CHAPTER 27. FREEDOM

302 20 34
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

"Ellira!" teriak Torra.

Aku terjatuh di antara Xierra dan Tierra. Namun, saat melihat ratern kembali bergoyang, kupaksakan diri untuk bangkit dan meneteskan darahku lagi.

Kulihat kedua putri Alandra Terra mengunyah sesuatu. Tierra mendekatiku, mencoba mengulurkan pil. Namun malang, Peyten menendangnya ke sudut ruangan.

Aku dan Xierra menjerit bersamaan memanggil namanya. Kukerjapkan mata, fokus pada kekuatan.

"Enyah!" teriakku ke arah Peyten.

Peyten memelesat ke atas, berhasil menghindari serangan. Sayapnya yang putih keemasan mengepak di atas ruangan. Ia kembali menggerakkan kuku ke arahku.

Aku menjerit saat merasakan tusukan kuku di punggung, disusul kembali rasa perih dan nyeri membakar. Tubuh dan tanganku gemetar. Jeritan sama juga terdengar dari Torra.

Kukutuk diriku sendiri, menyadari telah mencelakakannya secara tak langsung. Aku tak boleh terluka lagi atau menguras tenaga. Itu akan menyulitkan Torra.

Sementara itu, Torra tampak berusaha bertahan dalam pertarungan hebat dengan lawan tak kasat mata. Ia menorehkan sisi tajam pedang ke telapak tangannya sebelum mengayunkan benda itu ke berbagai arah.

"Torra, jangan membunuhnya!" teriakku tersengal.

Napasku hampir putus saat sekali lagi kurasakan tusukan kuku Peyten dari arah belakang. Aku menraung tinggi bercampur tangis, begitu pula Torra.

Kucoba tetap mempertahankan tetesan darah di atas ratern seraya menguatkan diri. Meski Torra merasakan sakit yang sama, setidaknya ia tak terluka, dan kekuatannya masih ada.

Tak disangka-sangka, Xierra mendadak mengeluarkan teriakan membahana. Ruang ratern terguncang. Telingaku terasa seperti tertusuk ribuan jarum, nyeri, dan berdenging.

Altern Peyten terjatuh di sudut ruang dan tak sadarkan diri. Sayapnya terlihat masuk ke tubuhnya kembali. Mata Xierra terpejam. Ia tak bergerak di lantai dalam diam.

Tubuhku limbung. Sekuat mungkin kucoba bertahan, memegang erat pinggiran tungku yang cukup lebar. Aku terus fokus mengingatkan diri, ratern tak boleh padam.

"Xierra ...," panggil Tierra lemah.

"Tierra, apakah Xierra ... baik-baik saja? Kau ... bisa ... menyembuhkannya?" cecarku panik di sela napas tersengal.

"Jangan ... cemas .... Ia akan ... baik-baik ... saja ...," sahutnya terengah-engah.

"Bagaimana ... denganmu?"

"Aku ... tak apa-apa .... Obat di dalam tubuhku ... sedang bekerja ...."

Ia kemudian merangkak mendekati Xierra. Dibukanya tutup botol di tangan, lalu meminumkan cairan ke dalam mulut sang adik.

Tierra kemudian merangkak kembali mendekatiku. Ia berusaha berdiri sambil mengambil dan mengulurkan botol terbungkus kulit buatan ukuran sedang berisi cairan biru dari kantung baju.

"Teh ... alma ... dari papamu ...."

Aku sedikit merendahkan tubuh, lalu membungkuk. Mulutku menjepit ujung botol dan menuang isinya, dengan bantuan tangan Tierra, ke dalam tenggorokanku.

Ia berdiri kini, ikut berpegangan pada pinggiran tungku, menyentuhkan tangan ke punggungku. Rasa hangat segera mengalir, menjalari tubuh.

Suara benturan keras mengagetkanku. Torra terpental ke sudut ruangan. Ia mengerang. Pedangnya terlepas dari tangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE BATTLE OF ALVERNS (Aleronn Series 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang