membawa satu mobil.
"Enggak usahlah, nunggu cewek gue pulang kerja kebetulan kantornya juga mau ada acara disini. Makanya gue nebeng, mobil juga di bawa Hesti soalnya."
Abim hanya mengangguk dan sesekali membalas beberapa pesan dari teman-temannya yang lain perihal datang ke pernikahan Doni salah satu teman terdekatnya.
"Ya udah deh kalau gitu gue duluan ya, gue langsung balik." Pamit Abim pada Indra yang sedang menunggu sang kekasih.
"Oke ati-ati Bim, thanks ya!"
***
Dalam perjalanan pulang yang belum begitu macet entah mengapa Abim teringat akan pertemuannya dengan Annisa dua minggu lalu. Walaupun belum ada tanda-tanda pasti atas segala doanya, akhir-akhir ini entah mengapa nama Annisa serta sekilas senyum malu-malu perempuan itu mampir di pikiran Abimana.
Seketika Abim menggeleng ringan, mencoba menampik segala bayangan yang mampir dalam pikirannya. Mencoba berpikir rasional namun layaknya lagu penyanyi ternama Indonesia, cinta itu kadang-kadang tak ada logika. Seketika Abik tersenyum sendiri dan secara tidak sadar menggumamkan lagu itu.
Cinta? Dalam benaknya Abim bertanya. Bagaimana bisa cinta jika bertemu saja masih terhitung dua kali dan begitu pun tidak pernah ada interaksi lebih. Mungkin hanya mengagumi saja, begitulah logikanya menolak. Dan tahu-tahu karena sibuk memahami perasaan yang tidak sejalan dengan logikanya, Abim sudah berbelok memasuki komplek perumahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
Fanfiction50 BESAR AUTHOR RISING 2020 Bahkan saat Abimana menyebutkan nama Annisa dalam kalimat qobul-nya, laki-laki 28 tahun itu belum sepenuhnya mencintai sang perempuan. Ditulis : 01 Mei 2020 Publikasi : 01 Mei 2020 End : 14 Agustus 2020