03:00 You can see me?

17 9 2
                                    


Suara isakan terdengar dibalik pintu toilet. Suasana akan menegangkan jikalau saat ini malam hari. Namun suasana menjadi berbanding terbalik setelah terdengar tawa menggelegar menggema disudut toilet. Suara yang diciptakan oleh keempat gadis didepan pintu toilet. Tidak adil rasanya jika seorang gadis melawan keempat gadis lain. Namun bukan pembullyan namanya jika tak didasarkan oleh ketidak adilan.

Gebrakan pintu terdengar begitu nyaring tatkala benda padat tersebut bersentuhan dengan dinding. Menampilkan seorang gadis yang berpenampilan seperti siswi sekolah. Sorot mata yang susah diartikan bagi siapapun yang melihatnya.

"Siapa lo?" Bentak salah seorang dari keempat gadis tersebut.

"Tidak penting diriku disini. Yang terpenting dan harus kau ingat, kau adalah seenggok sampah yang paling busuk." Senyuman manis menjadi penutup kalimat tajam tersebut.

"Sepertinya dia belum pernah berurusan dengan kita." Bisik salah seorang anggota yang berada disamping gadis pembully itu.

"Sepertinya lo membuka jalan menuju neraka." Tatapan bengis disertai senyuman picik tergambar jelas diwajahnya.

"Apakah kau akan melakukan hal konyol? Konyol disini adalah kelakuan manusia. Beradu fisik misal."

Baru saja keempat gadis itu akan memajukan langkahnya, namun niat mereka terurung tatkala seorang siswi memasuki toilet. Kaki jenjangnya menuntunnya menuju wastafel.

"Sepertinya hukuman kemarin kurang buat kalian." Percikan air terdengar seperti percikan api ditelinga keempat siswi tersebut.

Raut kesal jelas kentara dibalik wajah mereka. Keempat gadis tadi keluar dari toilet setelah melemparkan ember dengan arah asal.

"Padahal aku akan membuat pertunjukan."
Batin Felicia sembari memperhatikan gadis didepan wastafel.

Namun dirinya teringat, sekarang bukan saatnya untuk memperhatikan seseorang. Melainkan membantu seorang siswi yang sekarang sedang terisak dibalik pintu toilet.

Felicia berjalan ke arah pintu toilet dan membungkukkan badannya untuk menjajarkan tubuhnya.

"Apakah kau baik-baik saja?"

Tidak ada jawaban selain isakan yang keluar dari mulutnya.

"Apakah kau kenal dengan siswi yang berada didepan wastafel itu?" Beberapa detik setelah pertanyaan terlontar
"Bukan waktunya untuk membahas siswi lain. Maaf" sambungnya.

Felicia memapah gadis tadi keluar dari toilet. Tetapi matanya melirik aneh dengan gadis didepan wastafel tadi yang sedang keluar.

Bagaimana bisa seorang lelaki menemani seorang gadis sampai didalam toilet. Manusia memang kualitas terburuk. Batinnya.

♡♡♡

Felicia menenangkan siswi tadi di sebuah kantin. Bukannya dibawa ke UKS, karena menurutnya obat terampuh dari sakit ialah makanan.

Terdengar konyol memang, sebab itulah dirinya Felicia Caccolins. Bahkan motto hidupnya adalah akan membangun restoran sandwich dialam nya.

"Apakah aku pernah bertemu denganmu sebelumnya?" Tanya Felicia.

"Entahlah, namun sepertinya aku pernah melihat mata itu." Melirik sekilas sebelum melanjutkan minumnya.

"Mata seperti ini?" Sambil mendekatkan matanya kewajah Lyora.

Siswi dengan name tag Lyora tersebut hanya mengangguk. Pikirnya, pemilik manik mata silver seperti itu bukan hanya dirinya. Faktanya, dokter yang kemarin dia temui juga memiliki manik mata seperti itu.

Sibuk dengan topik pembicaraan manik mata. Mereka bahkan tidak menyadari adanya orang lain dipojok kantin. Vidley Goldania itulah yang bisa dibaca Felicia melalui name tagnya. Lagi-lagi dengan lelaki yang membuntutinya tadi. Apakah dia seorang penguntit?

Karena terlalu penasaran Felicia menanyakannya kepada Lyora.

"Apakah kau berteman dengannya?"

"Tidak, kelas kami bersebelahan namun yang aku dengar dia orang yang susah untuk diajak berteman." Jelas Lyora
"Aku akan ke toilet sebentar" sambungnya.

Lagi-lagi rasa penasaran menghampirinya. Felicia mendekat kearah lelaki yang dipikirnya seorang penguntit.

"Apakah kau seorang penguntit? Tapi berpikirlah, jangan mengikuti seorang perempuan sampai ke toilet."

Lelaki yang dipanggilnya penguntit tersebut malah peradu pandang dengan Vidley. Tatapan matanya mengatakan bahwa dia merasa perempuan yang mengatainya tadi bisa melihatnya.

"Apakah kau bisa melihatku?" Lelaki itu menunjuk dirinya sendiri seraya menyondongkan tubuh kearah Felicia.

"Apakah aku seperti orang buta?"

"Jika seseorang bertanya seharusnya kau menjawab bukan balik bertanya."

"Aku punya mata, makanya aku bisa melihat." Ketus Felicia sambil merotasikan matanya.

Vidley yang daritadi menyimak pembicaran tersebut hanya bisa menghela nafas setelah jawaban terakhir yang ia dengar. Terlalu bersemangat hingga ia memeluk perempuan yang tak dikenalnya sambil bersorak,

"Kau penyelamatku!" Dengan pelukan yang masih bertaut Vidley melompat kegirangan.

Felicia yang merasakan pelukan yang sangat erat mengetahui fakta yang sesungguhnya.

Susah diajak berteman? Siapa yang menyebarkan omong kosong itu?

♡♡♡

(Vote + Comment)

Alfina_chim

Apakah kamu dapat melihatku?

-Renjun

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang