Kesendirian

31 8 2
                                    

***

Nola, nama seorang gadis yang sedang duduk di salah satu bangku kelas sambil menunggu gadis lainnya yang sekarang belum terlihat keberadaannya.

Terdengar suara langkah sepatu dengan hak menggema di tengah lorong. Tak lama suara langkah sepatu itu memasuki kelas Nola yang mulai hening dengan suara jarum jam yang terus berjalan.

Otak Nola mulai berfikir apakah Fifi sahabatnya sedang sakit hingga tak sempat membuat surat untuk ketidak hadiranya? Atau Fifi mengalami kecelakaan? Kini hati Nola di kelilingi rasa khawatir mengingat sahabatnya yang sangat rajin sampai Nola tak ingat kapan gadis itu pernah tak masuk sekolah.

"Anak-anak! Mohon perhatiannya!" suara perempuan yang berdiri di depan kelas dengan seragam khas seorang guru itu memecah lamunan Nola.

"Ibu ada kabar bahwa teman sekelas kalian Fifi, dia mulai hari ini pindah ke Sekolah di Singapura, makanya sekarang dia tidak hadir" guru perempuan dengan name-tag Rita itu melanjutkan kata-katanya.

Mendengar itu Nola diam-diam mengambil handphone-nya di bawah meja dan mulai mengirimkan beberapa pesan teks pada Fifi via whatsapp dan tak kunjung dapat balasan.

Gadis itu hanya bisa diam, memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa saja yang dapat menenangkannya dari rasa kecewa dan rasa marah.

Helaan nafas Nola terdengar berat sekali mewakili kehidupannya saat ini tanpa Fifi yang pastinya dia akan mulai hidup monokrom juga monoton, lagi.

"Kamu kenapa gak ngabarin aku dulu fi? Gak sepenting itu ya aku, sampe kamu gak sempet kasih tau aku?" gumam Nola sambil memandangi kursi kosong di sebelahnya.

Nola memang tak penting agaknya, terlihat dari whatsapp-nya saja seperti nomor yang di-block, dan setelah mencoba menelfon memakai pulsa hanya muncul suara operator saja, mungkin Nola sudah tidak bisa berfikir positif lagi sekarang.

###

"Assalamualaikum! Aku pulang!" suaranya memenuhi semua ruangan yang ada di Rumah itu, Rumah yang tak terlalu besar, namun tak terlalu kecil juga, cukup untuk Nola melindungi diri dari kejamnya dunia luar.

Ia mendudukan tubuhnya di salah satu sofa panjang ruang tamu, mungkin dengan memejamkan mata akan sedikit mengurangi pikiran-pikiranya.

Lama Nola memejamkan mata hingga dia hampir saja terlelap, namun suara dering telfon membuatnya tersadar kembali, matanya terbuka lebar ketika melihat siapa yang menelfon dirinya.

Mamah...

Dengan senyuman mengembang dia menekan tombol hijau lalu meletakkan handphone itu di telinganya, "Assalamualaikum ma,"

"Waalaikumsalam, Nola! Maaf mama baru sempet nelfon kamu. Gimana kabar kamu? Kamu masih tinggal sendiri di rumah?"

Suara lembut penuh kasih sayang itu mengalun indah di telinga Nola, dia rindu suara itu, sudah beberapa minggu terakhir dia tidak ditelfon oleh wanita itu, pasti mama-nya lelah bekerja keras di sana hingga dia lupa menghubungi Nola.

"Aku di sini baik-baik aja kok ma. Iya, aku masih tinggal sendiri di rumah, lagian aku udah gede, kalo aku nginep di rumah Bibi di Bandung yang ada aku malah ngerepotin," jawab Nola masih dengan senyum kebahagiaannya.

"Walau kamu udah SMA, mama tetep aja khawatir! Kamu itu anak gadis mama satu-satunya!"

Mendengar ocehan Mama-nya membuat Nola terkekeh, membayangkan raut wajah sang Mama yang cemberut memikirkan anak gadisnya ini.

Ahhh..... Nola masih ingat semua ekspresi Mama-nya, membuat matanya mulai berair.

"Mah,"

"Iya sayang?"

"Kapan pulang?"

***

Malam ini terasa lebih sunyi dari apapun, suara TV menyala memenuhi seluruh ruangan dengan seorang gadis berseragam SMA yang kusut di depannya.

Nola bosan, dia bahkan tidak tahu acara apa yang dia tonton sekarang, fokusnya sekarang masih sama, Fifi. Padahal malam sebelumnya Nola selalu dibuat kesal karena suara dering telfon hampir setiap saat dari sahabatnya itu, jika diangkat kata pertama Fifi selalu saja bilang 'aku bosen, kangen main sama kamu' dengan suara tawa diujungnya, namun sepertinya sekarang Nola yang malah ingin menelfon Fifi dan berbincang banyak hal, tapi bagaimana?.

"Udahlah! Nola yang sebenernya emang harus gini! Punya temen satu doang aja udah terbang tinggi, sakitkan pas dijatuhin!"

"Nola itu dari dulu udah ditakdirin gak punya temen! Berhenti bergantung sama Fifi, orang aku gak bodoh buat hidup mandiri!"

Mungkin dengan mengeluarkan keluh kesah juga menyalahkan diri sendiri akan membuat diri lebih baik, mungkin? Memang apa yang bisa Nola lakukan lagi selain berbicara sendiri?.

Setelah puas menasihati dirinya sendiri, Nola beranjak dan mulai membersihkan dirinya, hanya dengan memikirkan Fifi membuat Nola cukup stress, dia bahkan belum mandi sampai malam hari. Dia kesal dengan gadis itu, mungkin mulai sekarang dia akan mulai melupakan sahabatnya itu, tidak maksudnya mantan sahabatnya itu.

"Pak, maaf ya tadi pulang sekolah aku gak nyamperin bapak, aku lagi sedih pak, Fifi pindah sekolah yang jauh dan gak bilang-bilang aku, padahal biasanya dia kabarin aku kalo ada apa-apa, tapi sekarang dia udah lupa sama aku"

"Aku masih inget dulu pas kita mulai deket, dia pernah bilang kalau dia bakal terus jadi temen aku dan gak bakal kemana-mana"

Nola menatap sebuah amplop di atas meja belajarnya, kertas itu kertas yang istimewa, Bapaknya yang memberikan kertas itu sebelum beliau wafat, di depannya tertulis bahwa kertas itu tidak boleh dibuka sebelum Nola lulus SMA.

Nola sangat penasaran dengan isinya, sebenarnya dia bisa saja membukanya sebelum dia lulus karna penasaran, tapi mengingat perintah di amplop itu adalah dari orang terpenting dalam hidupnya, dia akan bersabar dan menurutinya.

Setelah membolak balik amplop kertas itu, dengan lesu Nola mengambil beberapa buku sesuai jadwal sekolahnya besok dan mulai memasukkannya ke dalam tas punggung warna biru jeans miliknya.

Selsai melakukan kebiasaannya, Nola langsung melempar tubuhnya ke atas kasur dan menyalakan musik untuk menenangkan pikiranya. Dia bukan tipe orang yang langsung terlelap dengan mudah, kali ini saja butuh waktu lama untuk dia masuk ke alam mimpi dengan nyaman walau ditemani alunan musik.

"Tenang Nola, Mamah masih ada kok, dia gak bakal kemana-mana, tuhan juga gak bakal diemin Nola terpuruk"

Hari ini memang buruk, tapi bukan berarti hari besok juga akan menjadi buruk, iya kan?.

~Gak semua yang terlihat baik adalah hal yang membahagiakan~

-Nola-

***

Jessica methodWhere stories live. Discover now