CHAPTER 17. ALAMENA (2)

169 23 22
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

"Di mana Paman Rylee?" tanyaku pada Amory.

"Dia sedang berdiskusi dengan ayahku soal Leona. Sudah, biarkan saja mereka yang urus. Yang jelas Rylee berusaha agar ia dan Leona dihapus dari daftar peserta alamena," ujar Amory.

"Lalu Leona?"

Amory menatapku bimbang. "Entahlah. Dia pun sedang berdiskusi dengan orang tuanya. Kaleon terus saja menggoda Leona yang dianggap akan lebih dulu menikah dan kemungkinan tinggal di Solstice. Jika ia menerima, kita akan memiliki satu tambahan keluarga di lembah."

"Aku terpaksa harus memanggilnya Bibi Leona .... Astaga ...," gumamku. "Bibi kecilku bertambah satu."

"Tak kusangka, kedatangan kita ke sini malah mempertemukan Rylee dengan kanayanya," ucap Amory lirih. "Entah aku harus bahagia untuknya atau apa."

"Kenapa begitu? Bukankah ini bagus? Rylee kini memiliki kanaya. Kita harus bahagia untuknya, Bibi."

Amory mendesah. "Auranya terlihat kuat. Aku hanya cemas jika Leona menolak. Itu akan menyakiti kakakku. Ia sangat lembut dan perasa, kau tahu itu."

Aku memaksakan sebuah senyum di bibirku. "Semoga saja tidak. Aku pun tak akan bisa bila melihat Paman Rylee sedih."

Suara lonceng berbunyi riuh. Sorakan orang-orang yang bergemuruh menandakan acara akan segera dimulai.

"Ellira! Amory! Ayo, berkumpul di depan paxie!" teriak Kaleon yang segera berlari tanpa menunggu jawaban kami.

Amory segera menggamitku, lalu melangkah cepat mengikuti Kaleon. Aku mengekor di belakangnya.

Suasana di depan paxie ternyata sudah begitu ramai. Mataku mengedar, mencari kehadiran orang-orang yang kukenal di sekitar bangunan yang memiliki panggung itu.

Pandanganku bertumbuk pada tatapan Raveno. Dia hadir bersama Ravena, ditambah dua sepupuku, Ruben dan Rubena.

Ia tersenyum. Kubalas dengan senyuman tipis dan samar. Pandanganku kembali mengedar.

Di mana dia? Apakah ia sengaja tak mau datang? Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa kehilangan semangat.

Bukankah ini yang kau inginkan, Ellira? Kenapa kau malah mengharapkan pemuda itu?

Aku mendesah. Memikirkan Torra telah menyerah atas diriku rasanya menyakitkan.

"Sial! Davano dan Davion juga ada di sini," bisik Amory. "Aku tak mengira mereka akan benar-benar ikut."

Pikiranku yang sibuk berkecamuk tentang Torra membuatku tak begitu peduli soal kedatangan dua sepupuku itu. Mataku terus saja mencari-cari di antara kerumunan.

"Kau mencari siapa?" selidik Amory seraya ikut celingukan.

"Torra ...," gumamku tanpa sadar.

"Heh? Kenapa kau mencari Torra?"

Aku terdiam sejenak, lalu tersadar akan kebodohanku. Amory memandangiku penuh curiga.

"Energi emosimu terlihat meningkat setiap menyebut nama putra elvir itu. Kau menyukainya? Atau jangan-jangan, kau dan dia ...."

"Acara akan segera dimulai!" Suara seruan menyelamatkanku dari cecaran Amory.

"Semua peserta berkumpul menjadi dua kelompok! Para lelaki di sebelah kanan, wanita di sebelah kiri!"

Aku dan Amory segera bergabung bersama gadis-gadis yang lain. Hatiku sempat bimbang, apakah aku harus meneruskan. Namun, sepertinya aku sudah tak mungkin mundur. Yang bisa kulakukan hanya pasrah pada apa pun keputusan Dewi Aleta.

THE BATTLE OF ALVERNS (Aleronn Series 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang