Aku mengucek mata yang berair ini. Menatap perih batu nisan yang masih baru ditancapkan. Rasanya sangat aneh ketika tiba-tiba orang yang kita cintai pergi begitu saja, dan tak pernah kembali tentunya.
Seseorang tiba-tiba merangkul pundakku. Laki-laki yang tak lain adalah kakakku ini mencoba memberi kekuatan pada adik kecilnya.
Satu persatu pelayat mulai meninggalkan area pemakaman. Hanya aku yang tersisa di sini.
Kakak memilih pamit pulang terlebih dahulu karena ada pekerjaan yang harus dia urusi.
Mataku tak lepas dari gundukan tanah yang kini menjadi rumah abadi bagi seseorang.
Di bawah sana ada kekasihku yang sangat ku cintai. Dia begitu tulus, dia sangat baik. Tak hanya itu, dengan sabar dia selalu menjagaku dari penyakit pikun ini.
Ya, aku punya penyakit aneh ini sejak dua tahun yang lalu. Entah apa sebabnya hingga penyakit ini bisa muncul dan mengganggu keseharianku. Padahal kan umumnya penyakit ini diderita oleh orang yang sudah lanjut usia.
Kalian tahu karakter Dory dalam film kartun Finding Nemo? Kira-kira seperti itulah keadaanku. Aku bisa tiba-tiba lupa, kemudian ingat kembali. Menyeramkan bukan?
Dan selama ini yang dengan sabar menanganiku adalah dia dan Kakak.
Hanya mereka!
Kulangkahkan kaki dengan gontai. Ratusan irisan bawang seolah menyambut hidung dan mataku. Rasanya perih. Air mata seolah turun tanpa diperintah membentuk sungai kecil di pipiku.
Sepertinya berjalan-jalan sebentar mengelilingi kota ini adalah ide yang bagus. Sejenak mungkin bisa mengalihkan pikiran yang jenuh.
Sebuah taman yang indah namun cukup sepi terpampang jelas di depan mata. Tanpa diperintah, aku duduk di salah satu bangku yang tersedia di sana.
Cukup lama berdiam diri di taman itu tanpa melakukan apapun. Hanya menatap jalanan sepi di hadapan sana, yang hanya ada segelintir orang mau melewatinya.
Kepalaku mendongak, memperhatikan ratusan bintang yang mulai bertaburan di atas sana. Lantas tersenyum tipis. Pemandangan ini sangat indah. Sampai-sampai tak sadar kalau ternyata hari sudah mulai larut.
Tunggu! Kenapa aku bisa sampai dip sini?
Aku menolehkan kepala, sepertinya aku harus bergegas pulang. Tak mau mengambil resiko jika harus mendengar omelan kakak laki-laki ku karena ketahuan pulang larut malam.
Deringan ponsel terdengar sangat jelas di tempat yang sepi seperti ini. Dengan terpaksa tanganku meraih ponsel di saku jaket dan mengecek siapa yang menelpon.
Gawat! Ini kakak laki-laki ku.
Aku meneguk ludah sembari menempelkan ponsel di telinga kiri. Setahuku, mengangkat panggilan dengan telinga kiri itu lebih baik karena letaknya lebih jauh dari otak. Kalau tidak salah seperti itu. "Halo?"
"Dasar bocah! Di mana kau sekarang?!"
"Di...taman Kak."
"Taman mana? Penyakitmu itu sedang tidak kambuh kan? Kau ingat jalan pulang kan?"
Aku menjauhkan ponsel dari telingaku. Bisa-bisa tuli telinga ini karena terlalu banyak mendengar omelan kakak. Padahal dia laki-laki, tapi tingkat kecerewetannya melebihi ibu.
"Tidak Kak! Aku ingat jalan pulang. Lagi pula lokasinya juga dekat dengan rumah."
Terdengar suara helaan napas di seberang telepon. Sepertinya dia sudah lega penyakitku tidak kambuh saat ini. Soalnya pernah kejadian aku tersesat di komplek sebelah rumah. Memang tidak jauh. Tapi gara-gara penyakit pikun ini, jarak sedekat apapun bisa menjadi masalah besar. Dan merepotkan tentunya. Hampir seharian kakak mondar-mandir mencari keberadaanku. Sampai-sampai dia rela bolos bekerja demi mencari adiknya yang menyusahkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/230518620-288-k839872.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LULLABY
KurzgeschichtenJANGAN DIBACA!! JANGAN DIBUKA!! Hanya berisi sepenggal kisah fiktif yang kebetulan mampir di imajinasi saya. Lapak ini lapaknya penulis amatir