Setelah menyelesaikan rapatnya, Billy memutuskan untuk pulang dan beristirahat. Diotaknya berulang kali memutar kejadian tadi siang. Billy memegang kepalanya yang sekarang ini terasa berdenyut-denyut. Dia tidak habis pikir dengan sang ayah. Tanpa ada alasan yang jelas, beliau memutuskan akan menjodohkan Billy dengan anak rekan kolega bisnisnya.
Tentu saja membuat Billy terkejut dan menentang habis-habisan. Bagaimana jika Mitha mengetahui hal ini dan mungkin akan membuat hubungan mereka hancur padahal hubungan dia dan Mitha terbilang masih seumur jagung. Dibukanya ruang kamar yang didalamnya terdapat sebuah kasur king size dan sudah dihuni olehnya sejak kecil.
"Tidak.. ini tidak boleh terjadi" dia mendudukkan tubuhnya kekasur tersebut dengan keras.
"gue tidak mau ini semua berakhir dengan cepat"
"tapi gimana caranya agar tak terjadi." mata biru itu menyiratkan kekhawatiran. Ayahnya itu jika sudah memutuskan apapun pasti tidak ada yang boleh menentangnya, sekalipun anak kandungnya sendiri.
"arrrgggg" Billy mengerang frustasi. Jika hidupnya berakhir seperti ini, mungin dia akan gila.
Diacak-acak rambut dengan gemas dan tanpa disadari olehnya, ia menghiraukan I-phone miliknya yang sedari tadi berbunyi. Dibukanya laci meja mencari benda kotak kecil, yang ternyata benda itu merupakan sebuah bungkus obat. Dibukanya bungkus obat tersebut, mngambil isinya dan menegugnya tanpa bantuan air minum.
Dia akan meminum obat tersebut jika pikirannya sedang kacau. Dan sekarang dia mengalami hal itu sehingga dia meminumnya. Obat yang diminumnya seperti obat penenang, meredakan rasa was-was yang berlebihan.
Diletakkannya kembali benda itu ketempat semula dan mulai merebahkan dirinya diatas kasur king size nyamannya. Billy memejamkan mata, dan ia hanya membutuhkan ketenangan menghadapi persoalan yang membuatnya pusing. Dia merilekskan tubuhnya, mengusir rasa penat didalam dirinya. Sekarang ini yang dia butuhkan adalah tidur. setelah beberapa menit entah efek dari obat atau kelelahan dari tubuh Billy, akhirnya dia tertidur dengan nyenyak.
I-phone yang sedari tadi terus menyala terlihat mati kembali.
***
Mitha tak henti-hentinya menghubungi Billy, sedari tadi yang dilakukannya hanya menempatkan Handphone ditelinganya, berharap ada suara Billy diseberang sana, tapi suara yang diharapkannya tergantikan oleh suara operator yang terus menerus mengabarkan jika orang yang diharapkan Mitha tidak bisa dihubungi. Mitha mendengus kesal, dengan terpaksa dirinya menyerah menghubungi Billy.
"pantesan tak diangkat? orang udah jam 11." Mitha mengguman sendiri sehabis melirik jam weker yang berada di atas nakas tempat belajarnya.
"Mungkin dia lelah dan tertidur." Mitha memaklumi Billy yang akhir-akhir ini sedang sibuk. Dia menghela nafas dan merebahkan tubuhnya untuk tidur.
Dilihatnya sekali lagi layar handphone-nya dan memandang wallpaper dirinya dan Billy di sebuah bangku taman. Disana Mitha tersenyum kearah kamera dengan diikuti Billy yang ada disampingya sedang memeluk pinggangnya merapatkan tubuhnya dengan Mitha. Billy berbeda halnya dengan Mitha yang wajahnya menghadap kamera, dia malah memandang wajah Mitha dengan senyum bahagia.
Setelah puas memandang wallpeper, Mitha mendaratkan kecupan dilayar handphonenya dan bergumam. "Mimpi indah, dear" seulas senyum merekah dibibir Mitha.
***
Pagi-pagi sekali Mitha sudah terbangun dari tempat tidurnya, dan untungnya hari ini adalah hari libur sekolah, Mitha berinisiatif untuk jogging sebentar dikompleks perumahan tempatnya ia tinggal. Digantinya baju tidur dengan baju santai yang menurutnya pas dengan aktivitas yang akan dilakukannya, lalu ia berjalan menuju luar kamar.
Mitha mencari ibunya tetapi tidak ada tanda-tanda yang bisa memperlihatkan ibunya disana, yang artinya ibunya sudah berangkat bekerja. Mitha melanjutkan langkahnya ke teras rumah dan menutup pintu.
"Mitha" seseorang dari belakang memanggil namanya.
Dia Yogi, anak pengusaha yang juga tinggal dekat perkomplekannya. Mitha dan Yogi hanyal saling mengenal nama dan sebatas bertemu jika sedang kebetulan.
"oh, hay Yogi." Mitha balas menyapa orang yang dipanggil Yogi tersebut.
"tumben banget jogging." Yogi bertanya sambil berlari kecil mensejajarkan tubuhnya dengan Mitha yang juga berlari kecil.
"iya nih, lagi mood aja" jawab Mitha sekenaknya.
Yogi terlihat cuek mendengar jawaban dari Mitha yang telihat enggan berbicara. Dia malah terus membuat pembicaraan.
"ketus amat Mit" itu pernyataan bukan pertanyaan.
"kepo lo"
ngapain sih, ini anak ganggu aja.
"apa hubungannya dengan dengan kepo" seketika Mitha berhenti berlari dan Yogi pun ikut berhenti. Dia memandang Yogi galak.
"kok berhen__" belum sempat Yogi menyelesaikan omongannya buru-buru Mitha memotong pembicaraan.
"gue jogging tu butuh refreshing bukan butuh pengganggu, jadi lo jangan sok deket sama gue deh. lagian ngapain lo nyamperin gue. biasanya aja kayak gak saling kenal." Mitha menarik nafas dan mengeluarkannya dengan cepat.
Bodo amat lah kalau dia marah.
"wuuiii...slow bro. sorry.. kalau gitu gue cabut dulu." tanpa pikir panjang Yogi melarikan diri dari Mitha dengan berlari terlebih dahulu meninggalkan Mitha dengan emosinya.
dari tadi kek kayak gitu.
"itu lebih baik" Mitha melanjutkan lari pagi yang tertundanya tadi dengan santai.
Bukannya Mitha tidak menyukai Yogi, tapi anak itu kelakuannya berandal banget, dan Mitha enggan berurusan dengan Yogi. Mitha tadinya tidak mau melakukan itu kepada Yogi, tetapi kalau dipikir-pikir itu lebih baik untuk mereka berdua.
Tadinya dia hanya ingin berlari di dekat perkomplekannya saja, entah ada angin apa Mitha baru menyadari berlarinya tadi sudah menempuh jarak yang cukup jauh dan tanpa disadarinya dia sudah berada ditaman kota. Mungkin dia tadi melamun, pikirannya tidak tenang akhir-akhir ini yang terus-terusan memikirkan Billy. Untung saat dia berlari tak terjadi apapun yang membahayakannya.
Mitha melangkahkan kakinya dibangku panjang, mengistirahatkan badannya yang rasanya capek. Taman dihari pagi cukup ramai, bayak masayarakat yang jogging juga seperti dirinya.
Mitha mengamati orang desekeliling taman, tidak ada wajah yang tidak bahagia ditaman itu.
handphonenya berbunyi. Dia mengambil disaku celananya, setelah dilihat ada pesan masuk didalamnya.
To: My Sweety
Bisakah kita pergi siang ini? nanti ku jemput.
jam 14:00, tidak burukkan?
_B&M_
ternyata pesan dari Billy.
To: My Dear
Ok.
tidak sama sekali.
_M&B_
Mitha tersenyum, dia bergegas meninggalkan taman kota untuk pulang ke rumahnya. Wajahnya berseri-seri, riang dan gembira. pokoknya semua raut wajah yang menggambarkan kebahagiaan berada pada wajah cantik Mitha.
Okeh,
apalagi yang akan ku dapatkan dari kamu, kak.
Kita lihat saja nanti.
aku tak sabar menantinya.
_____________________
kelanjutannya nih.. masih gaje? gak papa kan. #hehe
YOU ARE READING
Third Person
Romansaaku ingin bahagia. tapi kenapa sesulit ini untuk meraih kebahagiaan itu. satu hal yang sangat ku benci di dunia ini. dan sekarang aku di pertemukan dengan hal yang sangat aku benci tersebut. SEBUAH PILIHAN. aku harus memilih... "antara iya atau tida...