Aku terbaring di ranjang kamarku dengan posisi meringkuk. Dunia di sekelilingku seakan berubah jadi seperti di luar angkasa. Hampa. Sunyi. Sepi. Sendiri. Masih ada sisa-sisa air mata yang belum mengering di kedua pipiku. Lagi-lagi, langit telah berubah warna menjadi gelap ketika aku mengangkat kelopak mataku yang terasa berat. Waktu berlalu begitu cepat dan tanpa terasa, sudah seharian ini aku menangisi dan mengurung diriku di kamar.
Bandar narkoba?
Buron selama bertahun-tahun?
Mustahil.
Berkali-kali aku mencoba untuk mempercayai kenyataan pahit ini, tapi ternyata begitu sulit. Aku masih berharap ada yang salah dengan pendengaranku. Aku masih berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk. Tapi bahkan semuanya terasa terlalu nyata untuk menjadi sebuah ilusi.
Aku merasa marah. Sangat. Bohong kalau aku mengatakan tidak. Aku marah kenapa Taehyung masih belum bisa percaya sepenuhnya padaku. Dia sama sekali tidak terbuka dengan sisi gelapnya. Padahal, kalau seandainya dia memiliki sedikit saja keinginan untuk berubah, bukankah seharusnya dia membawa sisi gelapnya itu ke tempat yang lebih terang agar kegelapan itu tidak berkuasa lagi padanya? Bukankah untuk alasan ini kami berdua ditakdirkan untuk menjadi seorang sahabat?
Aku membencinya. Lebih dari apapun. Maksudku, perbuatan kriminalnya yang jelas-jelas salah. Tapi aku tetap tidak dapat membenci pribadi itu sendiri. Taehyung bukanlah pribadi yang patut disalahkan atas semua ketidakadilan yang diterimanya. Kau tidak dapat menyalahkan seseorang karena kehidupannya tidak sempurna. Dan juga, kita tidak akan pernah tahu alasannya, mungkin saja Taehyung terpaksa melakukannya untuk dapat bertahan hidup di lingkup kehidupannya yang kejam.
Daripada perasaan dikhianati, aku lebih dipenuhi dengan perasaan kehilangan yang teramat mendalam.
Tok. Tok.
Suara pintu kamarku diketuk, dan aku mendengar suara Nam-joon hyung beberapa detik setelahnya. Aku bahkan tidak tahu sejak kapan mereka semua berkumpul di apartemenku.
"Jimin-ahh, keluar dari kamarmu. Ayo kita bicara di luar."
"Sudah seharian dia mengurung diri di dalam kamar." Jin hyung mencoba menjelaskan. Dia pasti adalah orang yang memanggil mereka semua kemari.
"Benarkah?" tanya Hobbi hyung yang baru saja tiba itu dengan nada khawatir, lalu berjalan menghampiri Nam-joon hyung yang masih tetap berdiri di depan kamarku. Dia menanyakan tanggapanku pada Nam-joon hyung dan hanya dijawab dengan gelengan kepala.
Hobbi hyung lalu menempelkan telinganya ke tepian pintu kamarku, entah apa yang ingin dia ketahui. "Oiii, Jimin-ahh, berbicaralah dengan kami." Hobbi hyung berujar sebentar, lalu menempelkan lagi daun telinganya ke arah pintu.
Lampu yang hanya tergantung beberapa meter di atas meja makan menyala terang, menyinari ruangan yang di sekitarnya masih gelap. Meja berukuran sedang, memiliki bentuk persegi panjang, dominan bewarna putih, dan berkapasitas enam orang itu kursinya sudah diduduki oleh para hyung.
Kursi di bagian tengah ditempati oleh Jin hyung yang bertindak sebagai pemimpin rapat. Sedangkan Jung-kook duduk belakangan setelah mengambil sekotak gimbap dari dalam kulkas, lalu mencaplok bulatan-bulatan hitam berukuran mini itu dua sampai tiga buah sekaligus.
"Apa berita yang kudengar ini benar? Menurutku sih ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin seorang bocah ingusan seperti dia jadi bandar narkoba? Ini benar-benar di luar nalar. Aku tidak bisa percaya ini." Yoon-Gi hyung menyandarkan tubuhnya ke tepian kursi saat tengah mengemukakan pendapatnya, sementara Nam-joon dan Hobbi hyung duduk dengan posisi tegak karena begitu concern dengan masalah serius ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/229506033-288-k0.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER FROM ANOTHER MISTER
FanfictionWe are BESTFRIEND! We are SOULMATE! Are we? "The BTS members are like real brothers but members Jimin and V have a special bond even their bandmates are fascinated about. The two have recently proven their devotion to each other and someone also att...