[Untuk Samudra][20]

2.5K 299 22
                                    

"Karena sebenarnya yang rusak itu tak pernah bisa diperbaiki, meski kau berjuang setengah mati."

—Luka dan Lara

Langit meninju dinding yang menjulang tepat di samping kanan, sambil memandang nyalang orang-orang berpakaian putih yang menunduk ketakutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit meninju dinding yang menjulang tepat di samping kanan, sambil memandang nyalang orang-orang berpakaian putih yang menunduk ketakutan. Jika emosi bisa membunuh, sudah pasti orang-orang itu telah mati tertusuk oleh tatapan Langit yang begitu tajam.

"SIALAN! KALIAN SEMUA TENAGA TERLATIH, TAPI KENAPA BISA SAMPAI LALAI?!

Langit menghambur maju, dengan kepalan tangan yang mati-matian ia tahan supaya tidak meninju wajah para perawat itu satu-persatu. "Siapa yang kemarin malam berjaga di sini?"

Nadanya mengancam. Meminta secepatnya menuntut jawaban. Langit membuang napas kasar kala ada seorang perawat pria yang mengangkat tangan. "Saya, Mas," jawab perawat itu, masih dengan raut ketakutan. Kemudian pria itu melirik ke kiri dan ke kanan. Setelah itu, beberapa perawat lain—baik pria maupun wanita—ikut mengangkat tangan mereka.

Rahang Langit mengeras. Tatapannya menjadi semakin ganas. Ia merekam wajah-wajah itu satu per satu dengan dada yang terasa sangat panas. "Kalian kerja nggak sih?! Kenapa adik saya bisa sampai hilang?!"

Langit, kalau marah, akan berubah menjadi binatang buas.

"Kami sudah melakukan pengecekan sebagaimana seharusnya. Tidak ada hal aneh yang terjadi tadi malam."

Atensi Langit bergulir, menatap seorang perawat wanita yang baru saja bicara dengan tatapan yang masih tajam. Kemudian ia mendesah sambil mengusap wajah kasar. Ia mengambil langkah mundur, meluruhkan sepenuhnya beban pada tembok yang menjulang.

Cukup lama ia lakukan hal itu. Meraung dengan lantang, mengabaikan tatapan iba dari belasan mata di sekitar. Hingga derap langkah kaki yang datang dan gema suara yang sangat ia kenal membuat ia mengangkat wajah yang—demi Tuhan, sangat berantakan.

"Ada apa ini?"

Wajah panik Citra merupakan hal pertama yang Langit rekam melalui kedua bola mata yang tak henti mengeluarkan air mata. Wanita itu mengedarkan bola mata, menatap satu persatu para perawat yang hanya mampu menundukkan kepala, sebelum fokusnya bergulir ke arah Langit yang terduduk di lantai dengan wajah penuh duka. Tak butuh waktu lama bagi wanita itu untuk paham bahwa keadaan di sana jauh dari kata baik-baik saja. Maka tanpa membuang waktu, Citra memotong jarak antara dirinya dengan Langit melalui langkah yang ia ambil dengan lebar, kemudian menatap manik hitam Langit dalam-dalam.

"Ada apa ini Nak Langit? Kenapa kamu berantakan begini? Berkenan untuk berbagi cerita dengan saya?"

Dan Langit sama sekali tak tahu apa yang terjadi. Kedua lengannya bergerak di luar kendali. Menarik lengan milik Citra, kemudian menumpahkan air mata di bahu si wanita paruh baya.

 Menarik lengan milik Citra, kemudian menumpahkan air mata di bahu si wanita paruh baya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Untuk Samudra[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang