"KALO MAU KASIH KEJUTAN TUH BILANG!" Pekik Dilla masih emosi. Vian di depan memasang wajah lempeng, menunggu cewek ini mau sampai kapan mengomelinya.
"Kalo dikasih tau, bukan kejutan namanya."
Teman-teman membenarkan.
Dilla berdecak. Peka ada tatapan sinis yang mengarah padanya. Ia memilih tidak menggubris walaupun sadar telah menjadi pusat perhatian.
Sebenarnya, banyak teman sejenis yang tidak suka ia berdekatan dengan Vian, meski mereka tahu ikatan itu sebatas sahabat. Tapi perlakuan Vian pada Dilla kadang membuat cewek-cewek iri ingin di posisi Dilla. Tidak tanggung-tanggung bahkan Dilla pernah di ancam juga di bully karena terlalu sering berada di dekat cowok itu.
"Lo bisa gak kasar, kan?" Dilla berujar dengan nada senormal mungkin, menutupi kekalutannya.
"Gue udah minta maaf berapa kali, Lo mau dengerin lagi?" Vian menghela napas. Jarang ia mau repot-repot memberi kejutan semacam ini kalau tidak penting.
"Yaudah, hadiah gue mana?" Pinta Dilla akhirnya.
Kali ini semua orang menatap Vian. Vian berkedip, bergerak gelisah dan menggaruk pipinya canggung. "Gue lupa."
"Tapi apapun yang Lo minta, Gue turutin. Lo mau apa?" Potong Vian cepat sebelum Dilla sempat menjawab.
"Terserah, asal Lo ngasihnya ikhlas."
"Iya, apa?" Vian nyolot.
"Apa aja dah, buset! Inisiatif. Kreatif." Dilla jadi kesal. Rafa dari tadi menyimak mereka kini ikut andil, ia merampas cake di tangan Vian dan memakannya bersama yang lain. Berusaha mengabaikan dua sahabat tadi yang nyolot minta kuenya kembali.
Setelah habis, ritual pun segera dimulai.
"WOI GAIS!" Rafa berteriak keras dan berdiri di atas meja. "BUNUH VIAN SAMA DILLA, BUNUH?!"
"Bunuh Vian!" Teman-teman menyorak setuju. "Potong asetnya sampai habis!"
Vian melotot tak terima. "Salah Gue apa sama kalian?!"
Dilla cengo ditempat, lalu terkekeh pelan setelah menyadari yang mereka lakukan.
Di mata Vian, mereka adalah sosok iblis jahanam. Dia jadi teringat film yang belum lama ini ia tonton-Resident Evil, pas di scene si pemeran utama dikepung banyak zombie kelaparan. Oke, itu terlalu berlebihan dengan realitanya.
"Tendang kepalanya sampai lepas!" Peri merah jahat berkata sadis.
"Cincang daging mereka, sumbangin ke anak panti asuhan!" Kata si peri putih berhati agak jahat.
"Gue mau comot pipinya aja yang gemesin, tambah ganteng ya kalo lagi takut." Yang ini anggap saja netizen Vian.
Kemudian para iblis palsu berbondong-bondong menyeret keduanya ke tengah, membuat lingkaran. Serempak mengolesi sisa cream cake ke wajah Dilla dan Vian sampai celemotan.
🍫
Langkah gontai gadis berambut kepang membawanya menuju ruang BK. Saat ini ia terjebak dengan ceramah panjang guru yang kerap disapa Pak Ramantot itu.
"Di, bapak kecewa loh sama kamu." Jujur Ramantot duduk di depan gadis bernama Diana Clarissa sambil memainkan kumisnya. "Harusnya kamu jadi contoh murid lain. Pialamu banyak, mendali, juga prestasi hitungan kamu cukup bagus di sekolah. Tapi ini apa? Bapak mendapat laporan kamu semir rambut."
"Iya Pak, maaf." Diana mengeram kecil agar tidak terdengar oleh gurunya.
Dapat ia duga yang melaporkan pasti teman-teman cowok sekelasnya yang tadi tidak ia conteki ulangan kimia. Dasar jahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Abondened Prince
Teen FictionAkan langit ceritakan. Ssssst, diamlah. Ada sebuah detak dan hembus yang berembun di balik sebuah alat. Dia tau ada seorang di samping kanan, kiri, depan. Tapi, ia tidak ingat siapapun. Ingatannya sekilas hilang sebelum akhirnya kembali. Diam. Beb...