15 ; saran.

160 8 0
                                    

Hari ini adalah hari yang paling dinanti oleh murid kelas 11 IPA 1. Karena pelajaran seni budaya. Selain gurunya yang ramah, murah senyum, baik dan pengertian. Ditambah lagi, guru itu tidak mau ambil ribet. Mau nilai kerjakan, tidak mau nilai tidak usah. Karena kebanyakan guru yang terus - menerus memerintahkan siswanya harus kerjain inilah - itulah. Alasannya guru seni budaya itu simple.

"Saya gak mau ambil pusing, kalian mau belajar silahkan, kalau tidak ya sudah. Sudah besar, kalian tau mana yang benar dan tidak."

Seluruh murid sudah duduk rapih kala Bu Aulia - guru Seni budaya, memasuki kelas 11 IPA 1 itu.

"Selamat siang anak - anak," sapa bu Aulia tak lupa dengan menampilkan senyumnya.

"Siang bu!" jawab mereka serempak.

Bu Aulia melangkahkan kakinya ke depan papan tulis. "Hari ini ibu mau kalian bikin drama, terserah mau tema atau judulnya apa. Yang penting kalian tampil," terangnya.

Darrel mengangkat tangan kanannya tinggi - tinggi. "Bu kalau kelompok nya berapa orang?"

"Oh itu, lima sampai tujuh orang saja. Bebas mau sama siapa saja. Sekarang kalian cari teks dramanya yang mudah dihafal, sambil diskusi yah. Tampilnya minggu depan, biar kalian ada waktu buat menghafal." Lihat? Baik sekali. Tapi terkadang guru yang seperti ini pasti diperlakukan buruk oleh muridnya karena tidak peduli, abai terhadap murid, katanya.

Semua murid bersorak senang dibuatnya. Secara tidak langsung itu artinya free class bukan?

"WOY! DISINI KURANG DUA, MAU GABUNG KAGAK?" teriak Darrel yang langsung disetujui para siswi. Diajak sekelompok sama most wanted? Kapan lagi? Kesempatan tidak akan datang dua kali, tapi kalau datangnya dua kali, itu namanya kebetulan.

Darrel melongo, saking banyaknya murid perempuan mengerubuni bangkunya, dia bingung sendiri direbutkan seperti ini. "SATU - SATU ANJIR!"

Darrel mulai meneliti semua siswi itu, "Lo! Alya. Sama, cowok satu lagi," kata cowok itu. "Elu dah, Ji. Sini," lanjutnya menunjuk si badboy, Aji.

Kini semuanya mulai membentuk lingkaran. Sama halnya dengan Naya dan kawan-kawan.

Kelompoknya terdiri dari Naya, Gavin, Kevan, Gea, Darrel, Aji dan Alya. Semuanya masih terfokus pada HP mereka. Mencari naskah yang singkat, padat jelas, kata Aji.

"Udah nemu?" tanya Kevan membuat semua yang duduk dibangku itu menatapnya.

Semuanya mendesah pelan, "Ini google rata - rata panjang melulu dah, susah hafalinnya," keluh Aji.

Darrel berpikir keras. Lalu menjentikkan jari telunjuknya. "GUE ADA, GUE ADA!" ujarnya semangat.

"Apa?" sahut mereka, kecuali Naya tentunya. Naya sudah tahu pasti idenya bakalan tidak bagus.

"Gimana kalo Suara hati istri aja? Kita - kita ambil yang intinya aja. Gimana?" Darrel menaik - turunkan alisnya.

Semuanya ternganga lebar, Naya mendengus kesal. Ide bodoh macam apa ini?

"Kira - kira dong lo, njir." Aji memprotes.

Darrel berdecak, "kan lo mau yang singkat padat jelas, ya ini. Kita ambilnya pas si suami bilang 'Kamu aku talak' biar gampang, dan menghemat waktu." Jelas Darrel dengan muka percaya dirinya.

"Nggak yang itu juga anjir! Lo mau shooting apa pentas seni sih? Lo sering nonton begituan? Hah?!" gerutu Kevan kesal. Apa - apaan maksudnya coba?

"Gue sering liat nyokap gue, gue liat - liat juga seru tuh film. Makannya sekarang gue sering nonton. Sekalian buat pelajaran juga kan jadi fuckboy pas udah punya istri," celoteh Darrel diiringi kekehan ringan.

ES BATU [ New version ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang