☄ dua ☄

9 4 0
                                    

Aku harus bertemu dengan Percy Jackson, karena hanya dia yang bisa membantuku. Sebenarnya aku tidak terlalu mengenalnya, tapi dulu Apollo pernah sepertiku—Percy lah yang membantunya.

"Jadi apa kau mengenalnya, Ruth?" Tanyaku lagi, karena dia sepertinya sedang melamun.

"Ah, i-iya. Aku mengenal Percy, dia salah satu anggota dari perkemahan. Tapi sepertinya dia tidak ada di kamp kali ini." Aku tidak percaya dengan Ruth, dia bahkan ragu-ragu.

Aku menyibakkan rambutku ke belakang, lalu kembali menatap mata hijaunya. "Kalau begitu, kau yang antarkan aku ke perkemahan." Ucapku yang terdengar mutlak.

Ruth berbalik menatapku tidak suka. Sudah kuduga reaksinya akan seperti itu, setiap orang pasti benci diperintah.

"Kau memerintahku?"

Aku mengangguk saja. "Ya, tapi kalau kau tidak mau ya sudah, tidak masalah. Tapi ingat saja, jika aku sudah kembali menjadi dewa–" aku sengaja menggantungkan kalimatku, untuk mendekatkan bibirku ke telinganya.

"Kau tamat." Bisikku padanya. Kemudian pergi meninggalkan dia yang membeku seperti balok es yang menenggelamkan kapal titanic.

Ya itu pun jika kalian tahu titanic.

"Tunggu." Aku tersenyum penuh kemenangan. Aku tahu dia akan mengatakan itu, memang ancaman tidak pernah gagal.

"A-aku akan mengantarmu ke rumah Percy Jackson, lalu dia akan membawamu ke perkemahan." Penjelasannya tidak memuaskan, tapi tidak terlalu buruk juga.

"Ayo." Dengan beraninya dia menyentuh—oh bukan, dia tidak hanya menyentuh tapi juga menarik lenganku seolah aku adalah perliharaannya.

Hah, ini benar-benar tidak dapat dipercaya!

⚔⚔⚔

Sudah lebih dari 2 jam kami berjalan kaki dan hasilnya nihil. Belum ada tanda-tanda rumah Percy.

Apa gadis ini mencoba menipuku? Karena jika iya, aku akan membunuhnya sekarang ju–eh tidak itu terlalu kejam untuk seorang gadis.

Mungkin aku akan meletakkannya di atas sayap pesawat saja. Terdengar lebih baik.

"Dimana?" Tanyaku yang mulai lelah. Dia tidak merespon dan kami berdua sudah berhenti di depan sebuah gedung besar.

"Ayo masuk, disini kita akan menemukan Percy." Ujar Ruth yang terdengar ragu, tapi ya sudah lah hanya dia yang bisa memeprcayaiku sekarang.

Aku berjalan mengekorinya dari belakang, persis seperti anak kecil yang mengikuti ibunya.

Kami masuk ke dalam benda yang biasa kalian sebut 'lift' menarik juga. Mungkin aku bisa membangun benda itu di kediamanku.

"Ares, kau melamun?" Suara Ruth menganggu telingaku. Ah dia memang selalu menganggu.

"Tidak. Jadi dimana Percy? Kau tahu aku bukan orang penyabar." Kataku sedikit kesal, aku tidak ingin marah padanya.

"Hm—untuk ukuran remaja jelek sepertimu, kau sangat pantas untuk dibilang penyabar." Aku mengerutkan keningku. "Apa kau bilang? Aku jelek?" Tunjukku pada diri sendiri.

Ruth diam, namun selanjutnya dia mengangguk pelan. "Y-ya mungkin sedikit."

Lihatlah, dia bahkan terdengar gugup. Tidak mungkin aku jelek, lagipula aku termasuk dewa yang tampan setelah Apollo.

The True Rebel, Ares.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang