{1. Gagal}

13 1 0
                                    

Kisah ini berawal saat aku sedang liburan semester. Aku yang akan menduduki babak baru dalam kehidupan yang mana dunia SMA akan mengisi masa remajaku, yang tentu saja aku sangat senang dengan kenyataan tersebut. Apalagi aku sudah merencanakan masa SMA-ku bersama teman-teman SMP IT. Dari kecil aku selalu berada dalam lingkungan yang mengutamakan agama. Sehingga aku sudah pastikan jika akan masuk ke SMA IT.

"Setelah sholat isya ada yang mau Ayah bicarakan," ucap ayah saat hendak pergi ke masjid bersama kakak.

"Tentang apa, Yah?" tanyaku yang kebingungan. Seingatku, aku tidak melakukan kesalahan. Namun, sepertinya yang akan ayah bicarakan adalah hal yang serius. Entahlah, aku tunggu saja.

"Nanti saja kita bahasnya," setelah berbicara itu ayah pergi ke masjid menyisakan aku dan bunda di ruang tengah.

"Bun, Ais ngelakuin kesalahan ya?" memang rasa penasaranku ini susah diajak kompromi jika sedang seperti ini. Apalagi menyangkut diriku sendiri.

"Udah mending kamu sholat isya saja. Nanti juga tau ayah mau ngomongin apa," ya sudahlah mending aku sekarang sholat isya dulu.

Setelah ayah dan kakak pulang dari masjid, semua berkumpul di ruang tengah. Menegangkan. Kata itu mungkin dapat menggambarkan situasi kali ini.

"Jadi gini, Ayah akan masukkan Ais ke SMAN Cendikia. Mengingat jalur untuk masuk perguruan negeri lebih mudah. Ayah rasa Ais sudah bisa menitipkan diri dimana pun Ais berada," sontak saja perkataan ayah membuatku bingung.

"Tapi Yah, SMA IT juga bisa 'kan masuk perguruan tinggi. Lagi pula Ais sudah mengajukan beasiswa 'kan. Sekolah SMA IT juga bagus, Yah," sungguh aku bingung dengan keadaan saat ini. Apalagi alasannya seperti itu. Kakak kelasku kan banyak yang bisa kuliah di luar negeri.

Aku melihat ayah, bunda, dan kakak saling bertatapan. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu tiba-tiba Kak Algi memelukku.

"Apaan sih Kak, alay banget peluk-peluk Ais," ucapku seraya melepaskan pelukannya.

"Bunda tau impian kamu masuk SMA IT. Namun, sepertinya itu bukan rezeki kamu Nak," sambil mengusap punggung tanganku kata-kata bunda membuatku langsung down. Impianku hilang untuk masuk SMA IT. Bagaimana ini, aku tidak mau ayah dan bunda kecewa tapi aku malah mengecewakan mereka.

"Maaf Ayah, Bunda, Kak Algi Ais udah ngecewain kalian. Ais belajarnya kurang rajin," aku sudah tidak bisa lagi membendung cairan bening dari pelupuk mataku. Aku menangis di pelukan Kak Algi yang diopernya ke bunda.

"Ais ga ngecewain ayah sama bunda kok. Ais sudah melakukan yang terbaik untuk kami. Ais itu anak yang pintar, anak yang rajin. Namun, mungkin ini bukan rezeki Ais masuk situ. Gapapa ya Nak," ucapnya seraya memelukku.

"Ayah sudah melihat SMAN Cendikia, Ayah dengar sekolah itu adalah salah satu sekolah SMA negeri terbaik. Banyak lulusan sana yang keterima di universitas luar negeri dan disana pun ada pertukaran pelajar," kata ayah.

"Tapi Yah, 'kan masih ada jalur lain yang bisa Ais pake untuk masuk SMA IT. Kenapa tidak mencobanya saja?" sungguh aku tidak mau berpisah dengan teman-temanku. Apalagi kami sudah merencanakannya dengan baik  masa aku yang berpisah dengan mereka.

"Pengetahuan agama Ais Ayah rasa sudah cukup mumpuni untuk Ais kembangkan. Walaupun bisa dibilang umur Ais masih sangat belia. Mungkin sudah saatnya Ais bertemu dengan teman-teman baru dan Ais harus mencoba mengajaknya ke jalan yang benar," ucap ayah.

"Ais ragu Yah. Ais takut dengan dunia SMA umum. Walaupun ada aturan yang berlaku, tapi Ais kira itu tak mempan untuk mengatur mereka. Jujur saja, yang paling Ais takutkan adalah perihal pergaulan, mungkin beda. Di SMP IT, interaksi lebih ke akhwat-akhwat aja, apalagi satu kelas akhwat doang, dan interaksi sama ikhwan cuma karena satu organisasi jadi biasa aja. Ais juga takut jika nanti suka sama laki-laki," ucapanku membuat Kak Algi tertawa.

DISAPPEAR (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang